Pagi ini saya dikagetkan dengan berita predator seksual yang kembali beraksi di daerah Cilacap. Informasi jelasnya bisa dilihat di bawah ini.
Pelaku Pemerkosaan Anak di Cilacap Masih Bebas Berkeliaran
⚠️Peringatan Pemicu: Kekerasan Seksual pada Anak⚠️ pic.twitter.com/a4DMsCql7f— konde.co (@konde_co) October 25, 2023
Hati saya terenyuh kala membaca efek traumatis yang dialami oleh korban. Selain mengeluhkan sakit di alat vitalnya, korban juga menolak untuk pergi ke sekolah. Membayangkan besarnya rasa takut pada korban yang masih dibawah umur tidak bisa diungkap-kan dengan kata-kata. Syukurlah, pelaku telah berhasil diringkus dan diproses hukum. Mari kita kawal bersama.
Kejadian naas yang sama terjadi juga di daerah yang berbeda. Hasil penyelidikan pihak berwajib daerah setempat berhasil menemukan sebanyak 20 Murid Mengalami Pelecehan Seksual oleh Guru di Surabaya dan 6 Murid Menjadi Korban Pelecehan Seksual Pengurus Yayasan SD di Padang sejak tahun 2022 lalu. Hingga saat ini dipastikan telah lebih dari ratusan anak di bawah umur (SD) yang menjadi korban pelecehan seksual.
Lebih mencengangkan lagi pelaku kejahatan seksual adalah orang disekitar anak-anak kita. Keluarga, sekolah, tempat tinggal dirasakan tidak menjadi tempat yang aman. Sangat menyayat hati. Jika masalah ini belum bisa juga dituntaskan, sangat dikhawatirkan masa depan anak-anak kita akan terancam.
Melihat kejadian memilukan ini yang masih terus terjadi. Sangat diharapkan sekolah dan orangtua mulai dapat menormalisasi pendidikan seksual sejak dini secara berkala. Tujuannya agar meningkatkan pemahaman dan kesadaran anak mengenai perilaku yang mengancam diri mereka khususnya berkaitan dengan penjahat seks. Selain itu, pengawasan terhadap konten informasi yang ditonton anak melalui perangkat gawai sangatlah penting untuk meminimalisir terjadinya aktivitas pelanggaran seks sejak dini.
Diawali dengan memperkenalkan perbedaan biologis antara pria dan wanita dan penetapan batas kedekatan yang jelas antara keduanya bertujuan untuk membantu anak bertanggung jawab atas keamanan dirinya sendiri. Mengingat predator seksual menargetkan anak-anak dibawah umur dengan iming-iming uang, mainan, dan makanan maka penting bagi keluarga dan sekolah untuk tetap mendampingi. Contoh pengalaman saat saya SD, kasus penculikan dan pelecehan seksual sudah sering terjadi. Oleh sebabnya, sekolah menetapkan aturan para murid diperbolehkan pulang ketika sudah dijemput oleh orangtua atau wali. Hal ini bertujuan untuk memastikan keamanan anak setelah keluar area sekolah.
Disisi lain, kekerasan dan pelecehan seksual tidak hanya terjadi secara fisik tetapi juga bisa nonfisik melalui sosial media. Misalnya perampasan secara finansial dengan dalil ancaman penyebaran foto/video korban yang tidak senonoh. Kekerasan seksual secara digital lebih banyak berakhir dengan korban mengalami kerugian secara emosional dan finansial. Sayangnya, belum ada regulasi hukum yang jelas terhadap pelaku kekerasan seksual di sosial media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H