Mohon tunggu...
Sekarsari Sugihartono
Sekarsari Sugihartono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana Hubungan Internasional

Mahasiswa Pascasarjana Hubungan Internasional UGM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Cina dalam Memperkuat Hubungan Diplomatis dengan Rusia

20 Maret 2023   13:43 Diperbarui: 20 Maret 2023   13:49 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Rusia, Vladimir Putin dan Presiden Cina, Xin Jinping. Sumber: Shutterstock

Pada hari Jumat, 17 Maret 2023, Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap President Rusia, Vladimir Putin dengan tuduhan ia telah melakukan kejahatan perang dengan mendeportasi secara illegal ratusan anak dari Ukraina. Hal ini menyatakan bahwa 123 negara anggota wajib menangkap Putin dan memindahkannya ke Den Haag untuk diadili. Pihak Rusia membantah akan tuduhan kejahatan ini dan menganggap bahwa surat penangkapan ini merupakan bentuk kegagalan hukum.

Meskipun Rusia menghadapi ancaman dan berada di posisi yang rapuh, tidak membuat Presiden Cina, Xin Jinping gentar dalam membangun hubungan diplomasi yang kuat dengan Rusia. Pada hari Senin, Xi Jinping melakukan kunjungan diplomatis ke Rusia untuk menemui Putin dengan tujuan untuk memperkuat hubungan kedua negara. Presiden Putin menyambut positif kunjungan ini dan secara tidak langsung mengakui pada dunia bahwa Rusia memiliki Cina sebagai sekutu mereka. Semenjak dilantik untuk ketiga kalinya sebagai Presiden Cina, Xi telah menyatakan tekadnya untuk membawa Cina sebagai global peacemaker atau pembuat perdamaian global. Xi juga mengkritik negara-negara Barat yang telah mengeluarkan sanksi kepada Rusia, yang secara tidak langsung menegaskan akan hubungan dekatnya dengan Negara Beruang Merah tersebut. Xi menyatakan bahwa ia akan tetap bertindak netral terhadap perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

Pada bulan lalu, Xi merilis The China Proposal, sebuah makalah yang berisi 12 poin dengan inti bahwa ia mewakili kesatuan pandangan masyarakat dunia sebanyak mungkin. "Dokumen tersebut berfungsi sebagai faktor konstruktif dalam menetralkan konsekuensi krisis dan mempromosikan penyelesaian politik. Masalah yang kompleks tidak memiliki solusi yang sederhana.", kata Xi, merujuk pada kekhawatiran isu perang antara Rusia dan Ukraina. Ia juga menyatakan bahwa resolusi ini diharapkan dapat memastikan stabilitas produksi global dan rantai pasokan.

Langkah yang diambil Xi tentu mendatangkan banyak kehawatiran dan sikap skeptis dari banyak pengamat. Selama bertahun-tahun Cina telah membangun hubungan yang kuat dengan Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya terkuat, dengan kerja sama yang terbangun dengan solid, Cina telah berhasil menciptakan harmonisasi hubungan ekonomi, perdagangan, dan banyak sektor lainnya. Dengan pernyataan Xi akan dukungannya terhadap Rusia, yang bisa dikatakan musuh dari negara-negara barat untuk saat ini, akan memposisikan Cina di tempat yang kritis dan lemah. Saat ini negara-negara Barat sudah mengeluarkan sanksi dan melakukan pemboikotan terhadap berbagai pengiriman pasokan dari Rusia, yang melemahkan kondisi ekonomi mereka. Apabila Xi tetap melakukan penguatan hubungan diplomasi ini, Cina mungkin saja akan mengalami efek domino dari konflik yang dialami Rusia dengan negara-negara barat.

Amerika Serikat juga telah menuduh Cina memasok senjata kepada Rusia yang secara langsung ditampik oleh Xi. Ia menyatakan bahwa hubungannya dengan Rusia hanya bertujuan untuk memperkuat persahabatan antar kedua negara dan menciptakan kemitraan menyeluruh dan interaksi strategis ditengah serangan tindakan hegemoni dan perundungan. Tidak ada model pemerintahan universal dan tidak ada tatanan dunia di mana kata yang menentukan adalah milik satu negara, solidaritas global dan perdamaian tanpa perpecahan dan pergolakan adalah kepentingan bersama seluruh umat manusia.", kata Xi.

Langkah yang diambil Xi merupakan tindakan yang berani dan tegas, mengingat Cina dan Amerika Serikat juga sedang bersitegang karena balon mata-mata Cina ditembak jatuh oleh Pentagon beberapa waktu silam. Polemik hubungan diplomasi Cina dan Rusia sangat rumit dan membuat penasaran banyak pihak, hal ini bisa membawa hasil yang baik maupun buruk. Apabila Cina memperkuat hubungannya dengan Rusia, tentu akan mendatangkan banyak kesempatan kerjasama baru dengan Soviet, baik itu ekonomi, perdagangan, militer, dan lain-lain. Di satu sisi, Cina juga akan menghadapi perlawanan dari negara-negara barat atau mungkin seluruh dunia karena dukungannya terhadap Rusia, yang dapat mengakibatkan banyak sanksi dan pemboikotan seperti yang telah mereka lakukan kepada Rusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun