Mohon tunggu...
Seliara
Seliara Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Dentist

Bahagia berkarya dan berbagi sebagai wujud rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sedekah yang Terbungkus Harga Diri

18 Juni 2021   06:00 Diperbarui: 18 Juni 2021   06:27 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sedekah yang terbungkus harga diri. Sumber: Gambar oleh Carina Chen dari Pixabay

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi sedekah adalah pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau yang berhak menerimanya, di luar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan pemberi; derma. Derma mempunyai pengertian pemberian (kepada fakir miskin dan sebagainya) atas dasar kemurahan hati; bantuan uang dan sebagainya (kepada perkumpulan sosial dan sebagainya).

Sepanjang pengetahuan saya, sedekah memang mempunyai arti yang lebih luas, tak hanya pemberian berupa uang atau harta benda lainnya. Tersenyum kepada orang lain adalah sedekah. Menyingkirkan batu atau kayu yang menghalangi jalan adalah sedekah. Perkataan yang baik adalah sedekah. 

Sedekah yang berupa uang atau benda, tentu akan lebih baik bila dilakukan dengan cara yang ahsan, salah satunya adalah dengan tidak menyakiti hati sang penerimanya. Misalnya dengan terus menyebut-nyebutnya atau pemberian yang dilakukan dengan cara menyakitkan. 

Berikut ini adalah dua kisah inspiratif yang pernah saya temui dalam keseharian. Saya ingin berbagi kisah ini kepada Pembaca yang budiman, semoga bermanfaat dan bisa diambil hikmahnya. 

Sedekah yang terbungkus harga diri

Ilustrasi di sebuah toko sepatu. Sumber: rancahpost.com
Ilustrasi di sebuah toko sepatu. Sumber: rancahpost.com
Pada suatu hari saya berada di toko sepatu milik sahabat saya, kebetulan hari itu saya ingin membeli sepatu untuk jalan pagi, sepatu lama saya sudah usang dan kerepes di bagian bawahnya, jadi kurang nyaman saat dipakai.

Saat saya di tokonya, tiba-tiba datang seorang anak beserta ibunya. Dari penampilan keduanya terlihat seperti dari keluarga sederhana. Teman saya menyambut ramah, ternyata itu adalah tetangganya.

Anak itu ingin membeli sepatu dengan uang tabungannya, karena sepatu lamanya sudah rusak. Sang ibu menanyakan apa ada sepatu ukuran sekian dengan harga 200 ribu, sesuai dengan uang yang dibawanya.

Teman saya segera meminta pegawainya untuk mencari sepatu sesuai dengan ukuran kaki sang anak. Sang pegawai pun membawa sang anak untuk memilih sepatu yang sesuai dengan ukuran kakinya. Dan pilihan pun jatuh pada sepatu merek terkenal, yang setahu saya harganya cukup mahal.

Teman saya menerima pembayaran anak itu dengan senyum bahagia, dan sang anak  itu pun tampak gembira. Sang ibu tak henti mengucapkan terima kasih dan mendoakan semoga toko sepatunya sukses, saat mereka berpamitan pulang. 

Sementara saya yang dari tadi hanya mengamati -sambil berpura-pura mencari sepatu-, segera menghampiri dan bertanya kepada sang teman, mengapa dia menjual sepatu itu dengan harga super murah, karena setahu saya harga sepatu itu cukup mahal.

Teman saya mengatakan bahwa dia kenal baik dengan keluarga anak tadi. Dia adalah anak yatim, sangat rajin ke sekolah dan bekerja keras membantu orang tuanya berjualan di luar jam sekolahnya. Intinya, kondisi anak tadi memang layak untuk ditolong.

Sebenarnya ia tak ingin menerima uang tabungan anak tadi, tapi dia ingin menjaga harga diri sang anak dan ibunya, karena pasti akan ada rasa malu bila menerima sedekah darinya. 

Dengan menerima uangnya, teman saya tadi berharap sang ibu dan anaknya akan terjaga harga dirinya dan sang anak pun akan bangga bisa membeli sepatu dengan hasil tabungannya sendiri.  Hal itu akan menjadi pengalaman positif bagi sang anak untuk terus giat menabung dan bekerja keras, tak hanya mengandalkan bantuan atau pemberian orang lain.

Saya salut dengan prinsip teman saya tadi. Pantas saja tokonya selalu ramai dan berkembang. Selain berjualan offline, di masa pandemi ini dia juga membuka toko online. Mungkin karena kerja kerasnya, ditambah kebaikan hatinya lewat sedekah tadi, membuat usahanya lancar dan berkah. 

Membeli dagangan pedagang kecil

Ilustrasi pedagang buah. Sumber: tribunjakarta.com
Ilustrasi pedagang buah. Sumber: tribunjakarta.com
Teman saya yang lain pernah bercerita bahwa suaminya sering pulang dengan membawa buah-buahan atau sayuran yang tidak selalu bagus dan sedang tidak mereka butuhkan. Setelah ia bertanya pada suaminya, ternyata sang suami setiap bertemu dengan penjual yang sudah tua atau perlu dibantu, selalu membeli barang dagangannya, tanpa melihat apakah barang yang dijual bagus atau tidak, sedang perlu atau tidak.  

Sang suami membeli barang jualan itu niatnya untuk membantu sang penjual. Supaya sang penjual tetap bersemangat berdagang dan berusaha. Karena itu akan jauh lebih baik daripada dia menjadi seorang peminta-minta. 

Awalnya teman saya heran mengapa suaminya sering sekali membeli barang remeh temeh. Bahkan saat mereka sedang naik motor berdua, sang suami akan putar balik dan mengejar seorang bapak tua penjual apapun itu.

Karena sudah hafal dengan kebiasaan suaminya, teman saya segera membeli beberapa barang si bapak tua tanpa menawar. Bapak tua itu tampak bahagia, mungkin seharian dagangannya belum laku banyak. 

Sang suami juga sering membeli bubur kacang hijau yang lewat di depan rumahnya. Ternyata bapak penjual bubur itu langganannya sejak dia kecil dulu. Hingga sekarang, bapak itu masih tetap berjualan bubur kacang hijau. Asisten rumah tangga di rumahnya sampai heran, karena setiap membeli tidak pernah dimakan, akhirnya asisten tumah tangganya yang makan bubur kacang hijau itu.

Kata teman saya, suaminya membeli untuk menolong si bapak itu agar tetap semangat berjualan dan harga dirinya juga terjaga, dibandingkan jika langsung memberikan uang, akan merendahkan harga dirinya dan pasti ada rasa malu saat menerimanya.

Kebetulan teman saya suka memasak, jadi barang-barang yang sudah dibeli suaminya itu akan diolah menjadi makanan yang lebih enak. Misal, buah pisang yang sudah terlalu masak akan diolahnya menjadi cake pisang dan dibagikan ke tetangga, buah pepaya yang tidak manis (belum tua) akan diolah menjadi cocktail buah. Begitulah, sehingga apapun yang dibeli suaminya tetap bermanfaat dan tidak mubazir. Semoga juga bisa menghadirkan rasa bahagia bagi siapa saja yang mencicipi masakannya dari barang-barang yang dibeli tadi.

Membeli barang remeh temeh dari penjual yang membutuhkannya adalah sedekah yang terbungkus dengan harga diri.

Urip iku urup

Dalam pepatah Jawa, orang-orang seperti di atas adalah mereka yang bisa memaknai hidup. Orang yang mengisi hidupnya untuk bermanfaat membantu orang lain, sesuai dengan kemampuannya.  Urip iku urup. Urup dalam bahasa Jawa artinya hidup, menyala, memberi terang. Urip iku urup. Hidup itu memberi kehidupan, hidup itu harus bermanfaat, hidup kita akan lebih bermakna bila mampu memberi cahaya bagi sesama.

Membantu orang lain, bagi orang-orang ini akan mendatangkan kebahagiaan dan ketenangan dalam diri. Pada dasarnya, fitrah manusia adalah melakukan kebaikan. Kebaikan adalah semua hal yang membuat hati tenang. Keburukan adalah semua hal yang membuat hati tidak tenang.

Lepas dari semua penyangkalan, keburukan adalah semua hal yang mendatangkan gelisah dan hidup tidak berkah.

Sebaliknya, kebaikan akan membuat hidup lebih bercahaya (urup), hati tenang dan mendatangkan kebahagiaan serta keberkahan.

Jakarta, 18 Juni 2021

Seliara

Contoh Peribahasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun