Eka (19), seorang mahasiswa mengungkapkan bahwa baginya cekout belanjaan di e-commerce bukan sekedar untuk memenuhi keinginan berkedok self-rewards tetapi untuk memenuhi kebutuhan, Ia menganggap bahwa barang yang selama ini ia beli adalah kebutuhan. Eka juga menjelaskan bahwa self-rewards baginya merupakan bentuk dari menghargai batas kemampuan dirinya, bukannya bentuk dari doom spending.
“ Saya self- rewards tuh memberikan penghargaan buat diri saya, karena yang tahu batas kerja keras saya ya diri saya sendiri jadi, bukan sebuah pemborosan”, ujar Eka.
Eka juga menjelaskan Gen Z kurang peduli pada isu-isu sosial terutama permasalahan krisis ekonomi saat ini, menurut Eka sebagai Gen Z uang bisa dicari lagi, semua bisa dijadikan uang, dan semua pekerjaan bisa dilakukan asalkan halal.
Serupa, Alya (21) seorang affiliator Tiktok dan Shopee, mengaku bahwa self-rewards sangat penting ketika ia sedang merasa lelah ketika melakukan sesuatu. Apalagi tuntutan sebagai affiliator yang mengharuskan ia untuk membuat konten semenarik mungkin, self-rewards bak angin segar ditengah riuh sibuknya pikiran. Alya mengaku bahwa ia sudah terjebak dalam pola ini.
“ Setelah membuat beberapa konten dan dapet komisi yang lumayan, saya rasanya kaya ada tuntutan wajib buat kasih apresiasi diri saya. Mungkin awalnya beli printilan lucu, tapi lama-lama kebeli deh barang yang lebih besar dan mahal. Awalnya si ada kepuasan tersendiri ya tapi pas lihat saldo seketika jadi nyesel. ” Ujar Alya.
Alya juga mengaku bahwa awalnya ia tabung hasil komisi sedikit demi sedikit dari kontennya, setelah terkumpul lumayan banyak ia pasti langsung membelanjakannya. Ia juga menyadari perilaku self -rewards yang ia lakukan sudah termasuk doom spending karena ketika ia stres ia akan melampiaskannya ke belanja secara tidak rasional.
Jebakan doom spending berkedok self-rewards hanya bisa dihindari dengan mengendalikan diri dari kebiasaan berbelanja impulsif. Memisahkan antara kebutuhan dan keinginan merupakan langkah awal yang bisa dilakukam oleh Gen Z, selain itu memahami batas antara self care yang sehat dengan doom spending yang merugikan juga diperlukan. Sebagai Gen Z juga harus mampu menyeimbangkan lifestyle dengan keuangan, tidak memaksakan diri dan pandai mengelola emosi, tidak FOMO dengan tren sosial media dan juga mempunyai goals hidup juga dapat mengurangi perilaku konsumtif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H