Mohon tunggu...
Haruko Aya (はるこ あや)
Haruko Aya (はるこ あや) Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

意志あるところに道はある。 Ishi aru tokoro ni michi wa aru. ‘Dimana ada kemauan, disitu ada jalan' できると信じています。 Dekiru to shinjite imasu. ‘Aku percaya aku bisa' 頑張って Ganbatte. 'Semangat'

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berkat Ayah

22 September 2014   02:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:00 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“berkat ayah”

Aku menapaki jalan yang cukup terjal, nyanyian awan hitam mengiringi langkah ku, dan membuat baju ku sedikit basah. Aku tak sendiri, di belakangbarisan ada beberapa temanku, kami akan melakukan observasi kesalah satu desa yang ada di kota ku. untuk menjalani tugas sebagai mahasiswi ekonomi perusahaan.

Sebagai seorang mahasiswi yang dekat dengan kegiatan Rohis, membuat penampilan ku berbeda, baju gamis di tambah jilbab yang lebar dan besar membuat ku harus pintar-pintar mendekati masyarakat.

Masyarakat yang telah terpengaruh oleh kata-kata orang yang tak bertanggung jawab, bisa saja menganggapku seorang anggota aliran sesat.

tapi syukurlah, semua nya tak sama dengan pikiran ku, orang-orang di desa itu sama dengan penampilan ku, dan hanyasedikit yang tak memakai hijab, aku jadi lebih banyak belajar dengan mereka.

Dua tahun lagi kuliah ku selesai, “ahh tak sabar rasa nya pingin mencicipi dunia kerja ” pikir ku dengan geli dan tertawa kecil.

Tiga bulan telah berlalu, sekarang waktunya aku dan teman-teman pulang kekampus.

Aku pun bergegas menuju bis yang sedari tadi menunggu, nyanyian kegembiraan mengiringi perjalanan ku dan menghilangkan sedikit penat ku.

“ kapan ngurus skripsi” Tanya bunda

“sebentar lagi bun, nanti bunda pasti deh ngeliat anak tersayang bunda pakai toga” jawab ku dengan bangga

“ yah amiin, bunda akan selalu mendoakan yang terbaik untuk mu nak”balas bunda sambil mengelus kepala ku yang di tutupi kerudung hitam panjang ku.

Hari ini adalah hari yang bahagia untuk ku, keberhasilan dan perjuangan yang aku capai hari ini tak terlepas dari cinta, kasih sayang dan dukungan dari kedua orang tua ku.

Di setiap sudut aku perhatikan, mencari sosok nya yang tak asing lagi untuk ku.

Lama mencari tak ku dapati sosok ayah dan bunda, aku terduduk lesu sesekali memandangi yang tak ingin ku pandang, ada rasa marah dan cemburu saat melihat mereka.

ayah, bunda kalian dimana” Tanya ku merengek.

Dengan putus asa aku kembali pulang, masih dengan rasa marah dan cemburu yang sedikit redam.

Saat di perjalanan ponsel ku berbunyi, mengabarkan bahwa ayah sekarang berada di rumah sakit.

Seketika rasa marah dan cemburu tadi berubah menjadi deraian air mata yang sedari tadi telah tumpah membasahi pipi kiri dan kanan ku.

Saat tiba di rumah sakit aku langsung membuka pintu, ku dapati wajah bunda yang tak pernah ku lihat sebelumnya, muka yang pucat, bibir yang sedikit membiru.

Aku langsung menghampiri dan memeluk bunda.

“ bunda, ayah kenapa?”Tanya ku dengan air mata yang mengalir

“ ana,maafin bunda sama ayah gak datang ke wisuda kamu sayang” jawab bunda yang sama sekali tak menggubrih pertanyaan ku

“ bunda, gak apa-apa, ana baik-baik aja kok..ayah kenapa bunda? Kenapa wajah bunda berbeda?”

“ tadi ayah sama bunda udah siap-siap untuk datang, saat di perjalanan ayah pingsan ana..dan sekarang belum sadar ”balas bunda dengan tersedu-sedu dan mulai menangis lagi.

Aku memandang wajah bunda, meyakinkan bahwa keadaan bakal baik-baik saja.

Aku langsung memeluk hangat tubuh bunda, kata bunda ayah hari ini juga harus di operasi karna kanker yang menggerogoti darah ayah sudah semakin parah.

Lama dokter meng-operasi ayah, membuat aku dan bunda semakin cemas. Yah ayah memang sudah lama menyandang kanker tiap kali bunda mengajak ayah berobat, ayah selalu tak mau, keadaan itu membuat ku khawatir.

Ke khawatiran itu terwujud, sejak siang tadi sampai waktu menunjukkan pukul 23:30 yang berarti hanya menghitung beberapa menit lagi hari berganti.

Ti tok tik tok… 30 menit telah berlalu, hari pun berganti dan rasa kantuk pun mulai mengelus kedua bola mata ku, ku lihat bunda masih setia melihat ayah dari pintu yang berbalut kaca.

Tak lama, seorang pria paru baya berbadan cukup besar dengan baju putih nya yang mengulur hampir menutupi lutut nya serta sebuah stetoskopyang menggantung di lehernya keluar dari ruang operasi ayah. Dan membuat rasa kantuk ku hilang seketika, aku pandangi lagi wajah ibu yang menunjukkan kekhawatiran yang mendalam, yah aku dapat merasakannya.

“dokter apa yang terjadi” Tanya bunda tanpa basa-basi lagi.

Melihat ekspresi dokter itu ada kabar buruk yang menimpa, bunda mengulangi.

“dokter apa yang terjadi? Suami saya baik-baik saja kan dok? ” Tanya ibu lagi.

Tapi wajah yang sama bunda dapatkan lagi, tak lama pria itu pun menjawab dengan sedikit ragu

“maaf ibu, kami sudah melakukan yang terbaik tapi tuhan berkehendak lain”

Seluruh tubuh ku serasa tulang belulangnya telah habis terkikis mendengar kata-kata yang bukan keluar dari mulut seorang monster yang siap menelan kami.

Tangis histerispun keluar dari mulut bunda, aku tak kuasa melihat bunda yang telah jatuh di pelukanku. Aku mengumpulkan sedikit tenaga yang masih tersisa, aku berusaha menenangkan hati bunda yang telah hancur bak serpihan buih di tepi pantai.

“bun.. bunda, bunda harus kuat di sini masih ada ana yang siap menjaga bunda, bunda jangan sedih lagi, semua tlah terjadi bun, kita tak bisa berbuat apa-apa lagi”aku mencoba meyakini bunda walau dengan terbata-bata dan menahan tangis. Tapi seperti nya bunda belum bisa menerima semua yang telah terjadi..

Dua hari setelah kematian ayah, benar- benar membuat keadaan memburuk. Bunda yang biasa menyiapkan sarapan untuk aku dan ayah kini hanya mengurung di kamar.

Pekerjaan bunda pun terbengkalai, biasa nya tiap menjelang siang banyak orang-orang yang meminta jasa bunda untuk menyambungkan bagian kain nya yang belum menyatu.

Namun, siang ini hanya kemarahan pelanggan yang aku dapati, bagaimana tidak baju yang di titipkan belum selesai bunda jahit. Aku sendiri tak mahir dalam pekerjaan bunda.

Aku mencoba mendekati bunda meminta izin untuk keluar mencari pekerjaan.

“assalamualaikum bunda, ana boleh masuk?” aku mengetuk pintu kamar bunda.

Tiga kali aku mengulangi kata-kata yang sama tak juga aku dapati jawaban dari bunda.

Aku pun kembali ke kamar mengambil laptop dan mulai memaikan lagu favorit ku Maher Zain Ramadhan.

Aku sesekali menguap dan akhirnya tertidur..

Aku terkejut saat bangun waktu sudah menunjukkan azhan magrib, aku bergegas menuju tempat wudhu setelah aku membereskan yang berserak di depan mata ku.

Di saat mengambil wudhu aku teringat untuk mengajak bunda sholat.

Alhamdulillah, untuk di ajak sholat bunda mau mendengarkannya.

Makan malam telah tersedia, berbagai macam yang bersantan sampai yang hanya di goreng saja, siap untuk mengisi perut ku yang memang sedari tadi sudah kelaparan.

“kapan kamu melamar kerja?” Tanya bunda yang membuat aku tersedak

“tadi aku sudah mau nyari bun, tapi bunda gak mau keluar, aku khawatir kalau-kalau aku pergi tanpa seizin bunda bakal terjadi yang gak di inginkan” jawab ku menjelaskan.

“oh jadi tadi kamu mau minta izin, maafin bunda ya sayang”

“iya iya bunda, ana ngerti kok” balas ku sambil mengembangkan senyum.

Jam weker ku berbunyi, saat ku lihat ternyata sudah menunjukkan jam 04:30 pagi..

Aku bergegas mandi dan menunggu waktu azhan subuh tiba.

Pagi yang dingin membuat aku sedikit berpikir menuju tempat tidur dan menarik selimut untuk menghangatkan tubuh ku.

Tapi tak membuahkan hasil, jam 05:45 bunda sudah menyuruh ku pergi dan itu hanya beberapa menit lagi. Ada sedikit rasa kesal tapi tak menguasai seluruh tubuh ku.

Dengan baju biru bercorak batik di tambah rok hitam sama jilbab biru membuat aku terlihat cantik. Aku segera menemui bunda untuk pamit, belum lagi aku bicara bunda sudah memulai duluan.

“ana, kamu yakin cari kerja dengan pakaian seperti ini?” Tanya bunda ragu

“loh kenapa bun? Ana kan hanya pengen ngikutin perintah ALLAH” jawab ku menegaskan

“iya bunda tau, tapi kan nanti orang-orang pada gak mau nerima kamu” balas bunda, mengingatkan.

“bun, pekerjaan itu ALLAH yang ngasih, Kalau gak ada yang terima berarti ada yang lebih baik lagi bunda”

“ya udahlah, bunda ikut kata ana aja” balas bunda dengan tersenyum.

Lima hari lama nya berkeliling tak satu pun yang tertarik, yah bunda benar karna pakaian ku, hari kelima nya aku hampir di terima semua persyaratan ada di diriku, namun pihak perusahaan ingin aku melepas jilbab yang aku kena kan. Mendengar tawaran itu aku tak berkata apa-apa lagi, karna jilbab adalah kesucian ku yang harus aku jaga. Tanpa basa basi aku langsung keluar dengan air mata yang telah menggenang. tapi aku tak mau menyerah. Sekeras mungkin aku berpikir tapi tak juga.

Perut ku yang hanya di isi beberapa potong roti tadi pagi, sekarang sudah mulai ribut, aku pun membeli beberapa kue kecil yang di jual di amperan kota.

Seperti nya aku tak asing lagi dengan kue ini, lama aku berpikir akhirnya aku putus kan untuk membuka usaha. Dengan bekal hobi memasak yang di turunkan ayah aku pikir itu bisa membantu.

Aku menutup gerbang dan langsung membuka pintu, aku mendapati bunda sedang asyik menonton tv. Aku tak mau bunda tau apa yang telah terjadi, untung nya rasa senang itu bisa meruntuhkan kesedihan ku.

“assalamualaikum bunda”

“waalaikumsalam, eh ada apa ini kok senyum-senyum? Udah dapat kerja nya?” Tanya bunda dengan penasaran.

“haha, iya bunda ana kepengen jadi pengusaha kue, ayah kan dulu pernah ngajarin ana dan gak salahkan di kembangkan” terang ku.

“iyaiya, bunda ngedukung.!! Tapi apa kamu punya modal?” balas bunda

“ada dong bun, bunda kan slalu ngajarin untuk selalu menyisihkan uang jajan” jawab ku dengan bangga.

“okeoke bunda setuju, sekarang makan dulu sana kalo belum sholat, sholat dulu gih” ajak bunda dengan manja.

Hari ini aku awali pekerjaan ku, menjajakan kue keliling, sedikit rasa malu itu muncul. Tapi bunda selalu menguatkan aku, bunda memang penyemangat hidup ku. kesulitan demi kesulitan selalu datang tanpa aku undang kehadirannya. Membuat aku hampir putus asa, sampai titik kejayaan itu aku capai. aku benar-benar merasa bahwa aku sedang terlelap.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, sampai bulan ke tiga aku sudah bisa memberi peluang kerja untuk orang lain. Dari hasil berjualan keliling aku dapat mendirikan sebuah toko kue yang bermerek “ana’s cup cake”

Semua nya tak lepas dari dukungan bunda, cita-cita ku masih belum terpenuhi. Aku belum bisa memberangkatkan bunda ke tanah suci. Sedih bukan kepalang selalu terpikir di memori ku.

Aku pun membuka berbagai cabang di kota-kota besar, yang tadi nya tujuan ku agar uang nya bisa terkumpul lebih banyak lagi untuk umroh bunda. Aku terkejut hanya beberapa bulan saja omset bersih yang sudah di kurangi dengan pajak,listrik,bahan-nahan,sampai gaji karyawan mencapai 50 juta sebulan. Subbahanallah, ini berkat keyakinan ku untuk tidak mengikuti mode pakaian yang tak syar’i di mata ALLAH dan mempertahankan nya.

“ya tuhan alangkah baik nya Engkau, sekarang hanya menghitung hari saja bunda akan berangkat ke tanah suci” aku membatin.

Hari ini aku ingin mengantar bunda ke tanah suci, sebelum kebandara aku dan bunda menghampiri pemakaman ayah untuk mendoakan ayah sekaligus meminta restu.

“ayah, ana sama bunda datang, ayah tau tidak anak ayah yang cantik ini sekarang sudah sukses” kata bunda saat menatapi nisan ayah.

“Alhamdulillah, iya ayah sekarang ana bisa mewujudkan pimpi bunda, walaupun bunda perginya tanpa ayah, ana tetap senang banget” jawab ku dengan menahan kesedihan.

Aku dan bunda pun mendoakan ayah serta menaburkan bunga, dan bergegas pulang..

Jam tiga sore bunda pun berangkat, selama di perjalanan Alhamdulillah bunda sampai dengan selamat

Aku tak pernah berpikir bahwa hidup ku akan sebaik ini, dengan kesabaran dan ketekunan saja itu bisa merubah banyak hal. Dan aku juga berterimakasih dengan ayah, jika dulu dia tak pernah mengajarkan sedikit ilmu nya mugkin aku tak bisa sesejahtera ini. Dan juga bunda telah mengajarkan ku sabar dalam menghadapi semua cobaan yang menghampiri.

Suatu saat nanti akan aku ceritakan dengan bangga ke anak-anak ku. Aku memandangi awan hitam yang di taburi bintang, aku melihat ada beberapa bintang yang berbentuk mata dengan senyuman yang manis. Aku percaya bahwa itu adalah senyuman ayah yang telah jauh di sana, dan senyuman ibu yang sekarang sedang menjalankan perintah ALLAH..~~

-THE END-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun