Mohon tunggu...
Selfi Sukma Sutriani
Selfi Sukma Sutriani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

Gemar berkumpul dan bergaul dengan lingkungan sekitar, dan senang mencoba hal-hal baru yang bisa menambah relasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Antara Politik dan Islam di Indonesia (Orde Lama dan Orde Baru)

11 Desember 2023   19:05 Diperbarui: 11 Desember 2023   20:00 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada zaman Orde Lama hubungan Islam dan negara bisa dikatakan sebagai hubungan yang sinis tanpa kompromi. Hal ini mendatangkan Polemik yang serius dikalangan para tokoh, baik yang umumnya dikenal sebagai aktivis Islam yang di sebut (santri), dan dengan aktivis nasionalis yang di sebut dengan (abangan).

Aktivis Islam (kaum santri) direpresentasikan oleh Muhammad Natsir, Agus Salim dan lain-lain. Sementara di pihak aktivis nasionalis (kaum abangan) direpresentasikan oleh Soekarno, Muhammad Hatta dan lainlain. Perdebatan-perdebatan yang cukup serius pada tahun 1945 di awal kemerdekaan dan juga perdebatan-perdebatan Majelis Konstituante mengenai masa depan konstitusi negara pada tahun 1950 antara dua kelompok yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara dengan pihak nasionalis yang mengusung gagasan pancasila dan mempertahankannya sebagai dasar negara melahirkan sikap kecurigaan dan sinis di antara mereka. Seperti yang dikatakan Bachtiar Effendy bahwa Hubungan politik antara Islam dan negara di Indonesia pada sebagian besar sejarahnya adalah kisah antagonisme dan kecurigaan di antara satu dengan lainnya.

Pada era ini dapat dianggap sebagai masa-masa sulit bagi partai Islam. Setelah mengeluarkan dekret, Soekarno yang sudah terobsesi untuk menjadi penguasa mutlak di Indonesia, yang memaksa pembubaran partai Masyumi pada tanggal 17 Agustus 1960. Pemberlakuan Demokrasi Terpimpin ini oleh Soekarno ternyata menimbulkan respon yang beragama dari kalangan-kalangan partai Islam. Ahmad syafi'i ma'arif membagi era Demokrasi Terpimpin ini menjadi periode kristalisasi (hingga Desember 1960) dan Periode Kolaborasi (hingga Pecahnya pemberontakan G-30-S/PKI).

Pada Periode kristalisasi sendiri ditandai dengan pemilihan kawan dan lawan, pendukung dan oposisi terhadap kebijakan Soekarno tersebut. Sedangkan periode kolaborasi sendiri itu ditandai dengan kerja sama antara partai-partai Islam yang ikut bersama dengan demokrasi terpimpin, termasuk dengan komunis, yang merupakan salah satu pilar penyangganya.

Lain hal nya dengan Zaman Orde Baru yang saat ini kita rasakan, generasi-generasi muda yang muncul di era ini agaknya memiliki sifat lentur, romantis, inklusif, dan mau berkompromi dengan kekuasaan (negara). Hubungan yang radikal antara Islam dan negara di zaman Orde Lama mulai diubah dengan gagasan yang lebih substantif. Mereka bisa dikatakan sebagai intelektualisme Islam Era Orde Baru atau dalam istilah Bachtiar Effendy disebut "generasi intelektual Islam baru/intelektualisme Islam baru" dan oleh M. Syafi'i Anwar menyebutnya para "Santri Baru" memperlihatkan corak pemikiran politik Islam yang berbeda dengan pemikiran era pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan (orde lama).

       Ketika Orde Baru lahir, umat Islam pada saat itu mulai menaruh harapan yang cukup besar untuk menyelenggarakan pemerintahan yang demokratis, Disamping itu, para politisi Islam mulai dilepaskan dari penjara. Mereka seakan-akan sudah dapat kembali ke kancah politik. Mereka percaya akan bahwa Orde Baru akan memberikan nuansa kehidupan yang lebih baik dari Orde Lama. Karena itu, menjelang datangnya keruntuhan rezim Orde Lama mereka tanpa ragu-ragu langsung saja mendukung dan bergandengan tangan dengan para arsitek Orde Baru untuk menyaksikan lahirnya era barua tersebut.

Tumbuhnya kaum terpelajar dan kelompok intelegensia merupakan salah satu perkembangan penting di lingkungan muslim-santri pada masa Orde Baru. Perkembangan ini pun didorong oleh kebijaksanaan yang di berikan oleh negara yang memberikan ruang Lebih besar bagi masyarakat luas untuk menduduki bangku-bangku sekolah. Keadaan ini berbeda sekali dengan politik pendidikan masa pemerintahan kolonial. Dalam masa penjajahan, mereka yang memiliki peluang paling besar memperoleh pendidikan adalah mereka anak dari kalangan bangsawan, priyayi, dan mereka yang beragama Kristen/Katholik yang mendapat subsidi kuat dari Gereja

Respon umat Islam pada saat Orde Baru bangkit mengikuti tiga pola. Yaitu yang Pertama, pola apoiogi, kemudian diikuti dengan usaha penyesuaian diri dan adaptasi terhadap modernisasi. Yang Kedua yaitu, juga melakukan apoiogia terhadap ajaran-ajaran Islam, tapi menolak modernisasi yang dinilai sebagai westernisasi dan sekulerisasi. Yang Ketiga, pola tanggapan yang kreatif dengan menempuh jalan dialogis yang mengutamakan pendekatan intelektual dalam menanggapi modernisasi.

Oleh sebab itu Jika dilihat tidak hanya itu, ternyata dampak dari munculnya orde baru politik Islam (hubungan Islam dan negara) yang dipelopori oleh para intelektualisme Islam baru memunculkan kebangkitannya di ranah publik dan juga di jantung-jantung kekuasaan. Seperti yang disebutkan oleh Robert W. Hefner bahwa pada akhir tahun 1970-an dan 1980-an, Indonesia mengalami kebangkitan Islam yang secara historis belum pernah terjadi sebelumnya. Tentu saja hal-hal yang terjadi di orde baru ini memberi dampak pada gerakan islamisasi birokrasi tidak hanya di pusat-pusat kekuasaan yang ada di Jakarta, tetapi juga di daerah-daerah. Dimana posisi posisi yang dikuasai kelompok kristen dan katolik, dari waktu ke waktu diambil alih  oleh kelompok-kelompok Islam.

KESIMPULAN 

Dari paparan materi di atas, penulis memberikan kesimpulan bahwasanya sudah jelas ruang lingkup dari Islam itu sendiri tidak memungkinkan untuk tidak menyentuh atau berpatisipasi masuk ke lingkup politik dan negara. Hal ini juga terkait dengan aturan dalam Islam itu sendiri yang mengatur tentang urusan-urusan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun