Mohon tunggu...
Kang Isrodin
Kang Isrodin Mohon Tunggu... wiraswasta -

aku anak desa yang punya mimpi,membangun Indonesia dengan memulai dari desa untuk Indonesia, memulai dari park farmer PAKIS wujud dedikasi utk negeri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasihat Eyang, untuk Hidup (Orang Jawa) ?

23 Oktober 2015   17:50 Diperbarui: 23 Oktober 2015   18:29 2330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="ayuh urip podo sak dermone...???"][/caption]

The Path to Wisdom, Nasihat Eyang ???

Ketika manusia harus menerima takdir hidup di dunia, mau ngga mau memang harus all out dalam menjalani apapun resiko dalam kehidupan ini. Orang jawa bila urip kue sak dermone artinya siapa pun kita, dengan macam profesi yang berbeda harus menjalani hidup sekuat tenaga, istilah jawa lainnya sirah nggo sikil, sikil nggo sirah dengan maksud kita memang harus berusaha sepenuh hati bahkan harus banting tulang untuk bisa hidup dan menghidupkan.

Berikut siklus nasehat eyang ??? sepakat atau tidak, itu persepsi tapi yang pasti saya sedang merasakan bahwa nasehat itu benar adanya, tapi tidak selalu 100 % bagaimana dengan anda semua? Apakah prosesnya sudah sama persis dengan nasihat eyang berikut ini :

1. Ketika kita bisa krungu (dengar) belum tentu weruh (lihat)

Realita sekarang sering kita dihadapkan pada persoalan orang suka nge-gosip, padahal yang namanya gosip, barangkali hanya modal telinga saja belum tentu lihat yang sebenarnya.

2. Ketika kita bisa weruh (lihat) belum tentu ngerti (tahu)

Ketika beranjak pada nasihat ke-2, kita sering dihadapkan pada persoalah orang yang kadang diistilahkan sok tahu, padahal orang itu hanyaa modal baru melihat dan belum secara utuh tahu betul yang sebenarnya.

3. Ketika kita bisa ngerti (tahu) belum tentu teyeng (bisa)

Nasihat yang ke-3 ini, kita sedikit mulai naik level, banyak orang yang ngaku dirinya bisa atau pinter, padahal sebenarnya tidak bisa alias hanya sebatas ngerti (tahu) saja.

4. Ketika kita merasa teyeng (bisa) belum tentu bener (benar)

Posisi tawar kita tambah tinggi nih, pada nasihat ini kita sering melihat berbagai tontonan yang disitu suguhannya banyak orang yang ngaku dirinya bener padahal belum tentu benar, hanya teyeng (bisa) menurut kapasitasnya.

5. Ketika kita merasa bener (benar) belum tentu Temanja (ada buktinya)

Pada nasihat ini kita sudah lebih mengerucut pada proses hidup di dunia, barangkali karena temanja (ada buktinya) bisa berwujud materi, tapi itu tidak menjadi jaminan bahwa orang tersebut temanja karena bisa saja bukti yang didapat bukan dari hasil jerih payah sendiri.

6. Ketika kita merasa sudah temanja (ada buktinya) belum tentu adil (adil)

Ngomong-ngomong soal keadilan nih, apakah kita sudah bisa berlaku adil? Karena kebanyakan kita gampang tidak puas terhadap sesuatu, merasa sudah adil menurut diri sendiri berarti itukan subyektif, karena orang akan bisa adil ketika yang menilai bukan dirinya sendiri, melainkan orang lain. jadi sudah adil kah kita ?

7. Ketika kita merasa sudah adil (adil) belum tentu wicaksana (bijaksana)

Orang bijak itu taat pajak, itu kalau mereka. Tapi kalau buat kita mbayar pajak itu belum sepenuhnya diartikan sebagai orang yang bijak kan? Lantas orang yang bijaksana seperti apa? Coba simpulkan masing-masing. Caranya, ketika kita dihadapkan berbagai persoalan yang semuanya rumit, penting, nah disitu lah letak kita akan mengetahui seberapa bijak kah kita.

8. Ketika kita wicaksana (bijaksana) belum tentu waskita (waspada)

Orang yang sudah merasa bijak juga kadang seringkali tidak atau kurang waspada, dan karena kurang kewaspadaan itulah akhirnya bisa berbuntut kita kena musibah dengan berbagai persoalan-persoalan yang lain. jadi pesen bang napi, waspadalah karena kejahatan ada dimana-mana !

9. Ketika kita waskita (waspada) belum tentu mlebu swarga (masuk surga)

Siapa si yang ga kepengin masuk surga? Pasti semua sudah pesen tiket kesana kan, sekarang siapa yang jamin kita masuk ke surga? Karena tiket untuk masuk surga itu kan tidak murah, mahal harganya dan sulit pastinya. Lantas apakah kita menyerah atau akan terus berjibaku pun dilakukan. Ya semoga kita manusia-manusia yang selalu siap untuk masuk syurga dan karena tiket ke syurga itu ada disetiap titik-titik kesulitan yang kita hadapi.

10. Ketika kita mlebu swarga (masuk surga) belum tentu ketemu Gusti Allah (Tuhan Yang Maha Esa)

Hanya Allah Tuhan satu-satunya yang punya kehendak seutuhnya untuk kita, karena ketika kita nanti sudah masuk surga, pertanyaan terakhir apakah kita nanti bisa bertemu dengan Gusti Allah (Tuhan Yang Maha Esa)?

Pungkasan awal, nasihat itu memang tidak ada salahnya, tapi juga tidak selamanya benar, mari kita perkuat diri kita masing-masing, pondasi ketauhidan kita, ataupun kemanusiaan kita dalam menjalani hidup karenaNya. Dan yang terakhir, kita terlahir menjadi ada di dunia memang berawal dari ketiadaan, begitu juga sekarang ada karena nanti juga menjadi tidak ada karena kita semua akan kembali padaNya, dan berharap bisa di sisi-Nya. Amin Ya Rabb.

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun