“Karena malam” bisiknya.
“Adalah waktu saat semua yang tak mampu tersampaikan akan bergema paling nyaring.”
Tuan tersenyum pahit.
Seakan telah memahami sesuatu yang terlalu rumit untuk diperbaiki.
“Nona, bagaimana jika aku tak pernah datang lagi, akankah kau melupakan namaku?”
Nona menutup kedua matanya, merasakan dingin mulai menyentuh kulitnya.
“Mungkin aku tak mengingat namamu, Tuan. Tapi untukmu, perasaan ini akan selalu ada. Berputar layaknya malam yang tak pernah letih untuk kembali.”
Mereka yang berdiri di sana.
Seperti dua bayang yang terjebak oleh waktu.
Tak saling memiliki namun tak benar-benar hilang.
Hanya ada, dan cukup ada.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!