Mohon tunggu...
Selly Fitriyani Wahyu
Selly Fitriyani Wahyu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student of Padjajaran University

A journalism undergraduate student who is interested in the creative industry and education matters. She does her best to any projects or work that involves her. Her vision is to raise education awareness and support others to achieve their dreams. She believes her ability to collaborate creativity, human resources, and social media optimization can make her visions come true in every little step.

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Beauty Has No Gender: Produk Lokal Harus Inklusif!

27 Desember 2022   10:51 Diperbarui: 27 Desember 2022   11:24 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Paul Tuller

"Cowok yang pake makeup banci! Gak jantan!" ujar lelaki seksis yang masih berpegang teguh pada konsep maskulinitas beracun.

Tak dipungkiri pria metroseksual masih kalut dirundung hanya karena menggunakan makeup. Mirisnya, sebutan "plastik", "banci", dan "ngondek" kerap kali harus ditelan pahit oleh pria yang menyenangi dunia kecantikan. Kendati demikian, belakangan ini perusahaan kosmetik Indonesia mulai gencar mengkampanyekan perihal konsep genderless beauty. Merek kosmetik lokal kian mendobrak stigma dengan menggandeng pria sebagai model produknya. Dear Me Beauty dan Somethinc menjadi contoh brand yang marak menyebarkan edukasi bahwa kosmetik inklusif bagi semua gender. Lantas sudah seberapa sadarkah produk kecantikan lokal dalam menyerukan tren #BeautyHasNoGender?

Produk Kecantikan Itu Genderless

Sejak era Mesir Kuno, kosmetik sudah ditempeli label feminin. Oleh karenanya, penggunaan kosmetik pada pria hanya akan menjadikannya bulan-bulanan oleh sekelompok orang yang tergabung ke dalam anti metroseksual. Hal ini sejalan dengan kilas historisnya, yakni bertepatan pada saat Revolusi Industri sedang berlangsung dan mulai menggencarkan strategi kapitalisme. Dalam hal ini, kapitalisme telah mensubordinasi wanita untuk mengkonsumsi produk kapitalis secara impulsif. Kondisi ini dipertegas dengan iklan-iklan kosmetik yang memunculkan wanita sebagai subjek persuasi sekaligus citra produk. Persepsi masyarakat kemudian dikonstruksi pada pandangan bahwa kosmetik hanya ditujukan untuk wanita. Pemikiran tersebut kian berkembang dan mencetuskan sebutan "metroseksual" bagi pria yang pandai merawat penampilan diri.

Stigma negatif pada pria metroseksual mulai bermunculan akibat minimnya pemahaman konsep merawat diri berlaku untuk setiap gender. Pria metroseksual mendapatkan sorotan negatif berupa pelabelan disforia gender, feminim, dan disorientasi seksual. Selain itu, maskulinitas beracun masih dilanggengkan dalam dunia industri oleh beberapa jenama (brand) kecantikan. Umumnya, produk kecantikan yang dipasarkan ke masyarakat masih bias gender. Warna tertentu diasosiasikan dengan gender tertentu, seperti biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan.

Seiring dengan kebebasan manusia untuk berekspresi, masyarakat mulai menerima penggunaan makeup dan skincare di kalangan pria. Melansir hasil Survei Magdalene, Juni 2022 lalu, sebanyak 99,6 persen (724 orang dari 727 responden) setuju dan menganggap wajar pria menggunakan skincare dan makeup. Kendati penggunaan kosmetik dan produk perawatan tubuh sudah diterima di lingkup masyarakat urban, beberapa jenama (brand) masih mengusung teknik pemasaran berlandaskan gender (bias gender marketing). Konsep pemasaran tersebut dinilai telah membentuk persepsi bahwa produk skincare dan makeup tidak inklusif, bahkan bertendensi menjadikan penggunaannya pada pria akan membuatnya terlihat feminim. Pengemasan produk yang dinilai feminim, menimbulkan rasa segan pada pria untuk membeli ataupun menggunakan produk yang sesuai.

Seolah lepas dari belenggu yang menjerat, gebrakan feminis untuk memandang pria metroseksual sebagai inovasi maskulinitas pun muncul. Genderless beauty kemudian kembali dipopulerkan brand skincare dan makeup dengan menghadirkan pria sebagai modelnya. Sederet nama brand kosmetik lokal sudah giat mengkampanyekan #BeautyHasNoGender dengan menggaet banyak beauty vlogger dan model pria untuk mengenalkan produk kecantikan. Nama brand lokal seperti Dear Me Beauty, BLP Beauty, Rollover-Reaction, Somethinc, dan Mad for Makeup sudah mencuri garis start untuk menciptakan branding produk yang genderless.

Tidak Melulu Tampil Feminin, Kosmetik Justru Tambah Maskulinitas Pria

Foto: Instagram Dear Me Beauty
Foto: Instagram Dear Me Beauty

Produk kosmetik yang sempat dikotak-kotakan gender mulai menemukan titik terangnya dengan adanya gerakan genderless beauty.  Banyak produk lokal yang akhirnya menyusul tren desain produk yang terkesan genderless beauty. Dear Me Beauty selaku perusahaan produk lokal yang popular karena sering berkolaborasi dengan FnB ini, kembali mengejutkan publik. Pasalnya, produk Airy Poreless Fluid Foundation dengan shade W03 Golden Sand menghadirkan pria paruh baya sebagai modelnya. Dear Me Beauty menyanggah stigma pria yang menggunakan makeup hanya akan memberikan after look feminin. Sebaliknya, tidak terlihat feminin, modelnya tersebut justru tambah berkarisma setelah menggunakan foundation tersebut. Dear Me Beauty kemudian sempat ramai diperbincangkan di jagat maya dan tuai pujian atas kejutannya dalam perilisan produk kecantikan tersebut.

Produk Lokal Harus Terapkan Gender Neutral Marketing  

Monica McClure, copywriter Oracle Marketing, membeberkan rahasia dari produk kosmetik yang digandrungi semua orang. Generasi Z yang lebih dahulu menerima keterbukaan Beauty Has No Gender atau konsep genderless beauty ini menggeser adanya persepsi segmentasi produk kecantikan berdasarkan norma gender konvensional yang alot. "Bahasa netral gender lebih memberi kesan merangkul, daripada teknik pemasaran yang hanya menyasar pada penggunaan kata non-tunggal," ungkap Biro Iklan Bigeye yang mendukung kesetaraan gender non biner.

Munculnya fenomena gender neutral marketing berdampak besar pada pelabelan gender biner pada produk kosmetik. Oleh karena hal tersebut, diperlukan upaya atau dorongan berupa kampanye media sosial kreatif agar produk kecantikan dapat inklusif bagi setiap gender (gender neutral marketing). Namun, kampanye ini memerlukan power yang kuat. Dalam hal ini, perusahaan produk kecantikan berperan krusial dalam mempropagandakan Beauty Has No Gender dan konsep genderless beauty. Desain kemasan produk yang netral gender mampu memutus pembatasan pembelian yang didasarkan pada gender. Selain itu, pengenalan produk dengan mengusung pria sebagai modelnya diharapkan mampu merealisasikan konvergensi maskulinitas dan femininitas, terutama di bidang kecantikan.

Tidak hanya perusahaan produk lokal yang bergerak, tetapi perlu ada kebiasaan yang diturunkan dalam kehidupan sosial masyarakat terkait Beauty Has No Gender. Masih minimnya pemahaman dalam menanggapi fenomena pria metroseksual yang kian menggurita, membuat segelintir masyarakat gelap mata. Lontaran makian serta pandangan seksis masih menjamur baik di dunia internet maupun realita. Oleh karenanya, publik harus lebih terbuka dalam keterbaruan ini dan menerima eksistensi setiap pria metroseksual tanpa cepat-cepat berspekulasi ataupun menghakimi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun