Menurut saya, tidak. Perbedaan pendapat sudah pasti ada dan bukan suatu pelanggaran. Masalahnya adalah apakah kita bisa menghargai perbedaan tersebut? Apakah kita tetap bisa hidup berdampingan tanpa mengkotak-kotakan perbedaan?Â
Disinilah peran empati diperlukan untuk mencegah terjadinya konflik yang merugikan. Kenyataannya tidak mudah untuk mengaplikasikan empati. Bukan karena tidak bisa, tetapi lebih kepada niat. Misalnya, supaya bisa mendapatkan eksposure maka sengaja dibuat narasi yang menyinggung kelompok masyarakat tertentu. Ujungnya, ada pihak yang diuntungkan dan lainnya dirugikan.Â
Pengaruh era digital berefek pada pergeseran hidup masyarakat Indonesia ke arah individualistis. Pelan-pelan budaya bangsa kita yang mengutamakan musyawarah, diskusi sehat, menghargai perbedaan mulai terkikis. Terlalu banyak informasi yang tidak disaring terlebih dahulu rawan menyesatkan pola pikir dalam kehidupan bermasyarakat. Akibatnya, masyarakat kita akan terperangkap dalam lingkaran setan saling menyalahkan alih-alih bekerja sama mencari solusi untuk memajukan bangsa.Â
Sekian. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H