Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dan Terjadi Lagi, Bullying Merenggut Nyawa

27 September 2023   23:13 Diperbarui: 30 September 2023   00:13 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perundungan siswa di sekolah. Sumber: pexels/Mikhail Nilov

Tindakan perundungan yang terjadi di sekolah perlu menjadi perhatian khusus baik oleh tenaga pendidik maupun orangtua. Perundungan atau bullying rawan terjadi dalam pergaulan anak-anak kita. Berlindung dibalik kata bercanda, bullying tidak dianggap sebagai masalah serius. Padahal efek panjang terhadap korban perundungan bisa berlangsung sepanjang hidupnya. Perkataan atau perbuatan anak-anak yang dianggap sepele, ternyata bisa memberikan trauma emosional kepada seseorang.  

Pada tahun 2023, tercatat telah terjadi beberapa kasus bullying bahkan disebut-sebut seorang murid SD nekat bunuh diri. Dilansir dari CNN Indonesia, setelah diusut lebih dalam melalui warga sekitar tempat tinggal, dikatakan bahwa korban sering menangis setiap hari setelah pulang sekolah. Penyebabnya adalah korban dihina oleh teman-temannya karena tidak mempunyai Ayah.     

Memberikan pengetahuan tentang bahaya bullying ternyata tidak cukup sebagai tindakan pencegahan. Komponen afeksi seperti dukungan dari teman sebaya, mendapatkan pengakuan sosial, dan merasa power lebih tinggi atas orang lain menjadi faktor utama yang membuat perilaku bullying diulang terus-menerus. Disisi lain, korban bullying yang sering mendapatkan perlakuan buruk dari pelaku beresiko tidak mampu beradaptasi, merasa ditolak oleh teman sebaya, merasa dirinya tidak berharga, dan mengembangkan gambaran diri negatif. Oleh sebab itu, kerjasama dari keluarga dan sekolah dalam memberikan pendampingan emosional kepada korban dan pelaku perlu ditetapkan dengan serius.   

Penanganan terhadap kasus perundungan terlihat dari adanya perlindungan oleh KPAI dan Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak terhadap korban. Meskipun begitu, peran dari keluarga dan sekolah sebagai lingkungan terdekat anak jangan sampai kendor. Kondisi keluarga dan sekolah berkontribusi besar membentuk dunia anak. 

Photo by RDNE Stock project: https://www.pexels.com
Photo by RDNE Stock project: https://www.pexels.com

Bagaimana anak menilai dunianya, bergantung dari penerimaan dan sambutan hangat yang dia dapatkan dari lingkungan. Ketika anak merasa dunianya hancur, maka probabilitas ia menarik dan menutup diri dari lingkungan juga tinggi. Bahkan aktivitas sehari-harinya pun dapat terganggu seperti sulit fokus, rasa cemas berlebihan, rasa panik tanpa alasan jelas, rasa takut berlebihan, prestasi menurun, dan hilangnya motivasi hidup.  

Pendampingan kepada korban bullying sangat penting untuk mengembalikan rasa percaya diri, rasa percaya kepada orang lain, mengobati luka batin, meningkatkan rasa berharga pada dirinya sendiri, dan mengubah pandangan negatif tentang gambaran diri. Anak yang menjadi korban bullying di usianya yang relatif muda (usia SD) cenderung memiliki pola pikir konkret. 

Artinya, apa yang ia alami mencerminkan dirinya sendiri. Misalnya, "tidak ada yang mau berteman dengan saya. Berarti saya adalah orang yang buruk dan tidak pantas ditemenin". Bayangkan apabila mereka mendapatkan perlakuan sebaliknya dari lingkungan, tentu akan membentuk cara pandang yang positif terhadap diri dan lingkungannya. Orangtua dan guru perlu memahami bahwa anak belum memiliki pemahaman yang utuh tentang dirinya, sehingga sangat rentan terhadap stres dan depresi akibat dari perlakuan bullying.

Photo by RDNE Stock project from Pexels: https://www.pexels.com
Photo by RDNE Stock project from Pexels: https://www.pexels.com

Terjadinya perilaku bullying tidak bisa kita kontrol, tetapi bisa diantisipasi agar anak-anak kita tidak mudah kena mental. Berikut ini ada beberapa cara yang bisa orangtua dan sekolah lakukan untuk meningkatkan self-awareness anak agar tidak mudah terpuruk saat mengalami bullying :

1. Mengajak anak menemukan kelebihan dan kekuatan dirinya 

Setiap anak memiliki kelebihannya masing-masing. Mulai dari sifat-sifat positif, hobi, kemampuan lebih dalam pelajaran tertentu, keterampilan (skill), karakter unik, dan lain sebagainya. Mendorong anak untuk mencari tahu lebih dalam tentang dirinya. Kemudian membuat list kelebihan dan kekuatan diri akan membantu anak merasa memiliki power dan kontrol terhadap dirinya sendiri, sehingga tidak gampang menyerah ketika mengalami suatu masalah. 

2. Menyediakan waktu untuk anak berkeluh-kesah

Sama seperti manusia lainnya, anak-anak juga mengalami hari-hari berat di sekolah. Pelajaran sulit, guru yang tidak menyenangkan, pertengkaran dengan teman, dan tuntutan mengerjakan banyak tugas rumah adalah beberapa contohnya. Curhatan anak membantu mereka melepaskan emosi negatif dan peristiwa-peristiwa yang tanpa disadari membebani diri mereka.

Photo by cottonbro studio: https://www.pexels.com
Photo by cottonbro studio: https://www.pexels.com

3. Mendorong anak menemukan solusi

Permasalahan yang menurut orangtua dan guru tidak rumit, ternyata bagi anak sangat kompleks. Ada perasaan bersalah, gagal, kaget, dan bingung yang terlibat ketika terjadi suatu peristiwa yang belum pernah dialami sebelumnya. Reaksi emosi beragam dari anak menjadi pesan yang disampaikan kepada orangtua dan guru mengenai kesulitan yang ia alami. Oleh karena itu, orangtua dan guru dituntut peka terhadap pesan-pesan emosi tersebut. 

Ketika anak mampu menjelaskan permasalahannya, tugas orangtua dan guru selanjutnya adalah mendampingi mereka dengan cara mendorong inisiasi anak menyusun strategi atas penyelesaian masalah yang dihadapi. Pada akhirnya, diharapkan anak dapat bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri ketika tidak sedang didampingi oleh orangtua dan guru. 

Photo by RDNE Stock project: https://www.pexels.com/
Photo by RDNE Stock project: https://www.pexels.com/

Akhir kata, terjadinya perilaku bullying disebabkan oleh banyak faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan personal kepribadian pelaku. Oleh karena itu, penanganan terhadap pelaku bullying merupakan pekerjaan besar dan tidak berakhir hanya dalam beberapa waktu. Kontinuitas sosialisasi perilaku bullying perlu diikuti dengan penerapan peraturan yang tegas dan jelas, khususnya untuk anak dengan usia dibawa umur. Mengingat fakta yang terjadi di lapangan, kasus bullying banyak terjadi pada level pendidikan dasar. Sekian.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun