Mohon tunggu...
Sekarsari Pratiti
Sekarsari Pratiti Mohon Tunggu... -

Biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penyebab Kemacetan Jakarta

15 Januari 2011   07:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:34 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini saya merasa Jakarta lebih sering macat dari biasanya. Oke, semua orang pun tahu — bahkan Obama pun tahu–bahwa sejak dulu Jakarta macat. Tapi, akhir-akhir ini macetnya terlebih lagi. Mobil dan motor terkena macat. Motor yang biasanya masih bisa menyalip diantara mobil pun terpaksa antri di ruang kosong antara mobil dan trotoar. Tidak jarang mereka ikut memenuhi bahu jalan di belakang mobil. Semuanya terjebak macat, termasuk abang-abang penarik gerobak. Pengendara motorpun sudah tidak segan-segan lagi memasuki trotoar, masuk jalur berlainan arah dan menerobos lampu merah. Sudah acak tak karuan rasanya perjalanan saya tiap hari. Ternyata tidak hanya saya yang merasakan hal tersebut. Tepat beberapa jam setelah pasang status di Facebook tentang kemacatan, salah satu stasiun televisi swasta (sebut saja Metro TV) memberitakan mengenai terancam lumpuhnya ibu kota Indonesia ini. Jakarta terancam lumpuh! Hal ini mengingatkan kembali masa kira-kira setahun silam, saat saya berjibaku bersama teman-teman satu angkatan mengajukan tema skripsi. Saat itu, saya sebagai warga Jakarta yang sejak SD menjadi pengguna kendaraan umum, merasakan perlunya pembenahan transportasi kota Jakarta yang sejak dulu menjadi problematika yang berkepanjangan.

Sebenarnya, apa sih sumber utama permasalahan transportasi di Jakarta? Kemudian apa yang bisa dilakukan untuk membenahinya?

Mulailah saat itu saya menghadap beberapa dosen di kampus. Saat itu saya berbicara langsung pada seorang tokoh bangsa (ciaelah..) yaitu Bapak SBP alias Bapak Sri Bintang Pamungkas. Saya berdiskusi dengan beliau karena saya mengetahui beliau tertarik dengan wilayah transportasi dan bagaimana solusi yang bisa diambil. Saya menyampaikan pendapat saya, bahwa sebenarnya (menurut hemat saya) bahwa sumber masalah transportasi di Jakarta yang paling berpengaruh adalah karena transportasi umum yang tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat butuh transportasi yang nyaman, cepat, dan murah. Standar sekali bukan?? Namun transportasi umum yang ada saat ini kebanyakan tidak dapat memenuhi ketiga kriteria minimal tersebut. Kendaraan umum banyak ngetem, jalannya lelet, mahal (terutama jika harus ke satu tujuan yang berganti-ganti kendaraan), kursinya jebol, ataupun ikut kehujanan saat hari hujan. Apa akibatnya setelah itu? Masyarakat memikirkan jalan keluarnya sendiri-sendiri. Ada yang membeli mobil, dan banyak yang membeli SEPEDA MOTOR. Simpel sekali mengenai hal ini. Manusia adalah makhluk yang adaptif. Saat ada masalah, mereka mencari jalan keluarnya. Saat kendaraan umum tidak layak bagi mereka, mereka mencari moda transportasi lainnya yang mereka pikir dapat menyelesaikan masalah tersebut. Sistem kredit motor yang memberikan kemudahan juga memiliki andil yang besar dalam hal ini. Dengan Rp 300.000 perbulan seseorang dapat memiliki motor dan menggunakannya untuk berbagai keperluan. Misal saja ia bekerja 20 hari dalam 1 bulan. Berarti dalam 1 hari ia cukup mengeluarkan uang sebesar Rp 15.000 (cicilan) + Rp 5000 (bensin) untuk bekerja setiap harinya. Jika dibandingkan dengan ongkos, waktu dan tenaga yang ia keluarkan jika harus menggunakan kendaraan umum, tentulah menggunakan motor menjadi pilihan yang cerdas. Ya. Dengan berbagai argumen diatas yang terkumpul di kepala saya, ternyata Bapak SBP telah memikirkannya dari tahunan yang lalu. Kami sepakat, bahwa masalah utama (root cause) masalah transportasi di Jakarta adalah karena transportasi umum yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Lalu apa solusinya? Solusinya adalah dengan menjadikan transportasi sebagai urusan negara. Negaralah yang seharusnya mengurusi masalah transportasi. Kenapa? Karena ini termasuk pada urusan masyarakat yang seharusnya berkonsentrasi pada pelayanan, bukan pada sektor ekonomi. Hal ini juga seharusnya diatur dalam tatanan sistem yang rapih dan penuh perhitungan, karena berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Saat ini, siapun bisa narik di jalan manapun mereka mau, dengan jumlah berapapun armada yang mau mereka terjunkan. Akibatnya terjadi kekacauan mulai dari rebutan penumpang, kebut-kebutan, penumpukan penumpang ataupun kurangnya penumpang (yang menjadikan supir angkot ngetem sembarangan). Dibawah ini adalah causal loop amatir yang saya buat untuk menerangkan penyebab kemacatan Jakarta. Jangan dijadikan bahan skripsi, karena ini buatan saya sendiri dan tidak ada validasi dari para dosen, hehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun