[caption caption="Ilustrasi (dok.tribunnews)"][/caption]
Warsito adalah salah satu ilmuan Indonesia yang cukup cemerlang, beliau menemukan Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) sebagai alat untuk pendeteksi kanker. Namun hal menyentak baru-baru ini adalah dihentikan oleh Kementerian Kesehatan.
 [caption caption="FK UNAIR (dok.seruu)"]
ECVT-ECCT, Teknologi untuk Pengobatan Kanker
ECVT adalah Teknologi untuk pengobatan kanker. Teknologi ini sudah diuji oleh institusi yang berkualitas. Salah satu turunan dari ECVT adalah Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT), dr. Sahudi dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) yang  telah melakukan penelitian yang menemukan mekanisme kematian sel dengan ECCT. Hasilnya dinyatakan bahwa alat itu secara secara ilmiah bisa membunuh sel kanker. Penelitian serupa pun dilakukan di IPB yang menyimpulkan hasil yang memuaskan.
Berbagai institusi yang menguji ini membuktikan teknologi yang dikembangkan Warsito merupakan teknologi yang tak sembarangan. Bahkan manfaatnya pun cukup bisa dirasakan melihat dari hasil penelitian dan uji–nya oleh berbagai instansi yang mempunyai kredibilitas.
 [caption caption="Untung Suseno Sutarjo (dok.bppsdmk.depkes)"]
Dihentikan Oleh Kemenkes
Meski sudah mendapat pengakuan dari berbagai institusi yang berkualitas, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ternyata memutuskan untuk menghentikan Penelitian tersebut. Hal ini tentu mengagetkan dunia Penelitian di Indonesia. Ada apa gerangan Kemenkes melakukan hal ini? Padalah ECCT sudah didaftarkan paten sejak 2012.
Jika menyadur dari Republika, Untung Suseno Sutarjo selaku Sekjen Kemenkes mengatakan "Kita sudah undang beliau berkali-kali untuk membicarakan risetnya, tapi dia tidak pernah datang". Jika mengutip pernyataan ini, memang selayaknya perlu ada komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Kemenkes perlu mengkaji lebih dalam dengan mengunjungi Warsito jika beliau-nya tak datang. Bukti Ilmiah sebenarnya dengan uji penelitian dari UNAIR dan IPB menjadikan Teknologi penyembuhan ala Warsito layaknya dihargai.
 [caption caption="Peraih Medali IPhO 2014 (dok.indonesiaproud)"]
Nasib Peneliti di Indonesia
Pernahkah Anda mendengar peneliti, ilmuan atau teknokrat Indonesia yang lama menetap di luar negeri? Film cinta Pak B.J Habibie dan Ibu Ainun adalah salah satu Film yang menggambarkan hal ini. Entah mengapa penghargaan pada Peneliti di Indonesia masih kurang. Belum lagi berita terbaru tentang Mobil Listrik Indonesia yang dilirik Malaysia atau pembelian Helikopter yang lebih memilih dari luar negeri daripada buatan Indonesia. Miris memang jika mendengar penghargaan yang kurang akan hal ini.
Di sisi lain, banyak Olimpiade Sains Internasional yang dimenangkan oleh generasi muda Indonesia. Namun jika penghargaan pada kreasi Penelitian belum berjalan dengan baik, maka kemenangan dari Olimpiade Sains ada yang belum berjalan dalam hal regenerasi Peneliti dari hasil Olimpiade. Semoga saja Pemerintah punya kepekaan akan hal ini, seperti yang teknologi anti-sadap Indonesia yang hebohkan dunia berkat Jokowi. [SH]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H