"Saya harap suatu hari nanti, saya tidak akan membandingkan generasi sesudah saya dengan masa kejayaan saya dan berkata, 'Waktu saya jaya dulu...'
"Setiap masa memiliki sejarah dan pemenangnya sendiri. Agostini seharusnya tahu itu.
"Anda selalu mengatakan 'Pada zaman saya' dan gelar adalah satu-satunya tolok ukur untuk menilai kemampuan seorang pembalap di zaman modern. Dengan segala hormat, saya rasa tidak pantas kata-kata tersebut keluar dari mulut seorang legenda seperti Anda," tutur Lorenzo.
Sampai saat ini belum ada tanggapan lagi dari Agostini, namun saya rasa kita semua menangkap poin pentingnya. Agostini menilai kualitas pembalap modern dengan membandingkan dengan kesuksesannya dahulu. Hal inilah yang tidak bisa diterima oleh Lorenzo, yang mewakili pembalap generasi muda.
Arogansi Agostini yang tidak mau melihat kesuksesannya diimbangi oleh pembalap generasi saat ini akhirnya membuat dirinya mudah mengkritik pencapaian rider yang "hanya" bisa membanggakan beberapa kemenangan saja.
Sejauh saya mengamati, hanya ada satu nama pembalap generasi muda yang mendapat apresiasi Agostini, yakni Marc Marquez. Skill tingkat dewa The Baby Alien dan dominasinya yang tak tertandingi memang membuat prestasinya sulit dikejar oleh pembalap lain.
Namun, apakah itu berarti bahwa pembalap selain Marquez memiliki kualitas yang buruk? Tentu tidak. Di jagad MotoGP, masih ada nama-nama sekelas Valentino Rossi dan Andrea Dovizioso. Belum lagi generasi muda semacam Alex Rins dan Fabio Quartararo. Mereka tidak pernah mendapat apresiasi dari Agostini karena tidak mencatatkan kemenangan sebanyak Marquez.
Di sini, Lorenzo menjadi suara bagi para pembalap muda. Bahwa kemenangan tidak selalu menjadi yang utama dan banyaknya gelar bukan menjadi standar satu-satunya.
Bahwa perlu ada apresiasi atas setiap usaha tidak hanya bertumpu pada nostalgia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H