Mohon tunggu...
Sekarningrum Dyah Nareswary
Sekarningrum Dyah Nareswary Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa yang tertarik akan lingkungan.

Environmental Friendly for saving the earth

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi di Indonesia Seketika Sekarat?

20 Maret 2024   23:48 Diperbarui: 21 Maret 2024   00:49 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti negara demokrasi pada umumnya yang melaksanakan Pemilihan Umum, begitu juga dengan Indonesia. Pemilihan Umum (Pemilu) yang sudah diselenggarakan pada 14 Februari 2024 lalu. Setelah diselanggarakan nya Pemilu sebagai sebuah nyawa dari demokrasi di Indonesia, maka kita dapat melihat adakah kemunduran atau kemajuan setelah berlangsungnya pemilu ini. 

Melansir dari freedomhouse.org yang merupakan lembaga peluncur indeks demokrasi. Dalam salah satu artikelnya menjelaskan bahwa Pemilu 2024 ini akan menjadi penentu bagaimana kemajuan dan kemunduran demokrasi di Indonesia. Setelah adanya tiga kandidat yang mengajukan diri sebagai Pasangan Calon Presiden yakni Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud. Namun, yang menarik adalah dalam catatan freedom house pun menggaris bawahi adanya ikut campur dari Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024 ini. Selain itu disebutkan juga bagaimana langkah-langkah Presiden Jokowi yang bersekutu dengan elite untuk membangun sebuah dinasti politik. 

Dinasti politik apa yang sebenarnya dimaksud dalam hal ini? 

Tentu saja hal ini berkaitan dengan adanya intervensi dalam pencalonan Wakil Presiden Gibran Rakabuming sebagai pasangan dari Prabowo Subianto. Bentuk intervensi untuk "memuluskan" langkah Gibran adalah dengan perubahan konstitusi oleh MK mengenai batas umur. Lebih menariknya bahwa ada hubungan keluarga antara Gibran dengan salah satu Hakim MK, yang menjadi faktor kuat bahwa ini dinasti politik. 

Putusan konstitusi yang telah diubah tentunya menjadi kontroversial. Tentunya hal ini merupakan salah satu penyebab cacatnya demokrasi di Indonesia. Karena pada akhirnya ini merupakan sebuah kesalahan, dengan dibuktikan adanya sanksi oleh MKMK kepada Ketua MK. Tidak sampai disitu bukti bahwa demokrasi ini sudah dicederai. Lebih lanjut lagi bahkan DKPP melayangkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU yang turut memuluskan jalannya pencalonan Gibran. 

Puncak dari sekaratnya demokrasi di Indonesia adalah pada malam hari ini 20 Maret 2024. KPU sudah mengumumkan bahwa Prabowo-Gibran meraih suara terbanyak dalam Pemilu 2024 di tingat Pemilihan Presiden. Adapun suara untu Prabowo-Gibran adalah sebanyak 96.214.691. Dari angka yang sangat besar tersebut maka akan membawa Prabowo-Gibran sebagai Pemimpin Lembaga Presiden. Namun, justru hal ini merupakan puncak bukti bahwa demokrasi di Indonesia benar-benar sekarat. Melihat dua sanksi yang sudah dilayangkan, yang berkaitan langsung dengan pencalonan Gibran tentunya terbukti kuat bahwa ini mencederai demokrasi. Akan tetapi justru berbeda dengan hasil yang sudah diumumkan KPU, bahwa mereka Prabowo-Gibran yang sudah membuat demokrasi Indonesia sekarat sebentar lagi akan memimpin negara ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun