A: Aku keliatan nervous banget ya? Pasti orang-orang berpikiran hal yang sama deh.Â
B. Aku tadi aneh banget ya pas presentasi di depan? Pasti anak-anak mikirnya aku aneh banget.Â
C: Pakaian aku ga on point banget hari ini. Pasti ga enak dipandang sama orang.Â
D: Make up aku kok keliatan ga fresh ya? Pasti dikira kayak orang sakit deh.Â
E: Kok mereka ngeliat aku gituh banget ya? Apa mereka pikir aku aneh?
Lima contoh kalimat diatas yang mungkin pernah dan masih sering kita sampaikan kepada diri sendiri merupakan hal-hal yang secara otomatis terpikirkan oleh otak. Meskipun sebenarnya kita tidak menginginkan untuk berpikiran demikian. Seringnya terjadi ketika kita berada dalam situasi sosial luas seperti saat berkumpul di tempat umum, bertemu banyak orang, dan berkegiatan bersama.Â
Tanpa kita sadari, terlibat dalam situasi dan kegiatan sosial bersama dengan orang lain membentuk persepsi kita yang dianggap sama dengan mereka. Hal ini disebut dengan kognisi sosial (social cognition) yaitu proses memeroleh dan menyimpan informasi dari lingkungan dalam suatu waktu, kemudian digunakan sebagai alat untuk menilai perilaku diri sendiri maupun orang lain. Contoh konkret kognisi sosial adalah berbagai stereotipe yang berkembang dan diterima dalam masyarakat.
Sebagai makhluk sosial, tidak terpungkiri bahwa pikiran, perasaan, dan perilaku kita saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Bahkan ketidakhadiran respon dari orang lain sekalipun, tetap dianggap sebagai respon yang mempengaruhi pikiran dan perasaan kita.Â
Contohnya, menerka-nerka "dia pasti ga setuju dengan pendapat aku. lebih baik aku diam daripada dianggap aneh". Pemikiran bias tersebut sangat sering terjadi dan akhirnya menjadi penghambat kita untuk menunjukkan potensi yang maksimal. Â
Situasi lain yang lebih parah ketika menjadi pusat perhatian. Kognisi sosial mengontrol pikiran dan perilaku kita mengikuti situasi tempat dimana kita ada. Dampak dari kognisi sosial adalah mengarahkan perilaku agar sesuai dengan situasi sosial namun terkesan berpura-pura (tidak natural). Lalu bagaimana cara menghadapi kognisi sosial?