Mohon tunggu...
selestin nisfu
selestin nisfu Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Epidemiologi Kesehatan

on learning process. love every little things to write in.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Masa Kecil Sempurna karena Mushola

20 Mei 2018   17:33 Diperbarui: 20 Mei 2018   17:41 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku suka masjid Jogokariyan, Yogyakarta. Menurutku tempatnya friendly banget terus banyak pengisi ceramahnya yang bervariasi dan keren -- keren. Udah kaya kampung Ramadhan disana, lengkap banyak yang jual takjil", Cerita sahabatku di Jogja tentang masjid favoritnya

"Aku suka masjid Az -- Zahroh Kota Madiun, selama aku hidup di Madiun kupikir itu masjid ter enak biarpun kecil. Aku suka Mbak, soalnya sholat disana adem ada AC nya, kalo dapet shaf luar anginnya lebih kenceng. Apalagi kalo ada bonus ketemu remas nya ganteng, Subhanallah", Masjid favorit versi sahabatku di Madiun

"Aku suka masjid di dekat rumahku, kenapa ya lebih karena rindu Pekalongan", jawab sahabatku lainnya yang sekarang merantau di Bintaro

Lalu bagaimana dengan aku? Mengapa aku begitu menyukai suatu tempat tertentu?

Hm.. mungkin 12% karena tempatnya, tapi 88% karena kenangannya

Yaaa.. termasuk kenangan di mushola favoritku, aku sepakat dengan sahabat Pekalonganku.

Mushola favorit dekat rumahku, mushola Al Khoirot. Jaraknya dekat dengan rumahku, hanya dibatasi dua rumah. Jadi tidak membutuhkan banyak pengorbanan untuk kesana. Kenapa mushola? Bukan masjid?

Pada dasarnya aku kesulitan mendefinisikan perbedaan mushola dan masjid, aku takut salah kalau membahas perbedaan keduanya di tulisanku. Tapi mushola Al Khoirotku disini, adalah mushola yang tidak cukup besar, dan telah dilaksanakan sholat lima waktu disana dengan imam wilayah setempat yang bergantian.

Aku cukup senang bisa memiliki kenangan dengan mushola. Biarpun kini, aktivitas ku tidak banyak disana, hanya pada moment besar seperti tarawih Ramadhan saja.  Lalu apa yang membuatku memilih mushola Al Khoirot sebagai masjid favoritku? 

Itu karena banyaknya kenangan disana. Aku mengikuti perjalanan mushola ini dari zaman dulu hingga sekarang, ingat awal mula nya bagunan ini hanya seperti sebuah kontrakan dengan dua kamar disekat. Kecil, dan biasanya aku kesana karena ikut ibu mengaji. Lalu, masyarakat sekitar memakmurkannya dengan terus membagun mushola kami sebaik mungkin, hingga jadilah mushola yang sekarang ini. 

Tidak besar, tapi cukup menampung semua warga kami. Tidak megah pula, tapi bersih dan nyaman untuk aktivitas keagamaan di wilayah kami.

Siklus kehidupan di wilayahku berputar. Sekarang aku menjadi generasi yang sudah cukup dewasa lah sekiranya di lingkunganku, jadi melihat anak -- anak kecil berbondong -- bondong beribadah di mushola favoritku itu, membuat aku juga ingat waktu kecilku dulu. 

Aku memiliki empat sahabat kecil yang sampai sekarang masih bersahabat, kita sama -- sama tumbuh dari mushola itu. Berangkat ngaji bareng waktu kecil, dan kalau bulan Ramadhan sholat tarawih dan subuh bareng disana. Aku bersyukur ternyata pernah memiliki kenangan di mushola. 

Zaman dulu, depan mushola ku adalah lapangan luas, kebiasaan ku dan teman -- teman adalah memilih shaf paling terakhir saat sholat. Kami suka tidur di belakang, melihat ke langit di sela -- sela tarawih. 

Adegan macam di film Sherina gitu melihat bintang di langit, hahaa padahal langit Jakarta tidak bisa melihat bintang. Jangan tanya dulu kami tidak paham, kalau semua rakaat di tarawih harus dilaksanakan, dulu fikir kami bisa break atau istirahat dulu dan melewatkan dua atau empat rakaat untuk tidur sambil melihat ke langit.

Kami jadi bocah yang sibuk di shaf paling akhir, membawa catatan kegiatan Ramadhan dan menulis ringkasan ceramah tarawihnya. Juga berbondong -- bondong mengejar tanda tangan ustad atau imam sholat saat itu. Begitu menyenangkan. 

Saling samper menyamper ke rumah teman untuk berangkat sholat berjamaan subuh atau tarawih. Bahkan mushola juga jadi tempat kenangan cinta monyet bocah -- bocah, kesempatan bertemu anak tetangga saat sholat. Tempat buka puasa bersama, pengajian, bahkan beberapa proses akad nikah juga berlangsung di mushola favoritku ini. 

Apa lagi? Banyak, aku serasa menjadi bocah kecil yang sempurna bersama teman -- temanku lainnya, menjelang takbiran pergi keliling komplek pakai sepeda hanya untuk melihat keramaian. 

Sekarang generasiku bukan lagi waktunya untuk bermain seperti dulu, kami sekarang hanya jadi generasi penikmat kenangan. Dan calon generasi pewaris, semoga menjadi pewaris kebiasaan baik untuk generasi selanjutnya. 

Aku sepakat, anak -- anak sedari kecil sudah harus mengenal masjid atau mushola, terlebih anak lelaki yang lebih baik bila selalu berjamaah di masjid. Anak -- anak berhak untuk mendapatkan pendidikan islam secara nyata. Aku harap mushola favorit ku selalu tetap bersahaja dan selalu dimakmurkan oleh warga disini. Karena kedamaian hidup bertetangga, bisa tercermin dari hidupnya mushola atau masjid di lingkungan wilayahnya.   

doc pribadi
doc pribadi
Melangkah ke masjid, ada kebaikan disetiap langkahnya

".....Seseorang yang telah menyempurnakan wudhunya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan untuk shalat, tiap ia melangkah satu langkah maka diangkatkan baginya satu derajat dan dihapuskan satu dosanya, sampai ia masuk masjid....." (H.R. Bukhori no 447 dan Muslim no. 649)

Masa kecil kurang sempurna,bila belum main ke mushola/masjid terdekat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun