Hmmm... pengaruh kuat dari lingkungan sosial tercermin dalam konsep ini. Namun, perlu dipahami bahwa kognisi sosial juga memampukan kita untuk mengobservasi, menilai, dan menyerap informasi dari lingkungan. Langkah selanjutnya adalah bagaimana kita memproses dan mengambil keputusan dari data-data tersebut.Â
Kognisi sosial juga terjadi dalam bentuk interaksi online melalui sosial media. Bedanya tanpa tatap muka sehingga sulit untuk melakukan penilaian lebih mendalam tentang orang lain. Ditambah dengan komunikasi tertulis yang beresiko menimbulkan kesalahpahaman (texting mishaps), sehingga penting untuk meningkatkan keterampilan komunikasi tertulis.  Â
Pada akhirnya penting bagi kita untuk membedakan pikiran dan perasaan. Rumusnya : Pikiran bisa kita ubah dan perasaan hanya bisa kita terima (validasi). Contoh :Â
A: Aku keliatan nervous banget ya? Pasti orang-orang berpikiran hal yang sama deh (pikiran)Â
B. Aku nervous banget. 5 menit lagi akan presentasi (perasaan)Â
Kalimat A adalah pikiran yang bisa diubah menjadi "aku nervous saat di panggung dan syukurlah aku mampu menyampaikan poin-poin penting dalam presentasi. Presentasiku pasti sukses deh". Â Sedangkan kalimat B, "Aku tau aku tegang. Aku sudah mempersiapkan diri daru jauh-jauh hari. Aku yakin pasti bisa memberikan hasil terbaik".
Jadi, kalau mulai muncul pikiran-pikiran yang membuat anda tidak nyaman. Ingat untuk mengubah sudut pandang anda.Â
Akhir kata, kognisi sosial terbentuk sebagai bagian dari kehidupan kita sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Â
Bukan tentang menerima atau mengabaikan pendapat orang. Tetapi menilai dan memilih untuk memutuskan tindakan yang perlu dilakukan. Sekian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H