Kesimpulan, lmu Pengetahuan (Sains) Dan Fenomena Atheisme
Pada bagian pembahasan kami yang sebelumnya kompasiana.com/selano260695, kita telah mengangkat berbagai pembicaraan terkait dengan alasan-alasan rasional mengapa manusia beragama ditinjau dari beberapa perspektif, yang pada akhirnya, kesimpulan dari semua pembahasan terkait alasan-alasan mengapa manusia beragama itu adalah manusia tidak mampu untuk menjawab segala sesuatu yang berkaitan dengan kejadian-kejadian alam, baik yang terjadi secara internal dari dirinya, dan kejadian-kejadian atau fenomena alam yang terjadi diluar dari darinya.
Dari semua pembahasan dan penalaran itu, kita pada akhirnya akan bermuara pada suatu daratan yang rasional dan filosofis kemudian menyimpulkan bahwa sesungguhnya manusia membutuhkan sebuah kekuatan yang bersifat misteri yang berasal dari luar dimensi dirinya untuk memberitahukan setiap apa yang terjadi pada diri dan lungkungan serta alam semesta yang penuh dengan keanehan dan ketakjuban ini.Â
Manusia membutuhkan misteri untuk menjadi tempat bergantung dan bersandar dari segala kejadian yang melibatkan psikologinya, manusia juga membutuhkan sebuah misteri untuk dapat membantunya tentang segala sesuatu yang tidak mampu dijangkau oleh dimensi kognitifnya.Â
Segala yang dibutuhkan dan kemudian dijadikan tempat bergantung dan bersandar, serta apa yang menjadi pusat pemberitaan kepada dirinya berupa kekuatan misterius itulah yang kemudian disebut dan dinamakan sebagai tuhan, dewa, sang hyang widi, dan sebutan-sebutan lain tergantung pada keyakinan agama masing-masing.Â
Manusia sejatinya tidak bisa hidup tanpa adanya kekuatan-kekuatan yang bersifat misterius, karena sebagai seorang yang mempunyai daya intelektual, dia akan senantiasa bertanya-tanya tentang segala sesuatu kejadian yang jawabannya itu melibatkan dimensi kognitifnya, namun karena disisi lain dimensi kognitifnya ini bersifat terbatas, sehingga mau tidak mau dia harus mencari sumber lain untuk menjawab semua pertanyaan yang muncul dari rasa keingin-tahuan yang ada pada dirinya. Dimensi yang dicarinya itulah adalah tuhan yang kemudian disakralkan dalam sebuah aturan institusi agama.Â
Seiring dengan pergantian waktu dan perkembangan zaman, muncul berbagai macam aneka peralatan yang dapat memudahkan segala pekerjaan manusia baik secara fisik maupun psikis. Fenomena munculnya segala alat-alat canggih ke permukaan dunia inilah yang kemudian dinamakan dengan Revolusi Industri.Â
Revolusi industri sebagaimana yang kita ketahui merupakan sebuah kejadian yang sangat besar dalam sejarah umat manusia selama hidup di dunia, dan memiliki andil yang sebesar-besarnya bagi peradaban kehidupan manusia serta mampu memberikan suatu arah berupa tatanan dunia baru bagi kelangsungan hidup manusia.Â
Revolusi industri memiliki sumbangan yang sangat mengejutkan bagi pengetahuan manusia dalam berbagai hal, diantaranya adalah ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, sains, teknologi, pertanian, pertambangan, kelautan, militer, dan lain sebagainya.Â
Dari sumua cakupan dengan adanya dunia teknikalisme itu, salah satu faktor yang menjadi bahan perbincangan kita dalam tulisan ini ialah Sains atau Ilmu Pengetahuan. Sebagaimana yang telah kami katakan dalam bagian-bagian sebelumnya, bahwa manusia sebagai homo-religious (makhluk yang memiliki kecenderungan beragama) dan sebagai homo-intelectual atau selalu mempunyai rasa ingin tahu (sense of cariousity), selalu menggantungkan pengetahuannya terhadap segala sesuatu yang bersifat misteri sebelum datangnya Sains.Â
Misalnya, jika pada suatu saat terjadi sebuah bencana alam berupa gempa bumi, maka manusia sebagai mahluk yang memiliki kesadaran bertuhan akan menyandarkan segala sesuatunya kepada hal-hal yang bersifat misteri untuk meminta perlindungan dan keamanan dari rasa ketakutan. Kemudian, sebagai mahluk yang mempunyai dimensi kognitif atau intelektual, maka rasa ingin tahunya akan mendorongnya kepada sesuatu yang bersifat misteri dan pengetahuannya kemudian terbatas hanya dengan kesimpulan-kesimpulan yang bersifat parsial semata.Â