"ini loh di Banyumas ada tokoh dunia yang dimana anak muda perlu mengenal lebih dekat dan mengetahui setiap karya yang Raden Soedtedja buat". Ujar Bowo Leksono, sutradara sekaligus penulis naskah film "Mencari Soedtedja".
Film, salah satunya film dokumenter merupakan sebuah bentuk jejak jejak kisah karya indah seseorang yang patut untuk kita ketahui. Bowo Leksono pria kelahiran tahun 1976 sudah bergelutik dengan dunia perfilman, serta karya yang sudah Bowo Leksono buat untuk membentuk sebuah rangkaian pesan penjebatan kepada khalayak luas. Berangkat dari gelanggang teater sejak tahun 1994, mantan wartawan ini menolorkan film yang menjadi ciri khas Bowo Leksono yakni documenter dan fiksi.Â
Ternyata dengan perjuangan dan keteguhan Bowo Leksono serta ditemani rekan-rekannya untuk bisa menyampaikan sebuah pesan tersirat kepada khalayak luas, ia akhirnya membuat sebuah rangkaian kecil berbentuk film documenter kumpulan karya seorang komponis asal Banyumas sebut saja "Soetedja kecil" berjudul "Mencari Soetedja", dimana kenangan karya indah seorang komponis ini patut menjadi pusat perhatian serta perlu terkenang disetiap alunan karya yang ia ciptakan. hari demi hari Bowo Leksono serta rekan-rekan pegiat filmnya berusaha ingin mengahasilkan film yang memiliki dampak dan inspirasi untuk generasi muda.Â
Lewat usaha yang mereka niatkan walaupun kendala banyak menghadang serta rintangan dari kurangnya informasi mengenai tokoh komponis ini, tidak menghalangkan usaha dan kerja keras Bowo Leksono beserta rekannya untuk menampung informasi tentang tokoh kmponis asal Banyumas legendaris ini. Jika kita hanya melihat selitas, film dokumenter ini hanyalah potongan video yang terangkai membentuk sebuah susunan rapih. Tetapi apakah seperti itu ?, Â pada kenyataanya ada arti dan pesan yang perlu disampaikan walau perlunya titik fokus untuk memahami bentuk pesan indah yang ingin disampaikan kepada penonton.Â
Representasi Soedtedja Kecil dalam Film "Mencari Soedtedja" Karya Bowo Leksono
Berkisah mengenai karya indah komponis asal Banyumas ini, sebagai penggambaran sosok tokoh yang memiliki perjalanan karir terutama karir bermusiknya yang tidak seinstan membalikan telapak tangan. Rintangan yang berliku curam pada perjalan karirnya membuktikan karya pria kelahiran 15 Oktober 1909 ini patut untuk di kenang sepanjang masa. Ditepinya sungai serayu, waktu fajar menyingsing  salah satu karya indah yang diciptakan R. Soetedja Poerwodibroto hingga menjadi lantunan penanda kereta tiba distasiun Purwokerto.Â
Rentang perbedaan zaman yang terlihat dijadikan alasan paling mudah bagi mereka yang kerap lupa dengan apa itu sejarah. Perihal seberapa dalam mereka mengenal atau sekedar mengetahui itu pun bagaikan menemukan riak pada air. Bowo Leksono pada rangkaian karya serta kisah R. Soetedja Poerwodibroto ini ingin memperlihatkan betapa berlikunya sosok tokoh komponis asal Banyumas ini untuk bisa menghasilkan karya yang selalu ingin bisa dikenang dalam benak orang banyak. Dukungan keluarga serta rekan dekat R. Soetedja Poerwodibroto untuk bisa menggambarkan bagaimanakah sosok tokoh komponis asal Banyumas ini.Â
Dengan gambaran cerita yang diutarakan oleh salah satu keluarga   R. Soetedja Poerwodibroto bapak Sugeng Wijono. Seperti layaknya merajut sebuah kenang, mulai dari masa kecil hingga akhir hayat yang di ceritakan pada film dokumenter "Mencari Soetedja". Serpihan kenang pun terlihat pada film ini, tersimpan rapih dalam bentuk peninggalan berupa lembaran partiture, mikrofon, serta biola strandivariun nan legendari yang menjadi saski bisu banyak terciptanya karya indah yang terlantunkan. Atap rumah lampau tempat tinggal R. Soetedja Poerwodibroto ini diperlihatkan pada film ini nampak masih utuh. Pada film ini layaknya kita diajak merekam ulang serta bertamasya untuk bisa lebih mengenal serta menyayangi karya yang selayaknya tak diusangkan.Â
Pemutaran "Mencari Soedtedja" Pada Festival Taman Budaya Soedtedja Sebagai Wadah Pelestarian Karya
Ditemani dengan rintihan hujan dimalam hari pada saat itu, film ini diputarkan pada Festival Taman Budaya Soetedja. Sorotan cahaya putih membentuk film yang berputar serta beralur, setengah jam tak sampai rasanya terlalu singkat untuk bisa membagikan sejarah panjang gemilang. Pada pemutaran ini pun mengaharapkan terbukanya wawasan mengenai sebuah peninggalan yang biasa kita sebut dengan kata sejarah. Salah satu panitia pada Festival Taman Budaya Soedtedja mas resi mengutaran bahwa dengan diputranya film dokumenter "Mencari Soedtedja" ini terbentunya pandangan yang tadinya orang-orang terutama generasi muda yang awam dengan R. Soetedja Poerwodibroto sebagai salah satu tokoh komponis legendaris asal banyumas ini, jadi paham serta bisa lebih dalam mengenal mengenai komponis penuh karya indah kita. Bisa dibilang dengan adanya acara Festival Taman Budaya Soedtedja sebagai penjebatan untuk membuka pandangan yang lebih luas mengenai apa itu karya, kenangan, serta sejarah indah.
Melihat dari judul film "Mencari Soetedja", mencari bukan hanya dimaknakan untuk satu hal tetapi ada makna lain yang memberikan gambaran kisah kelam tentang sebuah sejarah panjang yang mungkin terancam hilang. Pada hal ini tentu bukan tugas Bowo Leksono saja sebagai sutradara sekaligus penulis pada film ini untuk bisa merawat ingatan khalayak, tanggung jawab Bowo Leksono hanya sebatas menghasilkan karya sinema sebagai penjebatan pesan serta peringatan. Bagaikan legenda yang tak pernah kehilangan karisma pada zamannya, terbatasnya akses informasi lambat laun memaksa zaman memudarkan sebuah kharisma. Jika memang itu benar, satu yang takan pernah tergantikan ialah perubahan dari itu sendiri maka dari itu mulailah untuk saat ini melestarikan sebelum hilangnya sebuah kenangan dimasa yang mendatang. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI