Bila ditanya tentang masjid favorit, jujur saya bingung untuk menjawabnya. Banyak sekali masjid yang membuat saya jatuh hati, bukan hanya karena keindahan arsitekturnya, tapi juga kisah dan sejarah yang menyertainya.
Saat SMA, musala sekolah adalah sebuah tempat favorit untuk berkumpul, salat atau sekedar melepas penat sambil bercerita dengan teman-teman seperjuangan. Meski sederhana, musala itu tetap ada di hati hingga kini.
Saat kuliah, masjid kampus dan musala fakultas menjadi tempat yang nyaman buat ngadem sekalian mengikuti kajian. Ada juga masjid dekat kontrakan yang menyimpan banyak kenangan. Selama kuliah, saya dan teman-teman mengajar di masjid itu pada sore hari selepas maghrib. Tak hanya mengajar, tapi kami juga melatih anak-anak main drama, bernyanyi nasyid dan lain-lain untuk persiapan pentas bila ada acara hari besar keagamaan. Kami juga sering mengajak anak-anak bermain ke kampus pada hari Minggu pagi, sekalian rihlah dan olahraga.
Tak heran kalau kami jadi dekat dengan anak-anak beserta orang tua di sekitar tempat kami mengontrak rumah. Tiap sore banyak anak yang datang untuk belajar atau mengerjakan PR. Ah, rindunya saya dengan masa-masa itu!
Setelah menikah dan suami ditugaskan di Banda Aceh, saya kembali jatuh hati dengan Masjid Raya Banda Aceh, yaitu Masjid Baiturrahman. Keindahan arsitekturnya, sejarah dan suasana adem di dalamnya membuat saya betah berlama-lama.
Saat tinggal di Jakarta saya kembali berdecak kagum dengan kemegahan Masjid Istiqlal, yang merupakan masjid terbesar dan termegah se-Asia Tenggara.
Saat menunaikan umrah (sebelum pandemi), saya kembali jatuh hati dengan kedamaian Masjid Nabawi di Madinah dan kemuliaan Masjidil Haram di Mekah. Rasanya betah berlama-lama beribadah di dalamnya. Salat di masjid Rasulullah Muhammad SAW menjadi kebahagiaan tersendiri, apalagi bisa sering berkunjung ke Raudhah.Â
Sementara saat di Masjidil Haram, salat dengan langsung melihat Ka'bah di hadapan adalah sebuah nikmat yang tak henti saya syukuri. Saat itu tak ada pembatasan waktu, jadi bisa berlama-lama di dalam kedua masjid tersebut. Bila haus tinggal meminum air zam-zam yang banyak tersedia di dalam masjid.Â
Pengalaman berbeda saya rasakan saat Allah memberi saya kesempatan berkunjung ke Masjidil Aqsa, Yerusalem, pada Desember 2019.
Bila sebelumnya berkunjung ke masjid penuh dengan rasa kedamaian, perjalanan kali ini agak berbeda. Ada sedikit rasa was-was, khawatir, haru dan sedih menyeruak di hati. Â Saya alihkan perasaan itu dengan banyak berdoa, mohon kepada Allah semoga diberikan kelancaran dan keselamatan. Saya juga berusaha membaca sejarah dan kisah tentang Masjidil Aqsa.
Sampailah kami di perbatasan Taba. Petugas imigrasi Israel tampak memeriksa dengan ketat. Suasana sedikit tegang. Ada beberapa anggota rombongan yang diperiksa agak lama karena satu dan lain hal. Setelah menunggu, syukurlah akhirnya kami bisa melewati imigrasi dengan lancar.
Keesokan harinya, saat berkunjung ke Masjidil Aqsa untuk pertama kalinya, suasana agak mencekam kembali terjadi. Setelah melewati jalanan yang mirip lorong-lorong di Kota Tua Yerusalem, sampailah kami di pintu gerbang masuk Masjidil Aqsa. Pintu gerbang ini dijaga oleh sekelompok tentara bersenjata.
Mungkin karena kami berwajah Asia dan seperti turis, maka kami bisa masuk dengan lancar. Â Haru dan sedih kembali menyesaki dada. Ingat semua kisah dan sejarah Masjidil Aqsa. Masjidil Aqsa adalah nama komplek seluas 144 meter persegi, yang di dalamnya terdapat beberapa masjid.Â
Begitu masuk pintu gerbang, kami disambut lahan luas yang ditanami pohon zaitun. Lalu kami menaiki anak tangga, dan sampailah kami ke Masjid Qubatush Shakhrah atau Dome of The Rock.Â
Pada saat salat subuh, masjid ini masih ditutup, kami melanjutkan perjalanan, menuruni anak tangga dan sampailah kami di Masjid Al Aqsa atau Masjid Qibly.
Rasanya tak bisa dilukiskan, bisa salat di masjid yang merupakan kiblat pertama umat Islam selama 15 bulan, sebelum akhirnya dipindah ke Masjidil Haram. Kami pun berkesempatan menyaksikan bongkahan baru di dalam Dome of The Rock yang dipercaya sebagai tempat berpijaknya buroq menuju sidratul muntaha, dalam peristiwa malam isro' mi'roj.
Tapi ada rasa haru dan sedih, karena kami tak bisa bebas berlama-lama berada di Komplek Masjidil Aqsa, tidak seperti saat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram. Komplek Masjidl Aqsa ini dijaga ketat oleh tentara bersenjata, hanya dibuka beberapa saat menjelang adzan salat wajib, dan segera ditutup setelah salat usai. Jadi setelah salat harus cepat-cepat keluar dari masjid lalu berjalan keluar pintu gerbang. Nanti waktu salat berikutnya, masjid akan dibuka lagi.
Apapun dan bagaimanapun, saya tetap besyukur, dan berdoa semoga kedamaian selalu menaungi saudara-saudara kita yang berada di sana. Semoga saat ini mereka juga bisa melaksanakan ibadah puasa dengan lancar. Aamiiiin.
Oya, berikut ini video tentang Masjidil Aqsa, saya rangkai dari foto-foto yang sempat terekam kamera HP saya.
Demikian cerita tentang kunjungan ke Masjidil Aqsa. Semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Seliara
Jakarta, 30 April 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H