Mohon tunggu...
Selly Beauty Wahayu
Selly Beauty Wahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Journalism Enthusiast

If you are living your life without giving an 'f', you are only living a li[ ]e.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Eksisnya Tiang Eiffel di Indonesia, Apa Kita Sedang Krisis Identitas?

27 April 2022   11:27 Diperbarui: 27 April 2022   11:31 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia dikenal dengan keberagaman budaya dan kekayaan alamnya. Keindahan potensi negeri ini, seperti: Pulau Bali, Pulau Komodo, Raja Ampat, dan Taman Laut Bunaken menghipnotis wisatawan mancanegara untuk mengeksplorasinya. Tapi bagaimana dengan masyarakat kita? Tak jarang mereka lebih mengagungkan destinasi wisata yang ada di luar negeri.

Melihat minat masyarakat lokal terhadap pariwisata asing, pariwisata lokal pun berlomba-lomba untuk menciptakan daya tariknya sendiri. Tak sedikit dari mereka yang meniru konsep pariwisata mancanegara, bahkannmenggunakan sebuah khas simbolik sebuah negara. 

Seperti Kampung Eropa yang berada di Lembah Harau, Payakumbuh, Sumatera Barat. Sebuah kawasan yang memanfaatkan keindahan alam Indonesia sebagai tempat wisata yang diisi dengan replika-replika ikon kebanggaan negara asing. 

Sesuai dengan namanya, terdapat bangunan-bangunan khas Eropa seperti: Menara Eiffel (Perancis), Kincir Angin yang legendaris (Belanda), Big Ben (Inggris), dan bendera negara-negara Eropa. Lokasi ini sangat diburu wisatawan lokal untuk ber-selfie ria karena tempatnya yang instagramable. 

Apakah menurutmu patut disayangkan, jika ide pariwisata ini diciptakan oleh masyarakat Indonesia sendiri?

Berbeda jika pelopornya adalah warga negara Eropa. Hal itu menjadi wajar di mana mereka ingin mempromosikan sekaligus melestarikan daerah asalnya. 

Mendapati ikon khas mancanegara sebagai kebanggaan masyarakat dapat menggerus identitas nasional. Rasa cinta terhadap tanah air dan keanekaragamannya semakin luntur. 

Bahkan tidak jarang beberapa tempat autentik yang menjadi khas Indonesia dikomparasikan dengan yang ada di luar negeri, seperti Candi Prambanan dengan Angkor Wat, Pasar Apung di Kalimantan dengan yang ada di Damnoen Saduak (Thailand), dan salah satu panorama indah dataran tinggi di Dusun Butuh, Kaliangkrik, Magelang yang diberi julukan Nepal van Java.

Mengenai alasan masyarakat Indonesia lebih tertarik pariwisata asing, beberapa pendapat mengakui adanya rasa gengsi. Di samping itu, terdapat kendala untuk mencapai kawasan-kawasan indah di dalam negeri. 

Banyak yang tersembunyi dan cukup sulit untuk mengaksesnya. Biaya wisata domestik bisa jadi lebih mahal daripada berwisata ke mancanegara, sehingga masyarakat kita lebih memilih untuk ke luar negeri sekalian. 

Apakah krisis identitas ini dapat diperbaiki?

Krisis identitas nasional dapat diperbaiki dengan kekuatan, kesadaran, dan kebersamaan bangsanya. Pertama, kita paham bahwa preferensi terhadap hal asing dipengaruhi oleh globalisasi, di mana budaya asing mudah masuk yang mempengaruhi masyarakat. 

Kita tak dapat mencegah globalisasi, tapi kita dapat mengambil sikap yang bijak untuk menghadapinya. Untuk menaikkan pamor kearifan lokal, tak perlu mengontaminasikannya dengan budaya asing. 

Mungkin penggunaan unsur asing dapat menjadi gerbang pariwisata lokal untuk go international. Tetapi bagaimana jika unsur tersebut menjauhkan kita dari nilai bangsa kita sendiri?

Inovasi bangsa baiknya difokuskan untuk pembangunan nasional yang juga mendukung nilai bangsa Indonesia. Langkah sederhana juga bisa berangkat dari memperbaiki kekurangan seperti mempermudah akses ke tempat wisata yang tersembunyi. 

Mari rawat dan lestarikan pariwisata lokal dengan pengelolaan sampah dan perawatan fasilitas demi kenyamanan pengunjung. Kenalkan budaya kita dengan membawanya ke mancanegara. 

Manfaatkan teknologi untuk mempromosikan pariwisata lokal, salah satunya melalui program jelajah virtual. Dengan mencintai produk Indonesia, dengan sendirinya kita telah mempertahankan identitas nasional, paling tidak dalam diri kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun