Dalam puisi Karawang-Bekasi mengandung makna bahwa "kami" adalah mereka (para pejuang) yang gugur dalam perang melawan penjajah, mereka yang gugur, ribuan mayat pejuang tergeletak sepanjang jalan Karawang-Bekasi. Mereka mati, namun masih merasa hidup di sanubari. Masih hidup, bahkan sampai saat ini di hati generasi penerus, sekiranya itu harapan mereka.
Penjajahan, perang, pejuang, para pahlawan, semua adalah gambaran kondisi bangsa Indonesia pada saat itu. Keadaan dimana kemelut berdatangan silih berganti di berbagai daerah, termasuk daerah di antara Karawang-Bekasi. Puisi ini tercipta karena adanya rasa, rasa miris yang mungkin mencerminkan nanar pada siapa saja yang membacanya. Betapa pejuang ingin selalu dikenang, betapa pejuang tidak ingin di lupakan, sekalipun mereka telah wafat, sekalipun mereka tak terkenal, tapi mereka ingin dikenang lewat jasa-jasanya, ingin diteruskan perjuangannya, walau hanya tinggal tulang diliputi debu.
Masa ini dimana kemerdekaan masih hangat untuk dipersoalkan. Indonesia merdeka, tapi belum benar-benar merdeka. Ada hubungan antara keadaan dulu dan sekarang yang terkandung dalam puisi tersebut.Karena dalam puisi ini mengandung makna bahwa perjuangan belum selesai, masih banyak hal yang harus diperjuangkan. Betapa tidak, saat ini sebenarnya kita masih dijajah. Bukan lewat perang atau pemusnahan lagi, melainkan pikiran, otak kita yang dijajah. Terdoktrin dengan segala sesuatu yang mengiming-imingkan kemajuan Negara, modern, era baru. Bahkan Negara kita dengan senang hati berhutang sana-sini dengan alasan "Demi Kesejahteraan Rakyat" yang pada kenyataannya hanya omong kosong, yang ada malahan "Demi Kesejahteraan Penguasa", dan mereka tertawa, rakyat hanya bisa bungkam tanpa mampu berbuat apa-apa.Â
Terdapat penekanan kata "kami" pada puisi ini. Ini menandakan betapa pentingnya peran "kami", betapa sakralnya tokoh "kami". Berulang-ulang pula Chairil Anwar menekankan ingin dikenang, hal ini mencerminkan betapa para pejuang dalam semayamnya ingin berteriak dan mengingatkan kita sebagai penerus perjuangan mereka bahwa betapa perjuangan belum usai, masih harus diteruskan, masih harus dipertahankan. Betapa tak gentar mereka memperjuangkan bangsa Indonesia, rela mati muda untuk mempertahankan Indonesia. Kita tak usah susah payah lagi berperang berdarah-darah untuk Negara tercinta, yang harus kita lakukkan hanya menjaga keutuhan Indonesia agar tetap menjadi Negara yang merdeka, tidak lagi menjadi budak barat yang membuat kiblat dunia teknologi.
Pemaknaan sebuah puisi dengan menggunakan pendekatan mimetik di dalam kajian atau tulisan itu hanyalah sebagian dari cara untuk memahami dan menggali kandungan puisi. Apa yang sudah di dapat di dalam rekonstruksi makna ini tentu saja belum memuaskan, oleh karena itu kajian-kajian terhadap puisi dengan aneka pendekatan lain perlu dilakukan untuk melengkapi kajian ini karena kajian-kajian yang serius terhadap puisi yang di dasari oleh semangat keintelektualan akan dapat memperkaya khasanah ilmu dan berdampak praktis memupuk kedewasaan jiwa.
2.PERMASALAHAN PENTING DARI TEORI KAJIAN MIMETIK DAN PENTINGNYA MENGANALISIS OBJEK KAJIAN
Permasalahan penting dalam puisi ini yaitu pembaca sulit memahami makna dari puisi maka dari itu di sini pembaca menganalisis sebuah puisi dengan menggunakan pendekatan mimetik, karena menurut saya mungkin dengan melakukan analisis ini bisa mempermudah dalam menganalisis suatu karya sastra contohnya puisi ini, karena menurut saya pendekatan mimetik merupakan suatu pendekatan kajian karya sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap suatu hubungan adanya karya sastra dengan kenyataan yang ada di luar karya sastra. Sehingga bisa mempermudah dan bisa membantu sang pembaca untuk memahami makna dari puisi tersebut karena biasa terjadi di dalam kehidupan sehari-harinya atau di lingkungan sekitarnya. Dan biasanya nya bisa terjadi di kehidupan nyata sehingga menganalisisnya juga bisa dilakukan analisis dengan mudah, karena kadang makna dari puisi itu sesuai dengan kehidupan nyata yang sering terjadi di sekitar kita maka menurut saya permasalahannya pun bisa diatasi dengan menganalisis puisi ini menggunakan pendekatan mimetik karena sering terjadi di sekitar kita dan kita mengetahui dengan cara apa untuk menyelesaikannya.
Di sini menurut saya pun mengkaji suatu puisi ini sangat penting karena bisa dikaji dengan menggunakan pendekatan mimetik, menurut pandangan saya pendekatan mimetik ini adalah adanya anggapan bahwa puisi merupakan tiruan atau gambaran dunia dan ada di kehidupan manusia di alam semesta ini. Disini ada empat langkah untuk menganalisis suatu karya dengan menggunakan pendekatan mimetik yang ada dalam karya sastra berbentuk puisi, yaitu memahami kata kata atau ungkapan dalam puisi, membentuk paraphrase atau memproses puisi, mengungkapkan suatu makna dan menganalisis puisi atau kaitannya dengan kenyataan. Di sini tujuannya mungkin yang diteliti yaitu sejauh mana puisi mempresentasikan dunia nyata atau semesta dan kemungkinan adanya intelektualitas dengan karya yang lain, hubungan dialektis atau bertangga mimetik tidak mungkin tanpa kreasi tetapi kreasi tidak mungkin tanpa mimetik hubungan di antara keduanya ini menurut saya bisa berbeda karena menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra, Zaman. Kepribadian pengarang. Tetapi pasti ada satu atau kemungkinan yang lain, catatan perpaduan antara kreasi dan mimetik menurut saya tidak hanya berlaku dan benar untuk penulis sastra. Penting juga untuk pembaca pembaca harus sadar bahwa menyebut karya sastra mengharuskan pembaca untuk memadukan aktivitas mengetik dengan kreatif mereka. Karena pemberian warna pada karya sastra ini bisa mengartikan bahwa adanya perjalanan bolak-balik yang tidak ada akhirnya antara kaitan di dunia nyata dengan di dunia haluan. Di sini pembaca juga biasanya menghilangkan suatu imajinasi untuk menghilangkan sesuatu yang kurang berguna untuk manusia. Ternatif terhadap eksistensi yang ada dengan ke segala keserba kekurangannya. Serta berkat sastra manusia bisa hidup dalam gabungan antara kenyataan dan suatu kayalan atau impian yang menurut saya kedua-duanya sesungguhnya bisa berguna untuk manusia.
3.TEORI MIMETIK
Pendekatan dalam kritik sastra cukup beragam, bertolak pada empat pendekatan orientasi dalam kritik sastra. Yang pertama kritik sastra yang berorientasi kepada semesta yang melahirkan teori mimesis. Teori kritik yang ketiga berorientasi kepada pembaca yang disebut teori pragmatik. Yang ketiga, teori kritik yang berorientasi pada elemen pengarang dan disebut sebagai teori ekspresif. Sedangkan yang keempat adalah teori yang berorientasi kepada karya sastra yang dikenal dengan teori obyektif.Â
Pendekatan mimetik adalah pendekatan kajian sastra yang menitik beratkan kajiannya terhadap hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan yang memandang karya sastra sebagai imitasi dan realitas (Abrams 1981:89). Aristoteles berpendapat bahwa mimesis bukan sekedar tiruan. Bukan sekedar potret dan realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarang nya. Puisi sebagai karya sastra mampu memaparkan realitas di luar diri manusia persi apa adanya. Maka karya sastra seperti halnya puisi merupakan cerminan representasi dan realitas itu sendiri. Menurut (Rahayu, 2014) kritik mimetik (mimetic criticism) adalah kritik yang memandang karya karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam, percerminan atau penggambaran dunia dan kehidupan.Â