Mohon tunggu...
Politik

HPN 2016 dan Pembekuan “Media” Unram

5 November 2015   13:24 Diperbarui: 9 Februari 2016   17:55 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apapun alasan pembekuan Media Unram itu akan merusak nama baik NTB yang akan menjadi tuan rumah HPN 2016 mendatang, apalagi berita tentang pengusiran para awak kampus Unram itu dari lantai 2 di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unram PKM yang selama ini menjadi markas Media sudah menyebar ke seantero insan pers dan masyarakat Indonesia. Mereka diusir dan harus mengemasi barang-barangnya. Padahal, para pengurus pers kampus itu masih beraktivitas di gedung tersebut. Dan saat ini, redaksi pers kampus dikabarkan masih menunggu surat keputusan pembekuan kepengurusan Media periode 2015. Dan apabila Pemimpin Redaksinya Marlinda Ramdhani berupaya menggalang dukungan moral dari alumni Media dan sesama pers kampus lain, dengan harapan Media tetap bisa terbit sebagai kontrol dengan tetap mengedepankan kode etik jurnalistik, kiranya dipermudah.

Sebab, jangan sampai daerah kita yang dipercaya sebagai provinsi ramah pers dan terbuka terhadap pemberitaan kritik kontruktif dikelaim sebagai daerah yang membatasi keberadaan pers kampus sebagai kontrol kebijakan kampus, dan sebagai pilar keempat kehidupan berdemokrasi di era reformasi ini.

Janji Gubernur “Saya berikhtiar hari pers nasional tahun depan akan menjadi hari pers terbaik yang pernah ada” semestinya komitmen ini dimulai dari sekarang sebelum hari H pada bulan Februari 2016 mendatang. Lebih-lebih pembekuan pers mahasiswa ini terjadi di Perguruan Tinggi termuka NTB Universitas Mataram.            Kesempatan bagi NTB sebagai tuan rumah adalah tahun 2016 mendatang, kendati hal ini jauh sebelumnya jadi impian Bapak Gubernur, dan kesempatan menyelesaikan masalah ini secepatnya dengan rektor bersangkutan dan menasehati para awak Media sekarang ini adalah kesempatan yang pas sebelum hari H nantinya, sehingga janji itu bukan sekadar janji tanpa bukti yang akan disaksikan oleh tamu insan pers tanah air.

Dan kepada rektor Unram bersangkutan, janganlah dengan mengucurkan dana Rp 4 juta sebagai dana penerbitan menjadikan pihak Unram membatasi sikap kritis pemberitaan Media menyangkut kebijakan kampus. Dilihat dari kacamata Orde Baru sebagaimana dikatakan Daniel Dhakidae pemimpin umum dan pemimpin redaksi Prisma; kepala Litbang Kompas 1995-2005 mengatakan, dengan modal yang ada bisa mengerjakan tindakan diktatorial dengan lebih leluasa. Mahasiswa sudah dikandangkan di kampus; surat kabar kampus tidak boleh terlalu kritis. Diskusi politik dilarang di kampus atau boleh berlangsung dengan izin tertulis rektor. Dengan begitu, rektor menjadi otoriter di kampus. 

Membentuk publik argumentatif

Pengajar Filsafat di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Rocky Gerung menegaskan, “masyarakat politik dibentuk oleh pers. Pers menghadirkan politik sebagai menu publik untuk memelihara kesehatan demokrasi. Artinya, melalui pers pikiran publik dipertaruhkan pada suhu akal sehat, yaitu suhu kemungkinan percakapan dan perselisihan politik berlangsung terbuka, tanpa manipulasi, tanpa distorsi. Di situlah letak kecerdasan pers. Sebaliknya, kedunguan pers segera terlihat ketika duduk perkara publik ia pahami (dan manfaatkan) sebagai lahan transaksi. Mengikuti nalar Rocky Gerung di atas, jadi, bila kondisi publik (masyarakat/mahasiswa) memperlihatkan defisit argumentasi publik dan sebaliknya surplus retorika doktriner, kepada perslah tanggung jawab itu harus ditagihkan.

Kasus pembekuan Media Unram dikabarkan dalam pemberitaannya tidak dilakukan melalui check and recheck dan alasan kedua “ketua pengurus pers Media Unram hanya memiliki indeks prestasi (IP) di bawah 3,00. Padahal peraturan Rektor Unram Nomor 1 Tahun 2015 mensyaratkan pengurus Unit Kegiatan Pers Kampus Mahasiswa (UKPKM) harus memiliki IP 3,0.”

Syarat ini rupanya sangat bagus. Akan tetapi, persoalan IP mahasiswa bisa direkayasa oleh dosen bersangkutan, tergantung dosennya, patut atau tidak mahasiswa itu mendapatkan nilai di bawah dan di atas 3,00-bila dalam proses diskusi dan tulisannya di media yang mereka pimpin dan kelola merugikan (memusuhi) kampus atas pemberitannya yang dibiayai penerbitannya oleh kampus.  Di sini, yang membiayai tak mau dirugikan dan dikritik blak-blakan, persyaratan, peraturan kampus, dan alasan, dioreantasikan agar pers tunduk pada rezim kampus. Tak ada lagi publik yang argumentatif kalau begini persoalannya. Dan untuk itu, kepada para pemegang kepentingan yang sangat berharap menjadikan NTB sebagai tuan rumah Hari Pers Nasional Februari 2016 mendatang, sekarang adalah momen yang paling tepat untuk membicarakan permasalahan di atas, sebelum acara nasional insan pers itu dilaksanakan, serta janji Bapak Gubernur menjadikan hari itu sebagai yang terbaik sepanjang sejarah pelaksanaannya dari daerah-daerah lain menjadi terkesan dan maujud secara subtansial. Wallah A’lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun