Diary, kisah ini terjadi di tahun 2009, nitip di sini ya!
DearSore itu, saat kami sedang berjalan berdua pulang dari tukang cukur rambut, Azzam (10 tahun) berteriak dengan keras, "Mama ... ada ulat!!!"
Aku yang memang parno dengan si ulil imut, kontan langsung meloncat-loncat di tengah jalan sambil mengibas-ibaskan kerudungku, geli dan takut!
"Di sini, Ma ... ulatnya, ini di jalan, bukan di baju Mama ... haha ..." kata si Azzam tertawa sambil mencoba mengambil ulat itu.
"Lho... ulat kok di jalan ya, Mas?' tanyaku heran sekaligus lega.
"Nggak tahu, Ma... kita bawa pulang ya... ini kan ulat jeruk, Papilio demolius atau Common Lime Butterfly" kata si kakak yang sudah hafal dengan bentuk ulat jeruk, maklum kami sudah sering bergaul dengan makhluk hijau imut kesukaan anak-anak  itu.
"Kita bawa pulang ya Ma, taruh di pohon jeruk, tapi taruhnya di daun yang bekas dimakan temannya ya, ntar daun jeruk kita bolong semua deh," Â kata si kakak lagi.
"Boleh, ayo Mas Azzam ambil, berani tidak?" kataku, berharap kakak saja yang ambil.
"Susah, Ma, Â dia ngeluarin tanduknya...hihi... " kata si kakak geli, eh geli atau takut ya.
Memang ulat kecil itu kalau disentuh badannya, ia akan mengeluarkan dua tanduk yang terletak di kepala. Tanduk itu berwarna kuning orange, kontras dengan warna badannya yang hijau.Â
Konon itu adalah semacam alat perlindungan diri, karena tanduk yang keluar itu akan menyebarkan bau yang tidak disukai musuhnya. Kata Azzam sih baunya seperti mangga busuk. Sebenarnya aku penasaran baunya seperti apa, tapi sampai sekarang belum berani menciumnya.