Kenal dekat dengan drama Mangir? Drama ini merupakan salah satu karya dari Pramoedya Ananta Toer, dengan maut di ujung muslihat sebagai penutupnya. Dramanya pernah dipentaskan pada Parade Seni Peran 2013 di UNNES, dan berhasil menggaet peminat. Pementasan drama yang sempurna memang menjadi hal yang di idam-idamkan, namun sudahkah persiapannya matang?
Budianta (2002: 95) menggambarkan drama sebagai sebuah genre karya sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Naskah drama sendiri menjadi bagian yang paling diperhatikan. Selain pada unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, penokohan, dialog, latar, dan amanat; terdapat pula Wawancang dan kramagung. Wawancang merupakan kalimat atau kata-kata yang diucapkan tokoh dalam drama. Kramagung merupakan petunjuk perilaku, tindakan, atau perubahan yang harus diperankan tokoh di atas pentas.
Gagasan antara memperjuangkan dan mencegah sering kali menjadi konflik yang sengit, dengan berbagai kisah baik dalam percintaan, kehidupan sosial, atau hubungan spiritual. Maka, seorang aktor mengemban tugas untuk memperjelas gagasan itu. Beberapa keahlian seperti menghayati tokoh yang diperankan, mengekspresikan peran dengan mimik wajah, keluwesan akting, mengendalikan gestur tubuh, dan memiliki kemampuan intonasi dan aksentuasi dalam dialog menjadi dasar-dasar yang harus dikuasai seorang aktor.
Naskah drama juga melalui banyak pertimbangan untuk dipentaskan. Prolog, dialog dan epilog menjadi hal dasar dalam menulisnya. Drama yang menarik selalu dimulai dengan paragraf utama yang memikat, prolog yang menyampaikan layar belakang menjadi gerbang pengantar agar penikmatnya terjerumus. Drama kemudian dibangun megah oleh dialog, percakapan antar tokoh dan suasana yang dibangun membuat penikmat lebih masuk dalam perkembangan alur cerita. Epilog juga menjadi hal yang ditunggu-tunggu penikmat, bagaimana sebuah drama berhasil memuaskan penikmatnya dengan penutup yang elok. Beberapa epilog yang biasanya digunakan adalah akhir cerita yang bahagia, terselesaikan, tragis, ataupun teka-teki.
Naskah juga terikat pada tiap-tiap babak dan adegan yang ditampilkan. Bagaimana kisah yang utuh menyajikan perkembangan di setiap perpindahan babak. Penataan barang, penggunaan pakaian, dan pergerakan cahaya menjadi pendukung untuk terciptanya pentas drama yang utuh.
Drama menjadi cermin kebenaran bagi penikmatnya, bagaimana keadaan sebenarnya ditampilkan dalam bentuk lain, seperti melihat realitas dengan jarak yang lebih dekat. Bagaimana kegundahan itu tercurahkah pada babak pertikaian, seperti dilempar batu panas yang lama terendap. Maka, marilah kita mengalirkan lebih besar lagi gagasan yang terendap di hati dan pikiran. Lantangkan kegundahan itu, pentaskan keinginan itu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H