Mohon tunggu...
selestin nisfu
selestin nisfu Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Epidemiologi Kesehatan

on learning process. love every little things to write in.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Muhasabah Malam di Bulan Ramadhan

10 Juni 2018   21:42 Diperbarui: 10 Juni 2018   22:00 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya baru kemarin siap -- siap dengan suka cita menyambut kedatangannya,

Bulan penuh Rahmat dan Ampunan.

Baru kemarin ikutan tarawih pertama di mushola kecil dekat kosan tempat kerja, tarawih di gang mushola nya.

Rasanya baru kemarin ikrar janji ingin membentuk kebiasaan lebih baik di Bulan Ramadhan.

Sekarang, hitungan mundur, harus siap -- siap berpisah dengan bulan yang begitu di muliakan.

Dan saya, masih menjadi manusia yang belum seutuhnya mengambil pahala maksimal di bulan ini.

Kesan malam ini, sudah memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Malam ini mungkin waktu yang tepat untuk bermuhasabah sejenak. Menuliskan apa yang menjadi kekhawatiran manusia yang belum seutuhnya memaksimalkan Ramadhan dengan baik. Rasanya sedih, kemarin kemana saja?

Malam -- malam di Bulan Ramadhan, hanya sebatas malam membatalkan puasa dan amalan malam yang tidak maksimal. Menjelang hari terakhir Ramadhan pun, kesibukan mulai bergeser menjadi jumpa temu sana -- sini, semoga Allah SWT memasukkannya ke dalam pahala silaturahmi. Aamiin, meskipun penundaan sholat sunnahnya yang dikorbankan (?). Dengan kasus tersebut, apakah saya tergolong hamba yang dapat memaksimalkan pahala Ramadhan? Hanya Allah SWT yang tahu, dan sejujurnya hati kecil saya memberontak, ia berbisik "Upaya mu kurang maksimal berlari ke arah Allah SWT".

Bulan Ramadhan menjadi bulan membuka mata, bahwa "Nafsu manusia memang besar", tidak perlu melibatkan kehadiran iblis atau setan, lagipula selama Bulan Ramadhan mereka dibelenggu. Tapi ternyata tidak dengan nafsu manusia, ia bebas masih ikut menguasai manusia, dan musuh sebenarnya adalah nafsu sendiri. 

Tidak perlu mengkambing hitamkan iblis atau setan pada Bulan Ramadhan. Atau mereka yang telah berhasil merasuki kita pada bulan dimana ia dibebaskan ke dunia? Membentuk nafsu manusia sedemikian rupa, hingga manusia itu sendiri yang tidak lagi bisa mendefinisikan mana nafsu belaka dan mana akal sehat. Pola nafsu yang melekat, dan tetap ada di Bulan Ramadhan, biarpun guru sesat nya sudah dibelenggu di neraka. Beruntunglah, Allah menjadi Ramadhan bulan berlatih menahan hawa nafsu, lewat berpuasa.

sumber : iPRODUKSI
sumber : iPRODUKSI
Nyatanya, sering kali saya masih kalah berperang nafsu diri sendiri selama bulan Ramadhan ini. Nafsu masih mengutamakan kegiatan dunia, nafsu belanja, masing terpancing emosi dengan beberapa berita, mudah marah, egois. Itu semua kumpulan nafsu negatif. Berbeda dengan nafsu untuk kebaikan atau lawamah (dorongan hati untuk berbuat kebaikan), sifat ini yang masih menjadi PR untuk di pupuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun