Hati saya mulai tidak nyaman. "Oh apakah karena itu daerah-daerah rawan bencana ya, Pak?" tanya saya, tiba-tiba teringat gempa besar yang terjadi di Jepang pada tahun 2011.
Petugas itu tersenyum sambil mengangguk, membuat persendian saya terasa lemas tiba-tiba. Oh ya Allah, bismillah, sepertinya harus lebih banyak berdoa dan mempertebal keikhlasan.
Akhirnya urusan visa selesai dan kami mulai bersiap-siap membawa barang apa saja yang harus dibawa. Kebetulan kuliah dimulai saat musim gugur menjelang dingin, jadi perlu membawa beberapa baju dingin.
Oya, PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di sana juga banyak membantu memberikan list barang yang disarankan untuk dibawa. Dan mereka pun sudah menjadwalkan melakukan penjemputan untuk mahasiswa yang baru datang dari Indonesia. Sungguh suatu bentuk kekeluargaan yang indah dan perlu dipertahankan.
Begitulah waktu berlalu. Tiba masanya si bungsu bersilaturahim ke guru-gurunya di SD, SMP dan SMA. Berpamitan, mohon doa sekaligus berterima kasih karena atas bimbingan para guru itulah si bungsu bisa mencapai mimpinya untuk melanjutkan kuliahnya.
Ini adalah foto saat mereka berempat berpamitan ke guru-guru di SMA-nya. Kebetulan anak 4 ini semuanya melanjutkan kuliah ke Jepang, tapi berlainan kota.
Oya si bungsu diterima di Tohoku University, yang terdiri dari 4 kampus, yaitu Kampus Katahira, Kawauchi, Aobayama dan Seiryo. Semester 1 perkuliahan banyak dilakukan di kampus Kawauchi, untuk selanjutnya kuliah dilaksanakan di Kampus Katahira. Dari asrama Kampus Aobayama ke Kawauchi ada transportasi subway yang berhenti langsung di depan kampus masing-masing.
Ya, pada akhirnya semua ada waktunya, sayapun harus belajar mengikhlaskan si bungsu untuk kuliah dan melewatkan masa mudanya di sana. Semoga banyak hikmah dan manfaat yang akan didapat. Membuatnya tumbuh makin kuat. Berproses menjadi seorang hamba yang senantiasa memperbaiki diri dan menjadi cahaya bagi semesta.