Akan-kah sekolah menjadi pemicu membunuh kehidupan? bisa saja kan, ketika dunia pendidikan kita tanpa pandang bulu memberlakukan sistem pendidikan dengan standar yang sama. Tentu tidak menjadi ancaman ketika seberapa pun yang harus dilayani tetap harus dilayani, seperti sekolah itu (MTs PAKIS), yang kemudian kita bersepakat untuk memberlakukan sistem daftar ulang sekolah mereka kita bebani untuk membawa hasil bumi atau hasil tani orang tua mereka. Kenapa hasil bumi, tanya kawan-kawan relawan pun terlontar dan seolah-olah tidak bisa dilakukan.
Hari pertama dunia pendidikan memasuki babak baru, ingat moto sekolah kita terunik dan terbaik, pendidikan adalah proses penyampaian pesan yang didalamnya ada proses pembelajaran dan pengajaran yang harus terus diperjuangkan. Upaya mengenal diri dan sekolah pun mulai kita dengungkan, dan pada akhir pertama mereka masuk menghasilkan satu kesepakatan, dihari ke-2 mereka kita himbau untuk datang bersama orang tua dengan membawa hasil bumi atau tani sebagai bentuk ikatan kepercayaan bahwa yang kita bangun adalah proses pendidikan untuk kemajuan bersama.
Keterbatasan kita adalah pemicu tumbuhnya kekuatan yang mampu merubah kondisi hidup dan kehidupan kita, sekolah kecil itu kerap dengan segala keterbatasan fasilitas belajar, namun tidak menyurutkan bahwa kita harus terus belajar.
Belajar dari bulan kemanusiaan, bayar sekolah dengan hasil bumi, kearifan lokal desa harus terus diperjuangkan karena sekolah itu, harus hidup untuk kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H