Tertulis rapi dalam kertas apik yang usang
Sebuah cerita pahit yang mengundang angkara murka
Angin tak bergeming secuil pun tuk meniupnya
Cahaya enggang menyinari
Diantara debu-debu yang menua
Kegelapan yang mencekam
Ia tetap bungkam tak mau berbagi
Dari banyaknya goresan tinta yang bercerita
Kisahnya yang begitu kelam
Tapi,sesungguhnya sebuah rahasiah kuat tergembok
Sang empunya turut membisu
Garis-garis wajah tak bisa berdusta
Usia telah menelan perlahan tetapi pasti
Dikepala terdaftar menu menyesalan
Kaki tangan kaku bertahan
Hanya mata menyiratkan keresahan
Namun saksi-saaksi sejarah bergeming tak mau tahu
Bagi mereka dia adalah masalah masa lalu yang harus dikenang
Kebrutalan yang merongrong masa muda
Terbalas cibiran pedas yang mengekang
Semua acap kali tersihir dalam hakim tak berpalu
Balada-balada berdenging memojokkan
Terdiam sudah tubuh rapu itu
Yang dulu ekspresif menggertak manusia tak berdaya
Memaksa telinga telinga mendengar irama palsu yang menyesatkan
Menusuk mata yang tak mau menatap
Menyumpal mulut yang menantang bualanya yang tak bermakna
Dikala itu,dia membiarkan lapar dahaga
Memekikkan gaunya sampai kenegri tetangga
Terbayarlah kini harga mahal yang terpampang dalam struk dosa masa lalu
Amarah awak bangsa tak bisa lagi diredam
Walau potret rentah ituterpasang didinding ketidak berdayaan
Irono memang,tatkala tiba masa tak bisa berbuat apa-apa.
BUKA MATAMU,SEBAB KAU ADA UNTUK MEMBAYAR GORESAN MERAH DI SUKMAIBU PERTIWI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H