A. PERMASALAHAN
Pemberian pelayanan kesehatan seharusnya dilaksanakan secara adil dan tidak memandang baik untuk masyarakat tingkat atas, menengah maupun bawah. Namun, pada kenyataannya sangat susah untuk dilakukan pada pasien yang membutuhkan penanganan namun tidak memiliki biaya yang cukup untuk membayar jasa yang disediakan. Dalam mengatasi hal ini pemerintah telah membuat program Kartu Indonesia Sehat (KIS) atas dasar "Undang-undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional" dan UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS Kesehatan untuk menjamin kesehatan masyarakat yang tidak dapat membayar jasa kesehatan. Namun pada pelaksanaannya pelayanan yang diberikan terhadap pengguna KIS, beberapa masih merasa dipersulit dibandingkan dengan yang menggunakan pelayanan regular. Pasien pengguna KIS merasa bahwa mereka lebih lama dalam mendapatkan penanganan pelayanan kesehatan dibanding pasien reguler. Hal ini menjadi problematika antara peraturan dan sumpah tenaga kesehatan dalam menangani kondisi pasien yang mengharuskan segera untuk ditangani.
Perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien pengguna KIS menunjukkan adanya penyimpangan etika yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana dalam bertindak dan mengambil keputusan tenaga kesehatan perlu didasari dengan prinsip persamaan dan etika keutamaan, artinya setiap keinginan orang harus diperlakukan sama dengan adil. Para tenaga kesehatan tersebut masih belum bisa dianggap kompeten dikarenakan masih ada komponen yang belum terpenuhi yaitu sikap atau perilaku terutama perilaku kepada orang lain dan lingkungan dikarenakan mereka berhubungan langsung dengan masyarakat, jika perilaku mereka kurang baik maka akan ada masyarakat yang merasa dirugikan atau tidak puas dengan pelayanan kesehatan yang mereka dapatkan.
B. OPINI
Dalam pemberian pelayanan kesehatan, sebenarnya tidak terdapat perbedaan antara pengguna KIS maupun reguler, sehingga seharusnya tidak boleh terjadi perbedaan antara pelayanan pengguna KIS dan pengguna reguler. Apabila terdapat salah satu fasilitas kesehatan yang sengaja membeda-bedakan, maka permasalahan bisa jadi ada pada petugas tenaga kesehatannya yang belum memahami betul mengenai regulasi sistem jaminan sosial di Indonesia. Sebagai pihak penanggung jawab, sudah seharusnya atasan di faskes tersebut memonitor dan melakukan evaluasi ulang kinerja yang ada di faskesnya. Monitoring dan evaluasi ini juga dapat ditinjau dari kritik dan saran masyarakat terutama dari masyarakat pengguna KIS. Hal ini dikarenakan sudah selayaknya seorang pemimpin dapat menerima kritikan dan mengevaluasi program yang ada di lingkungan kerjanya agar dapat merancang kembali sehingga kinerja di faskes tersebut dapat lebih baik.
Selain itu, perbedaan perlakuan oleh pelayanan kesehatan dapat berdampak juga terhadap kunjungan masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan. Beberapa orang berpendapat bahwa mereka diperlakukan berbeda saat mereka melakukan pengobatan dengan menggunakan KIS dan tidak menggunakan KIS. Hal tersebut membuat masyarakat menjadi takut atau bahkan kapok untuk berobat apalagi untuk masyarakat yang tidak mampu secara finansial. Tenaga kesehatan harus bekerja secara profesional dan memperlakukan semua pasien secara merata.Â
Pelayanan kesehatan tidak melihat pembayaran yang dilakukan pasien, dari segi sumpah yang dilakukan oleh para tenaga kesehatan bahwa mereka harus mengutamakan kepentingan manusia. Maka dari itu kualitas pelayanan kesehatan seharusnya tidak melihat mana yang harus diprioritaskan pasien KIS atau reguler lebih dahulu tapi dilihat dari keadaan pasien dan kegawat daruratan pasien. Etika kesehatan seharusnya ditekankan dan selalu diperhatikan oleh tenaga kesehatan dikarenakan adanya sumpah tersebut. Etika profesi menjadi ladang untuk mengembangkan karakter yang ada pada tenaga kesehatan sehingga seharusnya tenaga kesehatan mampu membuat daftar prioritas pasien dan melihat pasien mana yang harus didahulukan dan mana yang tidak. Kemudian jika tenaga kesehatan sudah mempraktekkan rumusan etika profesi yaitu standar, nilai, dan aturan profesi, maka dapat dipastikan pelayanan kesehatan akan lebih baik bagi pengguna KIS maupun yang reguler. JIka perbedaan perlakuan dan kualitas pelayanan dikarenakan ketidakpuasan terkait regulasi program JKN-KIS, tenaga kesehatan seharusnya mengetahui bahwa regulasi dan semacamnya berasal dari pemerintah, masyarakat hanya sebagai pengguna program. Jika dirasa program JKN-KIS ini memberatkan pihak tenaga kesehatan, pengaduan keluhan harusnya disampaikan kepada pemerintah bukan disalurkan ke kinerjanya dalam melayani masyarakat. Akibat dari itu, masyarakat akan ikut merugi karena mereka pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk berobat dan mengharapkan pengobatan yang maksimal untuk kesehatan mereka.
Oleh karena itu, dari segala aspek program KIS ini harus segera diadakan evaluasi dan monitoring agar semua pihak baik dari tenaga kesehatan maupun masyarakat tidak merasa dirugikan. Kesadaran tenaga kesehatan juga harus ditingkatkan lagi, mereka harus mementingkan pasien dan menjalankan etika profesi sebaik-baiknya dalam melakukan pelayanan.
Penulis :Â
Asti Amanatillah,
Miftha Huda Aulia,
Nur Amalina Farhah 'Izzati,
Sekar Widyaspramitha,
Sintia Abdilla,
Erianto Fanani,
Ronal Surya Aditya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H