Hello Fun People..Â
Seru sekali membaca banyak opini tentang argumen Maudy Ayunda terkait dengan keinginannya menghapus metode pilihan ganda di masa depan jika ia menjadi Menteri Pendidikan. Pertama kali penulis membaca berita ini, bermula dari media X (burung biru twitter) yang diramaikan oleh ribuan komentar dan retweet dari para pengguna. Sebagian besar warga X menyatakan ketidaksetujuannya dengan pertimbangan bahwa ide kebijakan tersebut tidak seimbang dengan tenaga pendidik yang bertanggung jawab memberikan penilaian terhadap kira-kira 40 murid dalam satu kelas. Argumen lainnya, memihak kesejahteraan tenaga pendidik dengan membandingkan antara beban kerja guru yang bertambah, tetapi tidak ditunjang oleh besarnya gaji yang diperoleh.Â
Beda platform sosial media, berbeda pula perilakunya. Berdasarkan penelurusan penulis pada sosmed instagram, sebagian besar warganya sepakat dengan Maudy Ayunda. Mereka memposisikan diri sebagai murid yang menganggap metode pilihan ganda tidak efektif melatih kemampuan berpikir kritis dan analitis. Meskipun pilihan ganda menguntungkan bagi murid dalam hal efisiensi waktu dan pengambilan keputusan memilih jawaban, namun kekurangannya adalah membiasakan murid untuk menghafal tanpa melibatkan penjelasan mendalam tentang suatu konsep yang dipelajari.
Penulis sepakat dengan argumen-argumen diatas yang memiliki kesamaan yaitu curahan harapan terhadap implementasi program pendidikan yang lebih baik, dan pembaharuan tujuan belajar lebih kondusif dan progresif mengikuti tuntutan daya saing global. Namun, apa daya tangan tak sampai. Pada akhirnya berpulang kembali kepada keputusan regulasi Pemerintah. Sebagai pendidik, yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah elaborasi dan aplikasi metode belajar kreatif untuk menstimulasi rasa ingin tahu dan kreatifitas berpikir murid dalam menghadapi Era Society 5.0.Â
Tanggung jawab moral tenaga pendidik sangat besar terhadap keberhasilan para murid. Banyak aspek yang perlu dipikirkan sebelum merumuskan rancangan program belajar. Kehadiran kurikulum merdeka yang memberikan kebebasan kepada para penggerak pendidikan pun memiliki dampak negatif yaitu ancaman ketertinggalan bagi guru yang masih menganut gaya mengajar konvensional.
Pendidik bebas menerapkan metode belajar mengajar yang dinilai efektif menunjang potensi kesuksesan hasil belajar. Oleh sebabnya, pembaharuan terhadap metode belajar perlu dilakukan terus menerus karena tidak ada metode yang mutlak untuk menjawab ragam tuntutan belajar dari waktu ke waktu.
Pilihan ganda atau multiple choice pertama kali dikemukakan oleh Frederick J Kelly pada tahun 1914 dengan tujuan untuk menilai kemampuan murid memahami bacaan (bukan menghafal). Gambaran jelas bentuk soal yang diberikan berdasarkan konsep awal dari Frederick adalah sebagai berikut:Â
Contoh soal diatas sering kita temukan pada tes-tes terstandarisasi Internasional seperti TOEFL, IELTS, dan jenis tes bahasa lainnya. Jika dibandingkan dengan penerapan multiple choice dalam sistem pendidikan di Indonesia sepertinya belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan Bapak Frederick ya? Â
Melihat kebutuhan tujuan pendidikan Indonesia, pilihan ganda bukan hanya menjadi satu-satunya opsi menilai hasil belajar. Ilmu pasti seperti matematika, fisika, biologi, dan landasan dari ilmu terapan lainnya mungkin masih relevan apabila menggunakan pilihan ganda karena sifat jawabannya yang mutlak dan teruji. Sedangkan ilmu sosial seperti sosiologi, ekonomi, sejarah, geografi dan sejenisnya dirasakan tidak tepat jika hanya mengandalkan pilihan ganda sebagai satu-satunya standar penilaian. Mengingat penalaran ilmu sosial mengikuti situasi rill yang terjadi dalam masyarakat. Â
Korelasi metode pilihan ganda dengan karakter gen-zÂ
Banyak orangtua milenial dengan anak gen-z berpendapat bahwa anak-anaknya lebih pandai berargumen dan analitis terhadap situasi, sehingga sering terjadi perbedaan pendapat. Melihat karakter gen-z tersebut, maka penting bagi pendidikan untuk memfasilitasi cara berpikir dan penalaran agar lebih terarah sesuai dengan tujuan saat mereka terjun dalam masyarakat. Oleh karenanya, pilihan ganda perlu ditemani oleh alternatif penilaian lain.Â
Formula Rancangan Tujuan Belajar  Â
Sebelum merancang program penilaian belajar, pendidik perlu mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan stimulasi dengan tetap berpedoman pada tujuan belajar. Teknik dasar yang masih sangat perlu digunakan oleh pendidik adalah formula 5W1H :Â
- Who : siapa yang menjadi target ? Â
- What : apa target yang ingin dicapai?Â
- Where : dimana pelaksanaannya ?
- When : kapan target tercapai?
- Why : mengapa target perlu dicapai?
- How : bagaimana cara mencapai target?
Seberapa efektif pilihan ganda mengukur kemampuan murid berdasarkan level kognitifnya, afektif, dan psikomotor (taksonomi bloom). Apakah penerapan pilihan ganda sudah menjawab analisis kebutuhan berdasarkan 5W1H? Silahkan dijawab oleh masing-masing pendidik secara pribadi.Â
Pada akhirnya, pendidik bebas menggunakan metode bervariasi. Namun, ia harus dapat mempertanggungjawabkan bagaimana cara pelaksanaan metode yang digunakan, sehingga tujuan akhir hasil belajar tetap terpenuhi. Disisi lain, terbatasnya sumber daya dan fasilitas memungkinkan pilihan ganda masih menjadi salah satu alternatif pilihan. Pada kasus spesial ini, catatan bagi tim penyusun soal agar dapat menemukan variasi soal dan jawaban pilihan ganda yang tetap bisa menstimulasi kemampuan literasi dan pemahaman murid. Sekian. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H