Sekolah adalah sebuah lembaga pendidikan dipercaya orangtua sebagai tempat layanan ilmu pengetahuan yang membantu anak meraih masa depan terbaik. Sekolah mengajarkan banyak hal pada umumnya terbagi atas ilmu akademik dan non-akademik. 12 tahun  mengenyam pendidikan formal dan yang saya dapatkan adalah belajar tanpa henti mendapatkan ranking serta nilai yang bagus sebagai penentu diterima pada jenjang pendidikan lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu, terbentuk pola pikir untuk harus mendapatkan nilai kelulusan yang tinggi supaya dibanggakan. Disaat dewasa baru lah disadari bahwa dunia tidak hanya sekedar mendapatkan nilai tertinggi. Berikut ini adalah beberapa hal yang tidak diajari di sekolah berdasarkan pengalaman saya:Â
1. Thinking Skill
Berkaitan dengan latihan pengambilan keputusan termasuk proses mempertimbangkan manfaat dan kerugian yang diperoleh. Thinking skill diperlukan sejak dini guna mempersiapkan anak mandiri di dunia perkuliahan bahkan dunia kerja. Sekolah dapat menerapkan sistem projek sederhana pada anak sesuai perkembangannya untuk stimulasi kemampuan berpikir kompleks.Â
Misalnya, jenjang SD diberikan projek berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti merencanakan jadwal harian berdasarkan skala prioritas, merancang menu makan siang dengan mempertimbangkan unsur nutrisi 4 sehat 5 sempurna dll. Pada jenjang SMP dan SMA diberikan projek yang berkaitan dengan kegiatan sosial di masyarakat. Murid pada usia SMP dan SMA sudah tiba pada tahap perkembangan yang butuh diberikan kesempatan dan kepercayaan lebih untuk merancang dan menentukan sendiri bagaimana ia akan belajar daripada sekedar duduk mendengar di dalam kelas. Â
2. Emotional Skill
Sekolah perlu mengajarkan para murid mengenali dan mengelola perasaan mereka sendiri. Mengapa? Banyak penelitian psikologi yang mengukur lemahnya emotional coping terhadap tingginya perilaku berisiko termasuk kriminalitas. Tidak heran jika terjadinya perilaku menyimpang pada murid dan atau pendidik dalam lembaga pendidikan karena kecerdasan emosional yang rendah.
 Sebagai lembaga perlu memahami bahwa kondisi psikologis pendidik dan murid sangat berpengaruh pada performanya di sekolah seperti sulit konsentrasi, berperilaku menentang aturan, kecemasan berlebihan menjelang ujian, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penting mempromosikan pengembangan keterampilan kecerdasan emosional diiutamakan kepada pendidik melalui program pelatihan terpadu. Pentingnya emotional skill dalam layanan pendidikan karakter dapat anda baca pada tulisan saya beberapa waktu lalu.Â
3. Survival Skill
Di bayangan anda seperti melatih anak bertahan hidup di tengah hutan? Tenang, bukan itu yang dimaksudkan. Skill bertahan hidup bukan hanya tentang makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Lebih daripada itu, menitikberatkan pada kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (problem solving). Mungkin banyak orangtua yang mempertimbangkan anaknya masuk di sekolah formal untuk melatihnya bersosialisasi. Namun, sang anak akan kebingungan ketika tidak diajarkan panduan berteman dengan orang lain. Misalnya diawali dengan salaman, memperkenalkan diri, menanyakan nama, dan lain sebagainya.Â
Contoh nyata yang banyak terjadi dimana-mana yaitu perilaku bullying adalah dampak dari ketidaktahuan anak bagaimana caranya berteman dan mempertahankan diri dalam lingkungan pergaulan. Masalah lain yang dilaporkan sering dihadapi oleh murid adalah manajemen waktu dan prokastinasi dimana dapat terus berlanjut dalam dunia kerja jika tidak diatasi dari sekarang. Keterampilan bertahan hidup ini umumnya adalah bentuk konflik dalam diri murid sehingga peran sekolah dan pendidik dibutuhkan untuk membantu mereka mengatasi krisis tersebut. Silahkan baca kembali ulasan saya tentang 4 kunci mendisiplinkan anak.Â
4. Knowing "Me As Self"
Seorang ahli Educational Psychologist dari Integrity Development Flexibility (IDF), Irene Guntur menjelaskan data sebanyak 87 persen mahasiswa di Indonesia salah jurusan. Mari kita telusuri ke belakang. Tidak hanya salah jurusan, banyak mahasiswa juga mengalami kebingungan akan pilihan hidupnya setelah menyelesaikan SMA. Akibatnya, kuliah adalah pilihan terakhir yang diambil agar tetap produktif atau sekedar menuruti keinginan orangtua. Sangat disayangkan bukan? Menghabiskan banyak energi dari sisi mental, materi, dan waktu namun hasilnya tidak sebanding. Ijazah tanpa skill rasanya kurang meyakinkan untuk berkarir di dunia persaingan kerja di era sekarang.Â
Oleh karena itu, penting sekolah mengutamakan fokusnya untuk membantu anak mendalami dirinya sendiri. Mengenali potensi, minat dan bakatnya secara personal. Usaha sekolah yang patut diacungi jempol dengan pengadaan psikotes minat dan bakat. Asalkan diikuti dengan proses lanjutan bimbingan dan konseling tentang rencana karir ke depan. Tahap negosiasi antara murid, sekolah, dan orangtua terkait keputusan pribadi murid terhadap masa depannya. Misalnya, "apa minat dan passion-nya dalam bidang pekerjaan?; program jurusan apa yang akan dipilih saat kuliah?; pilihan pekerjaan yang mungkin dijalani di masa depan?; bahkan sampai keputusan melanjutkan kuliah atau tidak" adalah sebagian contoh dari sekian banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk masa depannya.
Kesimpulannya, fungsi sekolah bukan hanya pencetak nilai akhir dalam ijazah. Namun, mempersiapkan anak dan para murid menghadapi dunia yang sebenarnya adalah yang seharusnya dijalankan. Oleh sebab itu, dibutuhkan kerjasama sukarela dari orangtua dan pendidik sebagai support system yang mempersiapkan jalur masa depan anak. Melatih 4 keterampilan dasar yang telah dipaparkan di atas bukanlah hal yang mudah. Sudah pasti akan ada banyak tantangan yang menjadi bagian cerita dalam perjalanan karir sebagai seorang pendidik. Diharapkan Pemerintah dapat membentuk suatu sistem kurikulum yang mengimplementasikan 4 skill tersebut. Selain itu, Pemerintah perlu mempertimbangkan kesejahteraan pendidik dengan memberikan reward sebanding dengan pelayanan yang diberikan.Â
Akhir kata, terima kasih saya sampaikan kepada para pendidik yang bertanggungjawab dan berintegritas menjalankan tugasnya. Salam hangat dari alumni 3 sekolah dan 1 sekolah tinggi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H