Malam pun menjelang, tak lagi ada terang dari cahaya matahari, yang ada hanyalah terang yang terpancar dari bolam lampu listrik. Kerjaan Jesika tinggal sedikit, tapi dia tak kuasa lagi menahan hasratnya untuk buang air kecil. Bergegas dia tinggalkan ruang laboratorium menuju toilet yang posisinya berjarak satu ruangan di paling ujung gedung di lantai 3 itu. Dasar memang mungkin hari itu hari sial buat dirinya, sampai depan pintu toilet kaki Jessica terpeleset sedikit genangan air di atas lantai. Tubuhnya terpelanting dan kepalanya terantuk dinding. Jesika pun seketika pingsan!
Bagian 2
Lupa Diri - Hilang Kendali
Begitu siuman, Jesika segera menatap ke sekeliling sambal berbaring. Tampaknya dia sedang berada di dalam bilik kamar yang seluruh dindingnya terbuat dari papan kayu. Ingin rasanya Jesika bangkit duduk, tapi kepalanya terasa berat dan sakit, maka urunglah niatnya. Dia lalu berusaha flashback, mengingat-ingat kejadian apa gerangan yang tadi dialaminya. Berkali-kali berusaha mengingat, bukannya semakin jelas malah semakin bercampur aduk tak karuan ingatannya. Kepalanya serasa bertambah sakit saja.
Seorang ibu terlihat masuk ke dalam kamar sambil tersenyum, berusia di kisaran umur 60 tahunan, membawa baskom yang berisi air hangat dan kain handuk kecil. Si ibu lalu mengambil duduk di samping Jesika terbaring.
“Kamu sudah sadar rupanya, nak” kata si ibu.
Jesika menatapnya dengan tatapan blo’on sambil mengangguk pelan. Si ibu segera menenangkan Jesika dan memperkenalkan dirinya, juga menceritakan ihwal Jessica bisa sampai ada di dalam kamar itu. Sembari bercerita, tangannya memeras kain yang tercelup air hangat dalam baskom, lalu meletakkannya di atas dahi Jesika. Bau harum rempah-rempah pun tercium kuat. Rupanya air dalam baskom itu bercampur semacam ramuan herbal dari dedaunan dan akar-akaran.
Kata si ibu, Jesika ditemukan penduduk kampung tergeletak pingsan di tepi jalan, lalu dibawa ke rumah si ibu yang notabene seorang ahli pengobatan tradisional. Oleh anak lelakinya, Jesika kemudian diambil alih dan dibaringkan di kamar itu. Jesika yang menyimak keterangan si ibu mencoba mengingat-ingat, tapi sepertinya sia sia.
“Anwar ! Sini masuk !” teriak si ibu tiba-tiba.
Rupanya dia memanggil anak lelakinya, hendak diperkenalkan pada Jesika. Yang dipanggil tampak masuk lalu diam berdiri di samping ranjang. Si ibu buru buru menambahkan bantal untuk mengganjal kepala Jesika, supaya bisa lebih jelas menatap anak lelaki yang sedang diperkenalkan. Jesika terkesima menatap anak si ibu, ternyata dia adalah sosok lelaki yang sangat tampan, muda seumurannya. Rambutnya lurus panjang sebahu, hitam mengkilap. Kumis tipis di bawah hidungnya yang mancung makin melengkapi ketampanannya. Matanya agak sipit dan kulit tubuhnya putih bersih, lebih putih dari si ibu yang cenderung sawo matang. Jesika yang notabene penggemar berat boyband korea itu sampai tak berkedip menatapnya.