Mohon tunggu...
Selly Ernawati
Selly Ernawati Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UIN Maliki Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Makna Sebuah Kata

12 November 2014   22:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:57 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Manusia mengetahui banyak sekali kata yang berbeda yang tersimpan dalam kamus verbal kita yang biasa disebut leksikon yang sebagian besar kata tersebut dapat kita pahami dan secara konstan dapat bertambah secara terus menerus, karena bahasa memiliki hakikat yang dinamis.

Struktur dan bahasa
Struktur dan bahasa merupakan sebuah area yang tak kalah pentingnya yang berkaitan dengan kata-kata. Struktur dan bahasa mengatur sebuah kata-kata yang kita miliki sehingga bisa menjadi kata-kata yang sempurna dan mempunyai makna. Seperti contoh, kita mempunyai kata-kata (bola-adik-bermain), tentu apabila kita hanya mempunyai kata-kata tapi tidak mempunyai strukur dan bahasa, kata-kata tersebut akan tetap seperti itu dan tidak mempunyai makna apa-apa bahkan terdengar aneh bila dibaca. Sedangkan apabila kita memahami tentang struktur dan bahasa, tentu kita bisa mengubahnya berdasarkan strukur yang tepat, seperti urutan S-P-O. Kita cari mana subjeknya (Adik misalnya) kemudian predikat (bermain) dan objek (bola), jadi kalo disusun berdasarkan S-P-O jadinya “adik bermain bola”. Jika seperti itu kan lebih terdengar enak bila dibaca dan mempunyai sebuah makna yaitu “adik main bola” entah bola basket, voli, bekel atau yang lainnya.

Dasar neurologis bagi bahasa
Salah satu analisis ilmiah paling awal terhadap bahasa melibatkan sebuah studi kasus klinis pada tahun 1861. Saat itu, seorang dokter bedah Perancis yang masih berusia muda bernama Paul Broca melakukan observasi terhadap seorang pasien yang mengalami paralisis di sebelah sisi tubuhnya, yang sekaligus mengalami hilangnya kemampuan berbicara sebagai akibat kerusakan neurologis. Tanpa adanya teknologi pencitraan modern, para dokter pada masa itu hanya mampu melakukan pembedahan postmortem (pascakematian). Dalam pembedahan tersebut, Broca menemukan cedera di bagian lobus frontalis kiri otak pasien, sebuah area yang selanjutnya dikenal sebagai area Broca. Studi-studi selanjutnya mendukung area Broca bahwa area frontal kiri memang terlibat dalam kemampuan berbicara.
Pada tahun 1875, Carl Wernicke, dalam sebuah studi kasus klinis yang lain, menemukan suatu cedera di lobus temporalis kiri yang mempengaruhi pemrosesan bahasa, namun dampak pemrosesan tersebut berbeda dengan kerusakan yang ditimbulkan akibat cedera di area Broca. Area Broca terlibat dalam produksi bahasa sedangkan area Wernicke terlibat dalam pemahaman bahasa. Kerusakan di area Wernicke mengurangi kemampuan pasien yang bersangkutan untuk memahami kata-kata lisan dan tulisan, namun pasien tersebut masih mampu berbicara secara normal. Dengan kata lain, orang-orang yang mengalami kerusakan di area Wernicke masih mampu berbicara dengan lancar namun tidak mampu memahami ucapan orang lain.
Perbedaan dalam dua kasus tersebut yakni, dalam kasusnya Broca pasien mengalami kesulitan dalam kemampuan berbicara dan kasus dari Wernicke mngengalami kesulitan memahami ucapan orang lain.  Dari dua kasus tersebut juga kita dapat menyimpulkan bahwa area neurologi sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun