Menurut Teguh, ada dua keuntungan yang diperoleh dari pengolahan kotoran kambing ini, yakni hemat energi dan pupuk. Dengan menggunakan biogas, kebutuhan dapur untuk membeli gas LPG bisa dikurangi. Dari pengolahan biogas miliknya, Teguh bisa menghemat satu tabung LPG ukuran 3 kilogram selama tiga bulan.
“Kalau aktivitas biasa, satu tabung (ukuran 3 kg) habis dalam satu bulan. Kalau dengan biogas ini, pemakaian tabung LPG bisa sampai tiga bulan,” ujar Teguh.
Selain itu, Teguh juga memanfaatkan pupuk dari sisa pengolahan biogas untuk kebun salak miliknya. Teguh membuat perbandingan, untuk 1200 pohon salak bisa diselesaikan dalam waktu empat bulan saja tanpa harus mengeluarkan biaya. Pemupukan ia lakukan setiap empat hari sekali.
“Untuk pupuk organik kita harus bisa menghitung waktu dan kebutuhan pupuk. Keuntungannya, kita tidak perlu membeli pupuk kimia sintetis,” terangnya.
Sementara, apabila menggunakan pupuk kimia sintetis, waktu pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun. Untuk pemakaian pupuk kimia sistetis, dibutuhkan 2 ons untuk setiap pohonnya. Dengan harga 5 ribu rupiah per kilonya, tidak cukup biaya 5 juta rupiah untuk membeli pupuk kimia sintetis.
Imam Purwadi, Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Banjarnegara mengatakan bahwa daerah atas di Banjarnegara merupakan sentra peternakan. Pemerintah Kabupaten Banjarnegara berencana akan bekerjasama dengan Teguh untuk menularkan temuannya ke desa-desa yang lain.
“Sentra peternakan akan kita kembangkan untuk desa mandiri energi dan mandiri pupuk. Rencana akan kita kembangkan di babadan, jatilawang dan empat desa lainnya. Pak Teguh yang akan membagi ilmunya kepada para peternak dan petani salak,” terang Imam. []
Artikel ini sebelumnya pernah dimuat di www.sekolahdesa.or.id