Mohon tunggu...
Politik

Yudi Latif-Saldi Isra (Vs) Jokowi-JK

21 Februari 2016   20:46 Diperbarui: 21 Februari 2016   22:37 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jolla

Inilah dia, figur sederhana-merakyat dan sesekali mungkin sepanjang usianya sampai sekarang ini pernah menulis satu buah artikel dengan sangat menghebohkan dunia Opini harian Kompas 10 Mei 2014 dengan judul “Revolusi Mental.” Keliatan! Artikel ini ditulis oleh bukan tangan penulis yang produktif (seperti para pakar malang-melintang di atas), tapi ditulis oleh sesosok manusia yang cengar-cengir di dasar hati rakyat-yang harap banyak perubahan berkat kerajinannya blusukan dari daratan Nusantara; Sabang sampai Merauke. Sehingga artikelnya ikut merakyat dan bahasa yang dia pakai bahasa blusukan pastinya.

Terasa sekali.., menulis apa yang sudah Ia kerjakan. Baik sebagai rakyat, kepala keluarga, sarjana kehutanan, alumni UGM, pengusaha mebel yang muslim-nasionalis, dan sebagai mantan walikota Surakarta serta sebagai Gubernur DKI Jakarta yang ingin mengubah bangsa… Dan pada akhirnya terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7 (priode 2014-2019). Bersama dengan Jusuf Kalla, ia berdua diarak (secara besar-besaran) menuju Istana Negara setelah pelantikan. Menurut Yudi Latif, sebuah harapan besar…., yang ditaruhkan 252 juta rakyat Indonesia di pundaknya.

Lalu apa yang kita saksikan sekarang..? Huh! Program Nawa Cita (membangun Indonesia dari pinggiran) sedang berjalan. Dana desa beratus-ratusan juta tergelontorkan dari pusat ke setiap desa. Agenda nasional “Revolusi Mental” sedang berjalan salah satunya dengan pendidikan karakter. Dan dikabarkan akhir-akhir ini, ekonomi Indonesia mendatang akan semakin membaik.

Akan tetapi.., jangan kita lupa ungkapan Saldi Isra yang menyebutkan institusi politik bak “kampung maling,” yang kerapkali bermain asyik enggak asik di panggung politik. Piye kabare…, revisi UU KPK? Yang jelas-jelas pimpinan KPK yang akan menjalankan UU itu tidak iklas merevisinya, dengan alasan 90 persen akan melemahkan KPK sendiri. Padahal politisi realistis Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan pernah juga menyatakan, “kalau mau merevisi UU KPK Tanya KPK-nya dulu…, iklas atau tidak.., karena mereka yang akan menjalankan UU itu..!!!”

Ru-pa-nya, pejuang-pejuang bangsa yang duduk di berbagai partai politik sekarang, tidak butuh penolakan-penolakan yang realistis, entah itu dari Ketua MPR, pimpinan KPK anti rasuah sendiri., dan! Sorak-sorai (suara) rakyat yang menginginkan republik ini dikelola dengan sebersih-bersihnya.

Terbukti, dari sepuluh partai (Kompas (18/2), hanya Gerindra yang menolak (alias realistis!). yang lainnya, menolak sementara (PKS), belum bersikap (PAN), menyetujui asal memperkuat (Demokrat) sementara (PDI-P, Golkar, PKB, Nasdem, PPP, dan Hanura)-ha….nya tau tentang nyanyian setuju.., oh wa…kil rakyat dan para pejabat, dengarlah Lord Acton berdalil, “power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely”, kekuasaan cenderung korup, kekuasaan yang mutlak pasti korup.

Untuk itulah, pak Yusra yang terhormat, dan pakar-pakar yang lain, diharapkan kritik-sarannya secara apa adanya (objektive seperti biasanya) kepada bapak Jolla yang diamanatkan sebagai pemimpin bangsa agar bisa keluar dari perangkap “kampung maling…..” demi rakyat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun