Mohon tunggu...
Selly Mauren
Selly Mauren Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

Writing is my daily journal. Welcome to my little blog. Hope the articles will inspire all the readers.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Bromance: Akhiri Trauma Emosi Antar Generasi

11 Agustus 2023   17:45 Diperbarui: 11 Agustus 2023   17:54 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sih orangtua yang tidak ingin anak-anaknya memiliki hubungan yang sangat dekat? Melihat anak-anak akur, akrab, dan saling menyayangi adalah keinginan semua orangtua dan juga setiap kita yang memiliki saudara kandung. Sayangnya, tidak semua keluarga bisa mencapai tujuan tersebut namun bukan juga suatu kemustahilan bisa tercapai. Beberapa waktu lalu saya menemukan seorang konten kreator keluarga yang menunjukkan kedekatan emosional antar dua anak laki-laki remaja yang beranjak dewasa. Kemudian saya berpikir "mengapa bisa dua anak remaja yang bertumbuh dewasa merasa tidak malu menunjukkan afeksinya terhadap satu sama lain? Hal ini berbeda dengan yang apa yang terjadi di lingkungan saya". Kemudian saya memutuskan mengikuti konten-konten videonya dan ada satu keunikan yang saya peroleh yaitu komunikasi antara anak dan orangtua. 

Saya sudah sering melihat kedekatan antara saudara laki-laki dan perempuan yang membuat iri banyak orang karena anak laki-laki dinilai sebagai pelindung bagi saudara perempuannya. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki yang lebih dewasa atau lebih mudah dari saudarinya. Padahal di zaman sekarang penting bagi anak perempuan dibekali cara untuk melindungi dirinya sendiri. Namun, seberapa banyak kita bisa melihat kedekatan antara saudara laki-laki yang tidak malu untuk berpelukan dan menunjukkan rasa sayangnya? Saya pikir mungkin bisa dihitung dengan jari dan menjadi keunikan tersendiri. 

Fenomena ini dikenal dengan istilah bromance yaitu kedekatan emosional non-seksual antara laki-laki. Bromance dikaitkan erat dengan perilaku pertemanan yang tidak sungkan menampilkan rasa sayang kepada satu dengan yang lain. Bromance tidak hanya berlaku dalam hubungan pertemanan melainkan juga persaudaraan. Mungkin masih banyak diantara kita yang merasa aneh dan tidak nyaman dengan konsep tersebut. Wajar saja merasakan hal demikian karena perlakuan dari lingkungan budaya asli yang tidak mewajarkan laki-laki untuk bebas mengekspresikan emosinya. Salah satu contoh adalah perlakukan kepada anak perempuan dan laki-laki yang dimulai dari dalam keluarga. Misalnya, anak perempuan yang sedang menangis sering dianggap masalah besar bagi orangtua. Respon umum orangtua adalah langsung memeluk dan menenangkan putrinya. Sedangkan jika hal yang sama terjadi pada anak laki-laki, malah didorong untuk tidak boleh menangis serta dianggap sepele emosi sedihnya dengan kata-kata "gituh aja kok nangis. cengeng kamu".

Seperti yang kita tahu, terdapat perbedaan besar antara laki-laki dan perempuan dalam hal mengekspresikan afeksi baik melalui kata dan perilaku. Jika hal tersebut dilakukan oleh perempuan lebih dapat diterima dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan fenomena sosial ini, pandangan terhadap laki-laki yang merasa ditolak saat menunjukkan sisi femininnya yang emosional perlu dihilangkan. Hal ini dapat dimulai dari dalam keluarga sebagai lingkungan utama pertumbuhan anak. 

Bagaimana caranya? Membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi anak laki-laki untuk mengekspresikan emosi serta membuatnya merasa aman dan nyaman secara emosional. Triknya adalah dengan menambah pengalaman emosionalnya sebagai topik pembicaraan harian disamping topik menyenangkan seperti hobi, otomotif, olahraga, dan lain sebagainya. Trik lain adalah validasi perasaan anak tanpa menjustifikasi. 

Sudah saatnya kita mengganti budaya "laki-laki lemah mudah menangis" dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasakan berbagai emosi yang sering dikonotasikan "feminin". Stereotipe ini perlu dihilangkan karena telah menjadi trauma intergenerasi dari waktu ke waktu. Hal ini sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kepedulian kesehatan mental khususnya pada anak dan remaja. 

"Kan, anak saya masih bisa curhat ke teman-temannya. Nanti saja dia akan cerita kalau dia ingin"

Ada benarnya juga memberikan waktu kepada anak laki-laki remaja anda hingga ia siap untuk berbicara. Namun, orangtua juga diharapkan proaktif memberikan perhatian dan menunjukkan kepedulian kepada anak tanpa memaksanya untuk bicara. Setidaknya memberikan garansi bahwa orangtua akan selalu siap untuk mendengarkan jika ia butuh diskusi. Beberapa orangtua teman lelaki saya cenderung bertanya tentang apa saja yang diceritakan oleh anaknya kala mengobrol. Tidak jarang saya menyarankan kepada beliau agar membuka komunikasi dengan anaknya sendiri, meskipun tidak mudah untuk dilakukan khususnya saat anak sudah beranjak remaja. Tak jarang kebanyakan dari orangtua juga sudah kehabisan cara untuk memperbaiki komunikasi dengan anaknya. Hal ini juga membuktikan sulitnya keterbukaan anak laki-laki dalam keluarga.  

Perilaku lain yang dianggap biasa tetapi mengandung nilai bromance salah satunya adalah mengajak saudara bergabung dalam kelompok sosial yang sama seperti circle pertemanan, komunitas, dan lain sebagainya. Lingkungan pergaulan yang sama cenderung akan meningkatkan kedekatan anak dan memudahkan orangtua untuk mengontrol secara minimal. Meskipun topik pembicaraan antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun tetap terjalin kedekatan emosional. Bedanya sesama wanita lebih luwes menampilkan kedekatan emosionalnya dibandingkan laki-laki yang sering mengalami kebingungan. Mereka tahu apa yang harus dilakukan hanya saja tidak tahu bagaimana caranya. Contoh sederhana, membicarakan perubahan mood lebih cenderung terjadi dalam lingkungan pergaulan perempuan dibandingkan laki-laki yang menganggap hal tersebut "wajar terjadi nanti juga hilang sendiri". 

Kesimpulannya, penting bagi keluarga untuk menjadi lingkungan pertama yang mengajarkan kepada anak laki-laki cara mengekspresikan dan menerima apapun perasaannya. Anak yang merasa nyaman dan aman secara emosional, cenderung akan turut merasakan keamanan dan kenyamanan ketika ia masuk ke lingkungan baru. Khususnya bagi anak laki-laki, orangtua perlu berusaha ekstra untuk memberikan keamanan emosional kepada mereka. Dalam hal ini, peran ayah menjadi figur penting yang memberi contoh cara mengekspresikan dan menerima perasaan sendiri secara dewasa. Sedangkan, hubungan emosional dengan ibu termasuk didalamnya membiasakan komunikasi menggunakan kata-kata perasaan akan membuat anak lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya. Selain itu, mulai belajar untuk mengurangi tuntutan stereotipikal seperti anak laki-laki harus kuat, harus mengalah terhadap perempuan, tidak boleh takut, pemberani, dan lain sebagainya. 

Terakhir ada sebuah kutipan dari petarung UFC, Paddy Pimblett yang berduka karena kehilangan sahabatnya :

 “There’s a stigma in this world that men can’t talk. Listen. If you’re a man and you got weight on your shoulders and you think the only way you can solve it is by killing yourself. Please speak to someone. Speak to anyone. I know I’d rather my mate rather cry on my shoulder than go to his funeral next week. So please. Let’s get rid of this stigma. And men, start talking” - Paddy Pimblett

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun