Lagu ini diciptakan untuk anak-anak yang memiliki disabilitas. "Jadi hanya pakai tangan kiri saja dimainkannya," kata Ananda Sukarlan saat ditemui di SCBD, Jakarta Selatan pada Jumat (15/12/2023).
Dalam Rapsodia Nusantara No.39, Ananda Sukarlan tidak hanya merangkai melodi-melodi indah yang mencerminkan kekayaan budaya Indonesia, tetapi juga menyematkan unsur-unsur yang dapat diakses dan dinikmati oleh individu dengan berbagai tantangan fisik. Komposisi ini menjadi sebuah simfoni inklusif yang membuka pintu bagi semua orang untuk merasakan keindahan musik tanpa dibatasi oleh keterbatasan fisik.
Nanda Sukarlan percaya bahwa memiliki kekurangan tidak membuat mereka berhenti berkarya. Nanda Sukarlan kemudian muncul dengan gagasan bahwa penyandang disabilitas yang hanya memiliki satu tangan, misalnya, juga dapat menghasilkan karya musik.
Salah satu elemen kunci dalam penciptaan karya ini adalah penggunaan TransAcoustic Piano. Piano ini tidak hanya menghasilkan suara yang kaya dan mendalam, tetapi juga dilengkapi dengan teknologi inovatif yang memungkinkan pemainnya untuk menyesuaikan karakteristik suara piano sesuai keinginan. Bagi mereka yang mungkin memiliki keterbatasan fisik dalam memainkan piano konvensional, TransAcoustic Piano membuka peluang baru. Ananda Sukarlan memilih untuk menggunakan piano TransAcoustic TC3 Yamaha sebagai alat musik karena dentingan klasik dari tutsnya membuat lagu terasa lembut dan merdu.
Ananda Sukarlan tidak hanya memanfaatkan teknologi piano ini untuk menciptakan suara yang memikat, tetapi juga untuk menciptakan pengalaman musik yang dapat dinikmati oleh semua orang. Dengan kemampuan piano untuk mengubah getaran suara menjadi getaran fisik, individu dengan disabilitas dapat merasakan dan memahami musik dengan cara yang unik.
Ananda menyatakan, "Ini bukan hanya piano biasa, tapi alat musik yang membawa nuansa baru dalam bermusik."
Selain Ananda Sukarlan, Firda Salim juga sempat mencoba piano. Suara dan fitur alat musik tersebut membuatnya terpukau.
Pentingnya inklusivitas dalam seni tidak hanya terbatas pada karya-karya tersebut, tetapi juga pada proses penciptaannya. Ananda Sukarlan menggandeng berbagai kalangan, termasuk musisi dan seniman disabilitas, dalam perjalanan penciptaan Rapsodia Nusantara No.39. Ini bukan hanya menjadi karya tunggal sang komponis, tetapi juga sebuah kolaborasi yang menghormati keberagaman dan memupuk keberanian untuk bersama-sama berkarya.
Karya Ananda Sukarlan ini bukan hanya sebuah simfoni musik, tetapi juga sebuah narasi inklusif yang mengajak kita untuk melihat melampaui batas-batas yang mungkin membatasi apresiasi seni. Rapsodia Nusantara No.39 dan penggunaan TransAcoustic Piano menjadi lambang semangat berkarya tanpa batas, menginspirasi kita semua untuk mengangkat nilai inklusivitas dalam seni dan hidup sehari-hari.Â
Dalam perjalanan melalui eksplorasi "Berkarya Tanpa Batas" Ananda Sukarlan dalam mewujudkan keindahan musik untuk disabilitas, kita menyaksikan bukan hanya penciptaan sebuah karya seni yang luar biasa, tetapi juga sebuah manifestasi inklusivitas yang menggetarkan hati. Rapsodia Nusantara No.39 menjadi simbol kemampuan musik untuk mengatasi segala batasan, memungkinkan setiap individu, tanpa memandang latar belakang atau keterbatasan fisik, untuk merasakan keajaiban melodi dan harmoni. Inovasi penggunaan TransAcoustic Piano oleh Ananda Sukarlan menjadikan alat musik bukan hanya sebagai medium ekspresi artistik, tetapi juga sebagai sarana menyampaikan pesan inklusivitas kepada seluruh dunia.
Peran "Berkarya Tanpa Batas" dalam konteks ini menjadi panggilan kepada seniman dan masyarakat untuk melihat melampaui hambatan yang mungkin menghalangi akses terhadap keindahan musik. Dalam mewujudkan inklusivitas, kita bukan hanya menciptakan harmoni musik, tetapi juga melibatkan semua individu dalam sebuah orkestrasi kehidupan yang serasi dan beragam.