Sedalam itu dan setepat itu makna lagu ini menjabarkan kondisi Ramadhan.
Baiklah, hari ini saya akan menuliskan perasaan hati untuk Ramadhan. Sebulan bersama nya.
Dan besok akan segera berpisah.
Ada teman saya yang mengingatkan dengan sepenggal hadist ini di lini sosial medianya, "Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri yang banyak" HR. Ahmad 4/278
Barangkali, saya harus mensyukuri waktu yang diberikan selama Ramadhan ini. Meskipun sedikit, dengan harapan di bulan selanjutnya Allah swt akan tetap menjaga spirit Ramadhan ini. Semoga kita semua menjadi hamba yang juga senantiasa bersyukur.
Semoga kita semua kembali menjadi manusia yang suci secara lahir dan batin.Â
Melihat fenomena dan menilai sifat dasar manusia. Sebenarnya setiap manusia mendambakan dan merindukan kedamaian.Â
Kita sepakat bukan? Ketika kita berada di satu frekuensi waktu dan kondisi yang memaksa kita untuk A*, dan ketika mayoritas melaksanakan A, kita turut terpacu untuk bisa melaksanakan kegiatan A juga? Dan ada perasaan yang secara universal kita rasakan dari dampak kegiatan A. Perasaan yang menimbulkan kecintaan dan rasa tidak rela bila berpisah dengannya? Perasaan itu adalah rasa damai dan berpasrah kepada Allah swt.
Bagaimana dengan membawa A terus hadir di kehidupan kita? Biarpun setelah ini tidak ada lagi waktu dan kondisi yang memaksa kita semua untuk satu frekuensi. Sebulan kemarin di Ramadhan ini, "rasa damai" kita telah dibangunkan, rasa  yang mungkin sempat tertidur terganti dengan nafsu dunia yang kita ciptakan sendiri.
Mengapa saya mengatakan rasa itu telah dibangunkan?
Salah satu contohnya, bukankan kita turut tersentuh mendengarkan lagu "Deen Assalam" lagu yang mendadak ada di playlist kita sepanjang Ramadhan ini, yang bermakna begitu dalam mengajak untuk berperilaku dan bertutur kata yang baik dengan cinta dan senyuman. Islam, dan agama perdamaian.Â