Tema malam ini mebahas tentang pro dan kontra salam tempel.
Salam, lalu di tempeli uang. Begitu yah? hehe
Salam tempel bukan hanya tradisi masyarakat Tionghoa, melainkan masyrakat kita juga ternyata melakukan kebiasaan ini pada moment tertentu.
Khususnya lebaran Idul Fitri. Salam tempel umumnya diberikan kepada anak - anak kecil, dan tidak kemungkinan yang dewasa juga dapat. Kalau di keluarga saya, selama anak itu belum bekerja, dia masih berpeluang mendapatkan tempelan uang saat bersalaman. hehee...Â
Mau dapet? Jangan kerja buru - buru.. loh salah yaa, :pÂ
Kalau saya pribadi menilai salam tempel untuk anak merupakan hal yang perlu - perlu saja dan tidak masalah.
Karena sedari kecilpun saya juga pemburu salam tempel. Kasian gitu rasanya, kalau sudah di arep - arep tapi gak ada yang nempelin uang pas salaman... :")
Tapi bukan hanya sebatas uang sih makna salam tempel yang sesungguhnya.
Lebih ke reward atas apa yang sudah dikerjakan anak kita atau adik - adik kecil kita.
Contoh kecil, mereka mulai mau belajar berpuasa. Padahal anak - anak belum dibebankan kewajiban untuk berpuasa. Namun, suatu hal yang penting melatih anak - anak belajar berpuasa dari kecil.
Menurut saya simpel nya kita bisa mulai dari menyentuh psikologis anak.Â
Anak - anak perlu di tanamkan, bahwa puasa itu menyenangkan. Kegiatan - kegiatan untuk menunggu waktu berbuka puasa banyak agar bisa menahan lapar dan haus, membuatnya lupa bila sedang puasa. Dan tidak apa bila ingin menjanjikan hadiah kecil apabila mereka mampu berpuasa. Minimal setengah hari deh..
Jadi memberi uang atau THR dalam salam tempel, bagi anak - anak yang berpuasa merupakan salah satu hal kecil untuk menanamkan image bahwa puasa itu menyenangkan.Â
Akan berat loh meminta anak - anak menahan lapar dan hausnya, tapi mereka sungguh - sungguh melakukannya karena hadiah tadi.
Saya menilai anak kecil merupakan makhluk yang sederhana dan polos apa adanya. Bentuk reward yang mereka harapkan ya hadiah. Dan hadiah akan lebih mudah diberikan dalam bentuk uang, supaya mereka juga bisa belajar, membelanjakan uang yang dimiliki untuk membeli sesuatu hal yang mereka inginkan.Â
Sejauh ini, yang saya lihat dari anak - anak kecilpun, mereka tidak paham jumlah uang yang mereka terima (rata - rata usia <7tahun), yang mereka tahu dan rasakan adalah "rasanya diberi hadiah", untuk tahap selanjutnya uang itu akan di apakan?, pasti mereka pasrahkan semua kepada orang tuanya. Jadi intinya uang anak yang handle ya emaknya.. hihii
Nah, pada saat proses mempasrahkan ini, sebagai orang tua kita bisa sedikit menanamkan tanggung jawab kepada mereka.Â
Contoh kecilnya :
- Adek kemarin mau beli barbie yah? Adek kan sekarang ada uang, nanti beli barbie nya bisa pakai uang adek sendiri deh. Kalau masih ada sisa ditabung yah, biar kalau adek mau beli apa - apa bisa pakai uang sendiri.Â
- Adek, wahh uangnya banyak sekali, sudah bilang terima kasih belum? Jangan lupa ya sebagian uangnya kita sedekah yuk..
- Adek... kan dapat hadiah, besok kalau puasa lagi gak boleh nangis yaa kalau lapar?
- Wahh.. asik deh mas.... kemarin nabung mau beli robot, sekarang bisa kebeli dehh.. Tambahin celengannya
Dan lain - lain...
Selain menanamkan psikologis yang senang dan bahagia menyambut puasa, anak - anak juga bisa diajarkan bersyukur. Sebagian dari mereka yang menerima THR atau salam tempel, tidak selama nya mereka mendapatkan limpahan materi yang berlebih dari orang tua mereka. Contoh kecilnya, adik kecil saya di rumah. Uang jajannya sehari dibatasi, kalau mau jajan ya harus dengan uang itu untuk seharian dan tidak boleh minta lagi. Kadang, karena sudah habis membeli mainan atau sesuatu, uang jajan nya harus rela dipotong ke ibu nya... hihii sampai - sampai jualan pesawat kertas di sekolah atau kartu koleksinya, karena kadang juga Bundanya gak kasih uang jajan.. . :")
Jadi simpel saja sih, itu semua biar mereka senang. Menghapus duka lara, kalau minta mainan tertentu suka diomelin dulu sama mama nya.. :")
Perlahan, ketika bertambah usia, mereka juga akan lebih paham dan mulai terbiasa dengan berpuasa. Dan mulai mengerti bahwa berpuasa merupakan sebuah kewajiban. Mulanya mereka mungkin hanya menyadari bahwa berpuasa sebatas menahan lapar dan haus, lama kelamaan, mereka juga akan paham, bahwa makna puasa melebihi itu semua.
Dan berdasarkan buku yang pernah saya baca tentang melatih anak untuk berpuasa. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa kita mengajarkan mereka berpuasa bukan hanya sekedar meminta mereka menahan lapar dan puasa, tetapi mengajarkan dan menanamkan dulu bahwa puasa  adalah menyenangkan dan mengingatkan dengan hal - hal yang indah, seperti kenangan memperoleh hadiah boneka saat puasa pertama..Â
Selain itu, anak - anak juga tidak perlu dipaksa bangun sahur saat latihan puasa, cukup diingatkan saja saat mereka bangun, kita minta mereka makan dan minum untuk siap - siap puasa.. Sampai kiranya usianya cukup besaran dikit untuk diajak bangun sahur, biasanya mereka malah inisiatif sendiri ikut sahur.Â
Saat sudah dewasa, mereka juga akan merasakan bahagianya bisa memberikan THR kepada adik - adik kecil, dan melihat kebahagiaan sederhana di wajah mereka. Percaya deh.. Belajar itu membutuhkan waktu, dan belajar itu menyenangkan, itu sih psikologis yang bisa dibentuk sedari dini kepada anak - anakÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H