Mohon tunggu...
selamat martua
selamat martua Mohon Tunggu... Penulis - Marketer dan Penulis

Hobby: Menulis, membaca dan diskusi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teman Sejati

28 September 2020   09:01 Diperbarui: 28 September 2020   09:16 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Pak, sebaiknya Bapak saja yang menyelesaikan masalah ini. Kami udah ga' kuat. Pengen menghajar habis Mereka semua. Kelakukan Bapaknya sama saja dengan anak-anaknya!" begitu infromasi yang Aku terima via smartphone tentang hambatan pekerjaan Kami di sebuah Perumahan.

"OK, siaaap!" jawabku dengan Percaya Diri.

 "Mobil operasional sudah penyok dilempar batu oleh Anak buahnya dan mereka mengancam pake senjata tajam!" lanjut bang Rizal menjelaskan gentingnya keadaan tersbut.

"Baik kawan-kawan. Pekerjaan ga usah dilanjut, silahkan beres-beres dan segera tinggalkan lokasi" kataku memberi arahan.

Aku sebenarnya bukanlah atasan Mereka dan juga berasal dari unit yang sama denganku. Aku berada dibagian dukungan teknis dan mereka bagian layanan pelanggan. Anehnya Mereka sangat yakin kepada diriku akan selalu mampu menyelesaikan permasalahan genting seperti ini. Biasanya siiih, mereka telepon Aku setelah mendapat arahan dari Big Bossku.

Pertamakali Aku bekerja dikota ini langsung berhadapan dengan orang-orang yang beragam. Ada yang menerima dengan tangan terbuka, menawarkan tempat tinggal sementara hingga ada yang menawarkan tempat tinggal permanen. Namun ada juga yang menerimaku dengan kecurigaan, pesimis apakah bisa berkontribusi hingga bersikap mengancam.

"Kalo Anda ingin diterima dengan baik disini, Anda harus banyak belajar. Kampus dengan lapangan tidak sama. Jangan mengandalkan teori-teori usang untuk bisa sukses" kata Bang Edward mengingatkan.

"Tenang aja mas, yang penting banyak melihat dan pintar-pintar menyesuaikan. Nanti juga akan biasa seperti lainnya" demikian Mba Tiara memberi masukan.

Aku optimis bisa beradaptasi dan diterima secara cepat oleh teman-teman di kantor. Aku memetakan orang-orang kunci di kantor dan mempelajari profil masing-masing dengan cepat. Dalam waktu tiga bulan Teman-teman sudah bisa menerimaku dengan baik dan Aku juga sudah merasakan apa yang disampaikan oleh Mba Tiara.

Aku menerima saja jabatan Sekretaris Koperasi, disaat Rapat Anggota Tahunan (RAT) karena tujuanku semata-mata bisa berkontribusi dan mendapatkan pengalaman serta jaringan pertemanan. Selain menjabat Sekretaris, Aku juga mendapatkan tugas sebagai Manejer pengembangan Bisnis dan momentum ini kugunakan sebaik-baiknya untuk bekerjasama dengan pihak luar.

Setahun pertama aku berada di Kota ini telah banyak terobosan yang Kami lakukan terutama dalam mengembangkan Bisnis Koperasi. Kami berkesempatan untuk bekerjasama dalam menyelesaikan beberapa proyek di luar perushaanku. Kesuksesan ini berhasil membawa diriku menjadi orang yang lebih dikenal diluar sebagai manejer pengembangan bisnis, dibandingkan di kantor sebagai staf teknisi.

Sore itu, Aku berencana untuk bertemu dengan Pakcik Tiro untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Kawan-kawan kantor Pagi tadi. Informasi tentang pertengkaran dan tindakan brutal anak buahnya sudah Aku dapatkan secara lengkap dan untuk menyelesaikannya cukup Aku lakukan sendiri.

Pakcik Tiro adalah seorang pengusaha Kayu yang sukses. Ia memiliki karakter yang keras dan dalam berbisnispun cenderung agresif dan memaksakan kehendak. Banyak anggota dikalangan pebisnis yang kurang menyukainya. Salah satu kebiasaan kurang baik Beliau, selalu napsu mendapatkan proyek dan kalau sudah dapat tidak jarang proyeknya mangkrak. 

Aku sudah lama mempelajari keunikan pakcik Tiro ini dan setiap berhadapan dengannya Aku selalu bersikap seperti Murid yang haus ilmu. Itu sebabnya kalau berhadapan dengan Saya sikap Pakcik Tiro sangat berbeda. Ia selalu bicara pelan, menggunakan Bahasa daerah yang khas dan banyak membimbing..

Aku sengaja menggunakan sepeda motor untuk menyamarkan kedatanganku terhadap anak buah pakcik Tiro. Maklum Anak buah Pakcik Tiro itu Gate Keeper yang sangat loyal terhadap perintah. Jangan sampai kedatanganku terdeteksi oleh Mereka untuk menyelesaikan masalah pagi tadi. Kalo seandainya terdeteksi, tidak segan mereka akan mengusirku dan bertindak fisik terhadap diriku.

"Heeeeeei Nak Tantan, silahkan masuk" Pakcik Tiro menyambutku ramah, membuat sikap anak buahnya juga berubah dan Merekapun meninggalkan Kami berdua di ruang Tamu.

"Wuaaah, ada angin darimana Nih Nak Tantan mau berkunjung ke Gubug Awak" Sapa Pakcik Tiro berusaha untuk rendah hati.

"Tadi Saya dari Bapak Ka Biro Keuangan, sekalian Saya mampir"jawabku memberi alasan.

"Gimana Dropping Kayunya lancar" lanjut Aku bertanya tentang bisnis pakcik Tiro.

"Ado jugolaaaah, meskipun agak payah sekarang ini. Pemeriksaannya sudah semakin ketat. Ini kayu Awak satu truk nyangkut di Kepolisian. Awak lagi mengurus pembebasannya" Pakcik Tior menjelaskan.

Memang dari bisnis Kayu yang Pakcik Tiro jalani, sebahagian kayu-kayu itu illegal logging. Namun meskipun begitu banyak usaha kerajinan Kayu dan peralatan rumah sangat tergantung sama Pakcik Tiro. Salah satu keunggulannya adalah Ia menjamin suplay yang berkesinambungan.

"Sekalian mau ngobrolin tentang Anak buah tadi pagi nih Pakcik"

"Saya minta maaf kalo ada kelakuan Kawan-kawan yang kurang tepat" kataku langsung kepermasalahannya.

"Sebenarnya masalahnya bukan itu. Awak khan udah sampaikan supaya tetangga yang pengen fasilitas layanan itu, ijin dulu ke Awak. Khan Infrastrukturnya Awak yang modalin. Meskipun itu udah Awak hibahkan, tapi yaaa ijinlah dulu. Gitu aja kok!" Pakcik tiro menjelaskan duduk persoalannya.

"Ooooooo begitu, Siaaaaaap!" Jawabku meyakinkan Pakcik Tiro

Akhirnya setelah diskusi sedikit alot, Kami mencapai kesepakatan dan Teman-temanku bisa melanjutkan pengembangan infrastruktur di wilayah Pakcik Tiro tersebut. Sambil mengakui kesalahan Anak buahnya, Pakcik Tiro juga mengganti rugi kerusakan kenderaan dinas tersebut. Meskipun kawan-kawan di kantor masih menyimpan jengkel terhadapkelakukan ank buahnya, Aku menganggap masalah selesai.

Waktu terus berlalu dan situasi bisnis juga ikut berubah dengan cepatnya. Pakcik Tiro terkena kasus hukum Illegal Logging dan kesulitan keuangan. Beberapa Bank mencari pakcik Tiro, karena cicilan beberapa kenderaan angkutan Kayu yang Iya miliki terhambat. Selain banyak kenderaan angkutan kayu ditahan, pakcik Tiro berhadapan dengan ganti rugi beberapa proyek yang mangkrak.

Kondisi ini melebar kemana-mana dan terakhir adalah membengkaknya tagilan layanan ICT yang harus Ia lunasi. Ini membuatku prihatin dan agak terjepit. Kebijakan Kantor hanya memberikan kelonggaran pembayaran untuk periode waktu tertentu, bila tidak mampu maka akan berhenti menjadi pelanggan. Sebaliknya Pakcik Tiro masih sangat memerlukan layanan tersebut untuk melanjutkan bisnisnya.

Sebenarnya, Kami di asosiasi pengusaha ikut prihatin dengan kejadian demi kejadian yang menimpa pakcik Tiro. Kami sudah mencoba membantu dengan mengambil alih proyek tersebut agar bisnis Pakcik Tiro bisa dipertahankan. Beberapa proyek kecil, Kami alihkan ke Pakcik Tiro agar bisa survive, namun klien kelihatannya enggan bekerjasama karena khawatir akan mengalami kegagalan lagi.

Istana pakcik Tiropun sudah disita oleh Bank sebagai Jaminan pelunasan hutang dan Keluarganya harus menerima kenyataan menempati rumah mungil yang merupakan peninggalan warisan keluarga. Sebagai Kawan, aku sangat prihatin dengan kondisi yang menimpa pakcik Tiro. Meskipun Ia kaget dan enggan untuk menerima kedatanganku, Aku tetap memaksakan untuk menemuinya.

Aku merasa terpanggil untuk mencari jalan keluar. Bagaimanapun Ia pernah berjasa untukku disaat Aku kesulitan menembus birokrasi di Pemerintahan. Ia dengan ringan tangan membantuku hingga berhasil memiliki relasi dengan orang strategis dan mendapatkan banyak proyek di pemerintahan.

"Kenapa Nak Tantan mau susah-susah datang menemui orang seperti Awak" kata Pakcik tiro merendah.

"Bagiku Pakcik Tiro tetap Guru yang telah banyak membantuku" jawabku.

"Aaaaaah, itu dulu. Sekarang Awak ini Apalah. Hutang dimana-mana, kawanpun tak punya. Untung si Komang itu baek sama Awak. Kalo tidak mungkin Awak udah nginap di penjara" katanya dengan mimic sedih.

"Si Budi mana Pakcik?" tanyaku tentang Putra kedua Pakcik Tiro.

"Ada dibelakang" jawab pakcik Tiro.

"Apa usahanya?  Lanjut aku ingin tahu.

"Tadinya khan bantu-bantu awak, tapi sekarang nganggur. Kasihan juga Dia agak terpukul dengan situasi yang Kami hadapi" kata Pakcik tiro menjelaskan prihal putranya.

"Kalo Budi mau, bisa kerja ditempat Saya. Yaa sekedar nambah pengalaman. Nanti kalo sudah bisa mandiri, Dia bisa meneruskan bisnis Pakcik Tiro" kataku menawarkan ke pakcik Tiro.

"Awak masih punya tunggakan hutang ke kantornya Nak Tantan. Kalo ada yang bisa diambil, silahkan ambil saja untuk membayar hutangku itu"kata Pakcik Tiro pasrah.

"Wuaaaaah, Kita sekarang ga bicara hutang. Tapi bagaimana caranya suapaya Pakcik Tiro bisa bangkit dan Berjaya seperti dulu" kataku menyemangati.

Aku pamit dari kediaman Pakcik Tiro sambil menyerahkan sedikit bantuan tanda keprihatinan dari Asosiasi Pengusaha di Kota ini. Banyak hikmah yang Aku petik dari kejadian ini. Semoga pakcik Tiro bisa bangkit lagi dan memiliki Budi sebagai penerus usaha dengan cara-cara yang lebih berkah.

WFH, 28-09-2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun