Mohon tunggu...
Abdul Basir
Abdul Basir Mohon Tunggu... profesional -

Mantan guru Biologi. Sedang aktif di dunia Startup. Penulis dan pencerita macam-macam.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Indosiar adalah Wujud Cinta Rakyat yang Hakiki

7 Agustus 2016   16:40 Diperbarui: 7 Agustus 2016   20:48 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memulai dengan bahasa marketing: kalau kamu ingin belajar tentang bagaimana kamu bisa mengokupasi keywords terkait industri dan menjadi raja di niche mu, maka belajarlah dari Indosiar.

Ikan besar di kolam yang besar

Sudah bukan rahasia lagi, kalau Indosiar memiliki label sebagai stasiun televisi yang menghasilkan tayangan-tayangan berkualitas 'rendah'. Orang akan sulit lupa tentang siaran-siaran sinetron orang naik elang  atau narasi yang selalu didubbing kan ala film silat masa lampau. Atau, siapa bisa lupa dengan sinetron ala Bollywood dimana para pemerannya senang sekali bernyanyi di taman atau dalam deras hujan?

Kualitas tayangan tersebut membangun sekaligus menyakiti reputasi Indosiar sebagai sebuah merek. Banyak orang nyinyir berpendapat manajemen Indosiar tidak merasa ingin bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa lewat tayangan berkualitas.

Tentu bukan tanpa kebetulan bahwa Indosiar selalu merilis konten-konten model begitu. Mereka sadar bahwa konten begitu lah yang disukai para pemirsanya. Walau bisa jadi karena pemirsanya tidak punya pilihan lain, maka mereka menyukai konten-konten begitu. Terus berputar di lingkaran.

Sewaktu saya di Pekalongan saya menjadi saksi, diantara kepungan berbagai siaran lain, masyarakat, yang berasal dari kalangan petani, nelayan, pekerja serabutan, pekerja batik, para remaja yang pulang sekolah, lebih memilih meluangkan waktu menonton orang naik elang di Indosiar. Plus tayangan gosipnya.

Cukuplah Pekalongan, sebagai sebuah kabupaten yang lambat berkembang, menjadi representasi yang cukup menggambarkan betapa besar kecintaan masyarakat menengah bawah pada Indosiar.

Namun, lambat laun Indosiar berubah dan apa yang mereka capai sekarang malah lebih hebat dari sebelumnya. Semua bermula dari Nazar dan kawan-kawan berdangdutnya. Dan tentu saja jangan lupakan bang Ipul kita tersayang.

Lewat tayangan D'Academy, Bintang Pantura, D'Terong, dan berbagai acara dangdut lainnya. Indosiar semakin mengukuhkan dominasinya di segmen pasar proletariat ini. Menjadi raja yang berkuasa. Bahkah sepeninggal bang Ipul dengan kasus hap-hap nya, Indosiar tetap berjaya.

Masyarakat kabupaten Pekalongan dan Indonesia secara khusus tidak mencintai Indosiar karena bang Ipul dan Nazar belaka. Mungki juga bukan karena Soimah dan Rina Nose. Alih - alih kemolekan Raisa dan Isyana, kita disuguhi dengan Lesti Cianjur dan Evi Masamba.

Lesty Cianjur
Lesty Cianjur

Kenapa saya bilang lebih hebat?

Dengan tetap berfokus pada segmen pasar, konten, dan konteks tayangan yang sejenis, bahkan ketika Indosiar merambah produk 'mewah' Stand Up Comedy, Indosiar malah makin dicintai. Dan berkat tayangan bercanda-sambil-berdiri itu, Indosiar malah dengan cerdas dan halus masuk ke pasar yang lebih luas.

Pasar yang selama ini digarap Kompas TV dan Metro TV. Namun, alih-alih berkompetisi dengan polesan yang sama, Indosiar memilih tetap menjadi dirinya sendiri.

Produk boleh mewah, namun jeroannya tetaplah Indosiar yang sama. Menampilkan keluguan dan semangat orang-orang kecil yang ingin mengubah nasib lewat televisi. Menjadi idola di kampungnya, dielukan masyarakat disana, dan diundang ke istana para bupati serta walikota. Seperti Cemen dari Cikarang atau Muzdalifah dari Pinrang. Pernah dengar nama daerah itu sebelumnya tanpa Indosiar?

Indosiar mewakili semangat orang kecil yang ingin berjuang. Indosiar sang pembuka jalan. Dan yang tidak kalah penting, Indosiar adalah pelarian kita dari televisi Mars Perindo.

Masih Ada Lagi, Indosiar?

Sadar akan betapa ketatnya persaingan di industri televisi nasional dan menyadari bahwa kecepatan dan momentum yang terjadi harus dimanfaatkan, Indosiar melangkah lebih jauh lagi.

Kita tentu dapat melihat betapa kelambanan dan sikap malu-malu sebuah stasiun televisi akan identitas dirinya dapat begitu merugikan. Misal, ada RTV yang sempat heboh dengan Olimpiade Indonesia Cerdas namun habis itu apa? Kemana RTV sekarang? Nirina Zubir tidak sanggup menerbangkan Rajawali Televisi sendirian.

Memang, adalah dia yang mengusung dan memperkuat identitas diri lah yang malah unggul disini. NET TV terdepan dengan konten-konten tayangan berbobot yang classy. Trans 7 kuat dengan tayangan edukasi dan talkshow, dan saudara tuanya yang sempat limpung akibat lupa diri, Trans TV sekarang kembali lagi.

Tapi, Indosiar adalah juaranya. Bersama Karin Novilda dan Pak EsBeYe , kita belajar menjadi diri sendiri. Dan Indosiar pun telah belajar, kegagalan mereka pada program Akademi Fantasi masa lampau adalah sebuah hikmah yang berharga.


Tahu bahwa sebagian besar penggemarnya adalah para orangtua paruh baya, Indosiar ingin hadir dalam benak segmen pasarnya kali ini, menjadi top of mind.

Dan, apa yang disukai para paruh baya selain sebuah nostalgia ?

Akhirnya lewat sebuah tayangan bertajuk Golden Memories, Indosiar diprediksi akan menjadi kesayangan para orangtua kita ini. Semalam saya menjadi saksi langsung, berpasang-pasang suami istri, berjingkrak-jingkrak, kegirangan, bergoyang dan berdendang bersemangat bersama para penyanyi dan pembawa acara.

Produk boleh berbeda sekali lagi, namun Indosiar tetap lah begitu saja. Berusaha tetap berasa kampungan dan norak tetap ada Ramzi dan Irfan Hakim bersama Rina Nose menjadi MC. Malahan, tetap ada Bunda Hesty Koes Endang di acara ini, digabung bersama Hedy Yunus dan Lis Sugianto agar lebih terasa Memoriesnya.

Acaranya tetap serupa, ajang pencarian bakat diselingi canda tawa yang 'kampungan dan norak'. Berisi orang-orang 'kampung' dari berbagai wilayah Indonesia yang bersemangat. Bersemangat menggapai mimpinya dan membanggakan kedaerahannya.

Yakinlah kepada saya, mereka ini akan bikin heboh lagi. Dinantikan di rumah, warung, pasar dan terminal kita. Mereka akan menjadi idola-idola kita yang terasa lebih dekat digapai, alih-alih kak Raisa dan dek Isyana. 

---

Artikel ini sebelumnya telah terbit di blog pribadi saya : www.abdulbasir.id . Silakan disebarkan jika dirasa menarik dan bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun