"Kognitif" berasal dari kata "kognisi," yang dalam pengertian luas berarti proses menggunakan dan menciptakan pengetahuan. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada proses belajar daripada hasil akhir. Ini berbeda dengan teori belajar perilaku yang fokus pada hasil. Menurut teori kognitif, belajar adalah proses yang terjadi dalam pikiran manusia (Nurhadi, 2020).
Dalam pandangan kognitif, perilaku manusia tidak hanya ditentukan oleh imbalan dan penguatan, tetapi juga oleh kognisi—apa yang kita ketahui atau pikirkan tentang situasi tertentu. Orang berusaha memahami atau memecahkan masalah dengan berinteraksi langsung dengan situasi tersebut. Pendekatan kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar didasarkan pada pemahaman atau perhatian terhadap keterkaitan dalam situasi (Muhammad Syaikhul Basyir, Aqimi dinana, Aulia Diana Dewi, 2022).
Sistem kognitif bertujuan untuk:
1. Memberikan pemahaman
2. Membangkitkan emosi
3. Membentuk sikap
4. Memberikan motivasi terhadap konsekuensi perilaku (Yossita Wisman, 2020).
Keunggulan teori kognitivistik meliputi:
a) Mendorong siswa menjadi lebih kreatif dan mandiri, serta memudahkan pemahaman bahan pelajaran.
b) Kurikulum pendidikan di Indonesia lebih menekankan teori kognitif untuk membangun pengetahuan individu.
c) Pendidik hanya perlu menyediakan dasar materi untuk pengembangan lebih lanjut oleh siswa, sambil memantau dan menjelaskan alur pembelajaran.
d) Teori ini memaksimalkan ingatan siswa untuk mengingat materi yang diberikan (Dimas Asysyakurrohi dkk, 2023).
Kekurangan teori kognitif antara lain:
a) Tidak komprehensif untuk semua jenjang pendidikan dan sulit dipraktikkan, terutama di tingkat lanjut.
b) Lebih menekankan kemampuan memori, dengan asumsi semua siswa memiliki kemampuan memori yang sama.
c) Tidak selalu memperhatikan cara siswa meneliti atau menciptakan pengetahuan.
d) Menggunakan metode kognitif saja mungkin tidak cukup untuk pemahaman penuh siswa.
e) SMK yang hanya menggunakan metode kognitif mungkin menghadapi kesulitan dalam aktivitas atau bahan praktis.
f) Perhatian harus diberikan pada kemampuan siswa dalam mengembangkan materi yang diajarkan (Bakharuddin All Habsy dkk, 2024).
Teori kognitivisme menyatakan bahwa pembelajaran adalah hasil interaksi mental seseorang dengan lingkungan, menghasilkan perubahan pengetahuan atau perilaku (Nurhadi, 2020). Pendekatan kognitif dalam pembelajaran menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki setiap individu berdasarkan situasi belajarnya akan menentukan apa yang dipahami, dipelajari, diingat, atau dilupakan (Rochanda Wiradintana, 2018). Prinsip teori belajar kognitif menurut teori gestalt dalam pembelajaran menunjukkan bahwa kegiatan harus dilakukan secara keseluruhan, bukan sebagai gerakan terpisah, agar pelajar atau atlet dapat menghubungkan bagian-bagiannya menjadi satu kesatuan (Yossita Wisman, 2020).
Jadi, pembelajaran kognitivisme dapat menjadi strategi efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan kognitif siswa. Teori kognitivisme menekankan pentingnya proses mental dalam pembelajaran, seperti pemahaman, ingatan, dan pemecahan masalah. Dengan menerapkan prinsip-prinsip kognitivisme, pendidik dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kemandirian dalam belajar. Meskipun teori ini memiliki beberapa kelemahan, seperti asumsi yang sama terhadap kemampuan memori semua siswa, penerapannya yang tepat dapat memaksimalkan potensi kognitif siswa dan memperkuat proses pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H