Mohon tunggu...
tri bawonoaji
tri bawonoaji Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

Saya adalah manusia biasa saja seperti yang lainnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

12 Tahun Setelah Jokowi Masuk Gorong-gorong: Refleksi Banjir Jakarta

20 Oktober 2024   11:16 Diperbarui: 20 Oktober 2024   11:27 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Pribadi: Data dari Berbagai Sumber

Sudah 12 tahun berlalu sejak Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, membuat gebrakan dengan masuk langsung ke gorong-gorong di kawasan Bundaran HI. Aksi blusukan ini merupakan simbol kuat dari pendekatan Jokowi dalam menangani masalah perkotaan, terutama banjir yang kerap melanda ibu kota. 

Saat itu, beliau tampak bertekad untuk menemukan akar masalah, dan salah satu caranya adalah dengan melihat langsung kondisi infrastruktur drainase yang diduga menjadi biang keladi banjir di Jakarta.

Namun, setelah 12 tahun, bagaimana kondisi Jakarta sebenarnya? Apakah tindakan Jokowi tersebut sudah memberikan dampak signifikan, ataukah Jakarta masih terperangkap dalam lingkaran banjir tahunan? Dan yang lebih penting, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari masa 12 tahun ini, terutama menjelang pemilihan gubernur baru dan musim penghujan yang hampir tiba?

Sebuah Langkah Awal yang Disambut Hangat

Bagi sebagian besar warga Jakarta, momen ketika Jokowi turun langsung ke gorong-gorong di MH Thamrin pada Desember 2012 itu bukan hanya sebuah aksi simbolis, tetapi juga sebuah harapan. Banyak warga yang merasa bahwa inilah pemimpin yang benar-benar peduli terhadap permasalahan riil di lapangan, bukan hanya menerima laporan dari balik meja. 

Jokowi meninjau sendiri apakah saluran air berfungsi dengan baik, bahkan terkejut ketika menemukan bahwa lebar gorong-gorong hanya sekitar 60 cm---jauh dari yang diharapkannya. Jokowi saat itu mengharapkan saluran yang lebih besar, setidaknya 1 meter, agar mampu menampung debit air yang tinggi selama musim hujan.

Namun, apa yang terjadi setelahnya? Hanya sebulan setelah kunjungan tersebut, pada Januari 2013, banjir besar melanda Jakarta, menewaskan 20 orang dan membuat lebih dari 33.500 warga terpaksa mengungsi. Peristiwa ini menandai bahwa masalah banjir di Jakarta tidak dapat diselesaikan hanya dengan tindakan simbolis semata. Perlu ada perbaikan infrastruktur yang lebih mendalam, serta kebijakan jangka panjang yang konsisten.

Tinjauan 12 Tahun: Banjir Tetap Jadi Masalah Klasik Jakarta

Sejak 2012 hingga 2023, banjir masih menjadi salah satu masalah utama Jakarta. Meskipun ada upaya dari beberapa gubernur setelah Jokowi, seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan, kenyataannya tidak banyak perubahan signifikan yang dirasakan oleh warga. 

Banjir besar lainnya kembali terjadi pada awal tahun 2020, di mana curah hujan mencapai 377 mm dalam sehari, menjadikan Januari 2020 sebagai salah satu peristiwa banjir terbesar dalam 24 tahun terakhir.

Koleksi Pribadi: Data dari Berbagai Sumber
Koleksi Pribadi: Data dari Berbagai Sumber

Mengapa Jakarta masih menghadapi masalah ini meskipun berbagai kebijakan telah dijalankan? Salah satu alasannya adalah kurangnya perencanaan induk terpadu yang benar-benar dijalankan dengan konsisten. 

Bahkan, pada beberapa tahun terakhir, kita melihat bagaimana drainase yang belum memadai, urbanisasi yang tak terkendali, serta penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah terus memperburuk situasi. Meski ada normalisasi sungai yang diinisiasi pada era Ahok dan dilanjutkan oleh Anies, pekerjaan ini tidak sepenuhnya selesai, bahkan sempat terhenti.

Pilihan di Tangan Warga: Siapa yang Akan Meneruskan Perjuangan?

Dalam waktu dekat, warga Jakarta akan kembali memilih gubernur baru. Ini adalah momen penting, tidak hanya untuk menentukan arah kebijakan politik, tetapi juga masa depan kota dalam menghadapi banjir. 

Dari pengalaman selama 12 tahun terakhir, sudah seharusnya warga Jakarta belajar bahwa permasalahan banjir tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat atau dengan pendekatan yang dangkal.

Pemimpin berikutnya perlu memiliki visi yang kuat, bukan hanya untuk melanjutkan program yang telah ada, tetapi juga untuk mengambil langkah-langkah inovatif. Beberapa gagasan yang sering muncul dalam diskusi tentang penanganan banjir di Jakarta adalah penerapan sistem drainase yang lebih canggih, pembangunan infrastruktur hijau, dan penerapan kebijakan untuk mengurangi penggunaan air tanah.

Selain itu, penting juga bagi pemimpin baru untuk mempertimbangkan aspek partisipasi masyarakat. Kebijakan yang inklusif dan melibatkan warga secara aktif dapat menjadi salah satu kunci untuk mengatasi masalah banjir dengan lebih efektif. 

Sebagai contoh, kampanye kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan saluran air dan tidak membuang sampah sembarangan dapat menjadi langkah kecil namun berdampak besar jika didukung oleh seluruh elemen masyarakat.

Banjir dan Musim Hujan: Apa yang Bisa Dilakukan Warga Jakarta?

Musim penghujan sudah semakin dekat. Bagi warga Jakarta, hal ini sering kali menimbulkan kecemasan, mengingat banyaknya kejadian banjir besar yang terjadi di bulan-bulan awal tahun. Namun, selain mengandalkan pemerintah, warga juga bisa mengambil langkah-langkah preventif untuk meminimalkan dampak banjir.

Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan memastikan bahwa lingkungan sekitar tidak tersumbat oleh sampah. Ini mungkin terdengar sederhana, tetapi sering kali tumpukan sampah di selokan atau gorong-gorong menjadi penyebab utama air tidak mengalir dengan lancar. 

Selain itu, warga yang tinggal di daerah-daerah rawan banjir juga bisa mempersiapkan diri dengan cara yang lebih matang, seperti membuat sistem pengalihan air sederhana atau mempersiapkan barang-barang penting yang mudah dibawa saat evakuasi.

Gambar koleksi Pribadi
Gambar koleksi Pribadi

Refleksi 12 Tahun: Apakah Jakarta Lebih Siap Menghadapi Banjir?

Saat kita merenungkan 12 tahun sejak Jokowi masuk ke gorong-gorong di Jakarta, pertanyaan yang muncul adalah: apakah Jakarta kini lebih siap menghadapi banjir? Jawaban atas pertanyaan ini mungkin bervariasi, tergantung pada sudut pandang yang digunakan. 

Di satu sisi, beberapa upaya telah dilakukan, seperti normalisasi sungai dan pembangunan tanggul. Namun di sisi lain, masalah struktural yang mendalam, seperti urbanisasi yang tidak terkendali dan perencanaan drainase yang tidak memadai, masih menjadi penghambat besar.

Namun, satu hal yang pasti: warga Jakarta tidak boleh kehilangan harapan. Setiap pemimpin datang dengan visi dan pendekatannya masing-masing, dan perubahan tidak terjadi dalam semalam. Yang terpenting adalah konsistensi dalam menjalankan kebijakan yang benar-benar berpihak pada kepentingan jangka panjang kota ini.

Menyongsong Masa Depan dengan Harapan

Sekali lagi, pilihan ada di tangan warga Jakarta. Menjelang pemilihan gubernur dan musim penghujan yang hampir tiba, inilah saat yang tepat untuk merenungkan masa lalu dan mempersiapkan diri untuk masa depan. 

Banjir mungkin masih menjadi bagian dari kehidupan, tetapi dengan pemimpin yang tepat dan kebijakan yang tepat, warga bisa berharap bahwa Jakarta suatu hari nanti akan bebas dari bencana ini. Dan mungkin, di masa depan, kita tidak lagi perlu melihat seorang gubernur masuk ke gorong-gorong untuk mengecek masalah banjir---karena masalah itu telah berhasil diatasi sejak awal.

Pustaka :

tribennews.com

haijakarta.id

metro.tempo.co

tirto.id

katadata.co.id

goodstats.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun