Elfa juga membagikan respons seperti apa yang ingin ia dapatkan ketika ia nantii bisa mengungkapkan perasaannya kepada orang lain. "Responnya, sih kalau bisa yang tetap menguatkan dan encourage aku untuk terus maju ke depannya. Di sisi lain, menurut aku action speaks louder than words," jelas Elfa.
Meskipun ia belum bisa menemukan seseorang yang pantas untuk mendengarkan cerita-cerita dan perasaannya, ia sudah memiliki bayangan respons seperti apa yang akan ia keluarkan jika menjadi orang yang dipercayai oleh teman-temannya. "Tergantung value dan ada indikatornya, tetapi bakalan tetep aku bantu kok, bakalan ngobrol, tapi harus cuman berdua dan serius," ujarnya.
Ketika berbicara soal bagaimana orang melihat dia, Elfa bercerita bagaimana ia adalah seseorang yang mudah bergaul dengan siapa saja dan bisa berteman dengan siapa saja. Ia berada dalam banyak lingkaran pertemanan. Namun, dari semua orang yang ia kenal, tidak ada satupun yang ia anggap sebagai orang yang pantas untuk ia jadikan tempat bercerita. "Ada yang penasaran dan akhirnya nanya, tapi aku tutup-tutupin," jelasnya perihal apakah ada yang penah bertanya-tanya tentang perasaannya. Ia tidak yakin apakah temannya itu percaya atau tidak, tetapi ia tidak pernah membiarkan orang lain tahu tentang perasaannya.
Elfa mengatakan bahwa menurutnya, mengekspresikan perasaan diri adalah hal yang baik dan bagus untuk kesehatan mental. Namun, mungkin bagi kebanyakan lelaki, termasuk dirinya sendiri, masih memilih untuk tetap terlihat kuat dan memendam perasaan sendiri. Kendati mengetahui tidak baik menekan perasaan, Elfa tetap melakukannya. Hal tersebut karena ia sudah telanjur tidak percaya dengan orang lain dan segan bercerita.
Secara singkat, Elfa memang menjadi sosok yang terlihat amat sangat maskulin di hadapan teman-temannya. Namun, besar kemungkinan orang di sekitarnya tidak tahu persis sosok seperti apa Elfa. Ekspektasi respons menjadi masalah utama Elfa enggan berkeluh kesah. Visualisasi maskulinitas yang identik dengan kuat mendorongnya untuk tetap terlihat tangguh. Efek panjangnya, Elfa menjadi tertutup dan mendorong masalah-masalah lainnya muncul
Konsekuensi dan Ekspektasi Masyarakat Harus Dikurangi
Ketika manusia terbiasa menumpuk perasaan atau emosi mereka, mereka akan sulit mengekspresikan diri mereka sendiri. Mereka tidak akan mencari bantuan dan membiarkannya. Hal terburuk yang mungkin terjadi dari perilaku seperti adalah depresi dan berakhir pada bunuh diri. Dampak negatif ini berlaku untuk pria dan wanita, sehingga dengan meremehkan perasaan seseorang, khususnya pria, mereka akan memiliki kecenderungan untuk lebih tertutup dan mencoba terlihat keren karena tahu perasaan dan emosinya yang menunjukkan karakteristik "feminin" tidak akan divalidasi oleh orang lain.
Masyarakat harus tahu bahwa memiliki perasaan dan emosi adalah hal yang wajar bagi manusia, termasuk juga lelaki. Ekspektasi masyarakat terhadap lelaki bahwa mereka harus terlihat maskulin hanya karena mereka lelaki dan tidak boleh berasosiasi dengan sifat yang punya asosiasi dengan "feminin" adalah hal yang sepatutnya mulai dikurangi. Mengungkapkan perasaan atau emosi adalah hal yang wajar dan siapapun berhak melakukannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H