Mohon tunggu...
Harun Al Rasyid Selano
Harun Al Rasyid Selano Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sorong, Komisariat UNIMUDA.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengapa Manusia Beragama? (Bagian 7)

1 Juni 2020   09:26 Diperbarui: 1 Juni 2020   12:12 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Wtiter | dokpri

Jika terjadi gunung meletus, manusia akan selalu menggantungkan pengetahuannya kepada segala sesuatu yang bersifat misteri, bahkan terkadang manusia menuhankan gunung tersebut karena ketidak-mampuannya dalam memecahkan teka-teki yang ada dibalik kejadian yang aneh itu, yang sebelum datangnya Sains kejadian gunung meletus seperti itu adalah dianggap sebagai kejadian yang bersifat supra natural. Demikian juga dengan fenomena alam yang lain, misalnya seperti terjadinya gerhana matahari, gerhana bulan, tsunami, tanah longsor, dan seterusnya, termasuk juga dengan segala kejadian yang menimpa diri manusia sendiri baik secara fisik maupun psikis.

Akan tetapi dengan datangnya Sains atau Ilmu Pengetahuan moderen, jika kita bertanya kepada seorang ahli gunung (ahli geologi) tentang kejadian gempa gunung meletus seperti itu, maka dia akan berkata sesungguhnya itu adalah fenomena alam yang biasa saja. Kemudian, jika terjadi gerhana dan kita tanyakan kepada seorang ahli astronomi, maka dia pun tidak akan kaget dengan semua itu, sebab dia sudah mengetahuinya tanpa rasa ragu sedikitpun, dan bahkan dia bisa memprediksi waktu terjadinya gerhana yang berikutnya. Demikian juga ketika kita tanyakan kepada seorang ahli psikologi mengapa manusia disaat sedang berada pada ketinggian bisa muncul rasa takut, maka dia akan mengemukakan alasan-alasan tertentu yang berasal dari sisi keilmuannya tentang karakter manusia. Begitupun seterusnya. 

Singkatnya, dengan datangnya Ilmu Pengetahuan atau Sains, maka misteri itu menjadi tersingkap. Dengan datangnya Sains, segala sesuatu yang tadinya bersifat misteri, kini berubah menjadi sebuah Ilmu Pengetahuan baru (Sains). Dengan datangnya Sains, manusia menjadi tahu bahwa apa yang dahulu diyakini sebagai tuhan-tuhan yang misterius itu adalah salah, karena misteri itu tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada saat itu secara meyakinkan dan ilmiyah.

Nah, karena kepalsuan dari misteri-misteri itu telah tersingkap, maka muncul sebuah aliran keagamaan jenis baru dalam sejarah umat manusia seperti saat sekarang ini, yaitu Agama Sains (Scientific Religion) yang berlandaskan pada nilai-nilai materialisme, dari sinilah muncul gagasan Atheisme. 

Mereka yang mengatas namakan diri mereka sebagai penganut Atheisme (orang-orang yang tidak mengakui keberadaan tuhan) adalah sebuah fenomena yang tidak sewajarnya terjadi bagi seorang manusia. Hal ini karena memang pada dasarnya manusia secara alami adalah homo-religious (makhluk yang berkepercaan), sehingga pada saat seseorang yang "mengklaim" dirinya tidak memiliki satu keterikatan tertentu dengan suatu agama, maka sebenarnya dia sedang keluar dari jalur kemanusiaannya. 

Fenomena Atheisme merupakan sebuah fenomena yang sangat tidak masuk akal, fenomena yang bertentengan dengan semangat kemanusiaan, seseorang yang mengaku menjadi pengikut paham atheisme adalah sesungguhnya hanyalah klaim kosong belaka yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan keabsahan pernyatan tersebut. 

Seorang yang mengaku sebagai pengikut atheisme adalah dia yang sebenarnya berada dalam keadaan frustasi tingkat tinggi dikarenakan ketiadaan pilihan dari suatu bentuk keagamaan, yang pada akhirnya ketiadaan pilihan tersebut mendorongnya untuk melakukan sebuah tindakan derasionalisasi (merasionalisasikan ulang) segala bentuk pengetahuan yang hampa dari semanngat kemanusiaannya. 

Orang yang mengaku dirinya sebagai atheis ini sebenarnya secara tidak sadar dia telah memeluk suatu bentuk agama baru, yaitu agamanya adalah Sains. Dimana dia percaya bahwa dengan adanya Sains dia dapat melakukan dan mengetahui segalanya. Pada saat dia mempercayai Sains sebagai sumber inspirasi keilmuannya, maka secara tidak langsung dia telah menuhankan Sains tersebut. Jika seorang yang mengaku berpaham Atheisme itu menganggap dia tidak beragama dan tidak bertuhan, maka itu hanyalah pernyataan kosong yang tidak dipahaminya, karena dia hanya menerjemahkan agama itu bersifat formal, sementara ada juga agama yang bersifat non-formal sebagaimana yang sedang dianutnya itu, yaitu Agama Sains. 

Oleh sebab itu, dari pemaparan yang kami sajikan mulai dari bagian pertama tulisan ini hingga bagian terakhir ini, kita bisa menarik sebuah kesimpulan umum yang bersifat sederhana dan sekaligus rasional, bahwasanya tidak ada satu manusiapun di dunia ini yang tidak mempercayai adanya sesuatu dimensi lain diluar dirinya untuk memberitahuakannya tentang segala apa yang tidak dipahaminya, tidak ada seseorang pun yang tidak  memiliki sandaran hidup untuk menggantungkan setiap harapan dalam kehidupannya dikala dia sedang berada dalam situasi yang mengacaukan psikologisnya, dan tidak ada seorang pun yang tidak memiliki dan pempercayai agama tertentu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun