Mohon tunggu...
Selly L.
Selly L. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi

Seseorang yang sangat suka belajar hal-hal baru. Selain itu, sangat mencintai hal-hal yang berkaitan dengan film, novel, BlackPink, psikologi dan pengembangan diri.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Dampak Negatif Tindakan Emotional Abuse terhadap Masa Depan Anak

9 November 2022   20:37 Diperbarui: 14 Januari 2025   02:30 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: huffingtonpost.co.uk

Selama masa periode awal anak, perkembangan yang dialami anak akan sangat tergantung pada pola asuh yang diterapkan orang tua. Anak diibaratkan sebagai kertas putih yang bersih. Orang tualah yang menggambarkan lukisan dengan warna warni tinta kehidupan. Setiap tindakan yang diberikan orang tua pada anak di periode tersebut, menjadi suatu pondasi utama dari tumbuh kembangnya di masa mendatang, baik secara fisik maupun psikologi (Tempo, 2022).

Ketika berbicara mengenai masa periode awal, banyak ahli yang mengatakan bahwa usia 5 tahun pertama merupakan masa yang sangat penting bagi anak. Peneliti menyebutkan masa itu sebagai masa golden age. Dimana disebutkan bahwa pada masa itu, berbagai kemampuan yang ada di diri manusia berkembang sangat pesat. Seperti perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosional, bahasa, dan sosial (Khaironi, 2018). Maka dari itu, kasih sayang dan perhatian dari orang tua sangat dibutuhkan sang anak di masa tersebut. Namun, alih-alih mendapatkan kasih sayang, beberapa anak malah mendapatkan kekerasan dari orang tuanya. 

Perlu diketahui bahwa ada 4 bentuk kekerasan yang bisa terjadi pada anak, yaitu emotional abuse (kekerasan emosional), verbal abuse (kekerasan verbal), physical abuse (kekerasan fisik), dan sexual abuse (kekerasan seksual) (Suteja & Ulum, 2019). 

Fakta membuktikan, bahwa berdasarkan laporan yang masuk ke SIMPONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) tahun 2021, tercatat ada 5.573 kasus kekerasan pada anak yang berusia 0-5 tahun. 

Kemudian berdasarkan hasil dari laporan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), ada tercatat 5.953 kasus kekerasan terhadap anak pada tahun 2021. Dari berbagai jenis kekerasan pada anak, emotional abuse termasuk ke dalam jenis kekerasan yang paling sedikit tercatat. 

Sebenarnya jenis kekerasan ini tidak sesedikit yang tercatat, namun jenis kekerasan ini sulit diidentifikasi dan hanya sedikit yang sadar. Dimana biasanya anak-anak yang berada dibawah usia 18 tahun masih dalam pengawasan orang tua. Karena itulah, orang di luar lingkungan keluarga sulit untuk mengidentifikasi apakah seorang anak mengalami kekerasan emosional atau tidak.

Apa Sih Emotional Abuse Itu?

Sumber: motherandbeyond.id
Sumber: motherandbeyond.id

Kekerasan emosional atau emotional abuse merupakan suatu tindakan, pola perilaku ataupun perkataan dari orang tua kepada anaknya, yang mana memiliki dampak negatif terhadap perkembangan emosional sang anak. Bentuk kekerasan emosional ini antara lain seperti:

  • Menghina ataupun memberi label negatif pada anak

  • Penolakkan keras tanpa alasan,

  • Pertengkaran yang dilakukan di hadapan anak

  • Pengancaman hingga anak ketakutan

  • Berkata-kata kasar terhadap pasangan ataupun anak,

  • Memojokkan anak dalam suatu permasalahan,

  • Mengeksploitasi anak

Tindakan kekerasan emosional biasa sering terjadi, namun jarang disadari oleh pelaku maupun sang korban. Seringkali orang tua tidak sadar bahwa tindakan yang dilakukannya akan memberikan berdampak negatif pada masa depan sang anak (Sugijokanto, 2014). 

Mereka menganggap bahwa tindakan itu adalah hal yang biasa dan malah patut dilakukan. Hal ini bisa terjadi karena mereka menganggapnya sebagai pembelajaran agar anak dapat mengerti tentang suatu hal. 

Padahal itu merupakan hal yang sangat tidak patut dicontoh dan juga dilarang. Karena dampak yang dirasakan individu dari tindakan emotional abuse itu, dapat berlangsung disaat itu juga ataupun akan baru terlihat di masa depan.

Dampak - Dampak Negatif dari Tindakan Emotional Abuse

  • Kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain

Sumber: hipwee.com
Sumber: hipwee.com

Orang yang mengalami emotional abuse, seringkali ketakutan ketika berada di situasi dimana dirinya harus bersosialisasi. Hal ini disebabkan karena dirinya kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain. Maka tak jarang mereka akan lebih memilih untuk menghindari keramaian. Faktanya, rasa takut dan perilaku menghindar ini merupakan salah satu pertanda anxiety disorder. 

Oleh karena itu, anak yang pernah mengalami emotional abuse sering dikaitkan dengan social anxiety disorder. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Gibb et al., (2007), dimana ia menemukan fakta bahwa bila dibandingkan dengan pelecehan fisik atau pelecehan seksual di masa kanak-kanak, anxiety disorder yang dirasakan pasiennya sangat dipengaruhi emotional abuse. 

  • Mengalami trust issue, sehingga sulit membangun hubungan dengan orang lain

Sumber: austinanxiety.com
Sumber: austinanxiety.com

Kekerasan emosional yang anak rasakan sejak kecil, akan memiliki efek jangka panjang yang merugikan pada kesehatan mental. Dimana saat ia dewasa, anak yang mengalami emotional abuse ini akan memiliki trust issue atau bisa dikatakan sulit percaya pada orang lain. Hal inilah yang membuat ia takut dan ragu untuk mulai membangun hubungan dengan orang lain (Koizumi & Takagishi, 2014).

  • Kesulitan memprediksi konsekuensi dari tindakan yang ia lakukan 

Sumber: gottadotherighthing.com
Sumber: gottadotherighthing.com

Masten et al., (2008) menyebutkan bahwa individu yang mengalami emotional abuse, akan waspada secara berlebihan jika mereka merasa ada suatu ancaman. 

Misalnya, anak-anak ini mungkin akan lebih sensitif terhadap orang maupun pelaku kekerasan yang sedang marah dan ketika sadar akan bahaya, bisa saja ia akan langsung ketakutan dan mungkin bertindak agresif terhadap orang–orang di sekitarnya. 

Hal ini dikarenakan mereka memiliki kepekaan yang tinggi, dimana dapat membantu mereka dalam mengidentifikasi ancaman dengan cepat. Oleh karena itu, individu memiliki potensi untuk melakukan suatu tindakan tanpa dipikirkan dahulu konsekuensi yang akan terjadi.

  • Kesulitan mengatur dan meregulasi emosi

Sumber: poskata.com
Sumber: poskata.com

Mengingat peran penting dalam hubungan orang tua dan anak dalam pengembangan regulasi emosi, orang tua yang melakukan emotional abuse dapat mengakibatkan perkembangan penyimpangan pola regulasi emosi (Teisl & Cicchetti, 2008). 

Pada masa anak- anak, tindakan emotional abuse yang sering dilakukan orang tua adalah anak-anak disuruh menahan perasaan yang sebenarnya baru saja hendak mereka pahami.  Maka dari itu, tak jarang anak mengalami berbagai masalah dalam mengatur dan meregulasi emosinya. Misalnya ia akan pura-pura bahagia padahal dirinya sedang sedih.

Berdasarkan penjelasan - penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa emotional abuse adalah suatu tindakan, pola perilaku maupun perkataan dari orang tua kepada anaknya, yang memiliki dampak negatif terhadap perkembangan emosional anak.

Untuk itu, sangat penting bagi orang tua untuk mempelajari lebih lanjut bentuk-bentuk emotional abuse. Seperti yang sudah dikatakan tadi, terkadang pelaku maupun korban tidak sadar ketika mereka mengalami emotional abuse. Padahal tindakan itu sangat merugikan sang anak. 

Maka orang tua harus menghindari tindakan-tindakan yang mengarah ke emotional abuse. Orang tua harus dapat memberikan kasih sayang maupun perhatian yang cukup, menghindari perkelahian di depan anak, mendorong anak kearah yang positif, maupun peduli mengenai permasalahan yang dihadapi anaknya. 

Orang tua juga bisa mengajak anak berdiskusi ataupun memberi saran apabila anak butuh bantuan mengenai suatu permasalahan. Hal ini dilakukan agar hubungan orang tua dan anak terjalin dengan baik, sehingga kesehatan mental anak pun terjaga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun