Bila orang bertanya perihal sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, jawabannya tidak akan jauh-jauh dari dua hal. Pertama, Â Budi Utomo yang berdiri pada 20 Mei 1908. Kedua, peristiwa Sumpah Pemuda yang terjadi lebih dari dua puluh tahun kemudian.
Budi Utomo punya andil sebagai gerakan yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Sumpah Pemuda menyempurnakan ikhtiar Budi Utomo dan organisasi pemuda daerah lainnya.
Sebagai sebuah produk kongres yang sukses, Sumpah Pemuda dilahirkan dari sebuah kongres yang akrab disebut sebagai Kongres Pemuda. Dibagi dalam dua bagian, kongres ini berisikan para pemuda Indonesia yang memiliki gagasan mendahului zamannya. Siapa sajakah para pemuda tersebut?
Â
1. Soegondo Djojopoespito
Â
Namanya tidak sepopuler Mohammad Yamin. Padahal, perannya pada Kongres Pemuda II demikian besar. Dialah Soegondo Djojopoespito, ketua panitia Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda.
Nasionalisme bukan hal baru pada alam pemikiran Soegondo. Setelah lulus AMS tahun 1925, Soegondo melanjutkan kuliah atas biaya pamannya dan beasiswa di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Batavia). Sebelumnya, saat masih mengenyam pendidikan menengah MULO, dirinya bahkan satu atap dengan Soekarno di pondok milik HOS Cokroaminoto.
Nasionalisme itulah yang membuat Soegondo berpikir ‘selangkah di depan’ daripada pemuda lainnya. Saat kebanyakan dari mereka tergabung dengan organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan, Soegondo memilih masuk PPI (Persatuan Pemuda Indonesia).
Pada tahun 1926 saat Kongres Pemuda I, Sugondo ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Saat kuliah, Soegondo menumpang di rumah pegawai pos di Gang Rijksman. Karenanya, lingkaran pertemanan Soegondo diisi oleh para pegawai pos. Namun, dari lingkaran pertemanan inilah ia ‘berkenalan’ dengan Perhimpunan Indonesia, organisasi terlarang pemuda Indonesia yang berbasis di Belanda. Perkenalan mereka berasal dari majalah ‘Indonesia Merdeka’ terbitan Perhimpunan Indonesia yang diberikan oleh salah seorang pegawai pos.
Setelah membaca majalah itu, mata Soegondo makin terbuka. Ia menyadari pentingnya meraih sebuah kemerdekaan. Ia ingin berbuat sesuatu. Soegondo lalu belajar dan berdiskusi politik dengan Haji Agus Salim. Teman-temannya dihubungi untuk membaca majalah terlarang itu dan berdiskusi di pemondokannya. Mereka antara lain Soewirjo dan Usman Sastroamidjojo, adik Ali Sastroamidjojo.