Untuk mengidentifikasi dan menganalisis mikrosatelit, para ilmuwan menggunakan teknik yang disebut reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction/PCR). Proses ini dimulai dengan menggunakan rangkaian DNA unik, yang disebut primer, yang mengapit wilayah mikrosatelit. Dengan berulang kali memanaskan DNA untuk memisahkan untaiannya dan kemudian mendinginkannya agar primer dapat menempel dan DNA dapat disalin, para ilmuwan dapat memperkuat wilayah mikrosatelit. Hal ini menghasilkan cukup banyak DNA untuk dilihat pada gel khusus, bahkan dimulai dari jumlah DNA yang sangat kecil (Griffiths, et al. 1996).
Dalam topik ini, mikrosatelit menjadi aset yang berharga untuk meningkatkan kualitas tanaman padi sehingga dapat mengembangkan sifat-sifat ketahanan terhadap hama WBC. Bagaimana para ilmuwan menggunakan teknologi ini untuk mencapai tujuan tersebut? Berikut penjelasannya.
Pertama, para ilmuwan mengumpulkan sampel dari berbagai varietas padi. Mereka menggunakan bagian kecil dari tanaman tersebut, seperti daun atau bijinya (Gambar 5). Selanjutnya, para ilmuwan mulai mengekstraksi DNA dari sampel tersebut. Para ilmuwan sering menggunakan proses kimia untuk memisahkan DNA dari bagian lain tanaman, seperti protein dan sisa-sisa sel. DNA yang diekstraksi kemudian dimurnikan dan disiapkan untuk langkah berikutnya.Â
Setelah DNA diekstraksi ilmuwan akan melakukan PCR. Dalam proses ini, para ilmuwan menambahkan sejumlah kecil setiap sampel DNA ke dalam campuran PCR. Mesin PCR nantinya akan memanaskan dan mendinginkan DNA berulang kali agar dapat memisahkan untaian DNA, memungkinkan primer menempel, dan kemudian membuat salinan DNA. Dengan mengulangi siklus ini, proses PCR menghasilkan jutaan salinan wilayah mikrosatelit, sehingga mudah dipelajari. Setelah amplifikasi, langkah selanjutnya adalah menganalisis DNA. Para ilmuwan memuat DNA yang diperkuat ke dalam gel atau menggunakan sequencer kapiler. Ketika DNA melewati laser, label fluoresen menyala, menciptakan pita yang terlihat. Pita-pita ini mewakili fragmen DNA yang berbeda dan menunjukkan tanaman mana yang memiliki sifat genetik yang diinginkan.
Terkadang, para ilmuwan perlu mengubah kondisi PCR untuk mendapatkan hasil terbaik. Hal ini mungkin memerlukan penyesuaian suhu, waktu untuk setiap langkah PCR, atau konsentrasi magnesium klorida. Setelah para ilmuwan mengidentifikasi tanaman padi dengan penanda genetik yang diinginkan untuk ketahanan terhadap hama, mereka dapat menggunakan tanaman tersebut dalam program pemuliaan.
Berdasarkan contoh salah satu penelitian pada padi dengan menggunakan penanda metode mikrosatelit (Gambar 7) terlihat bahwa dari hasil elektroforegram ini alel-alel mikrosatelit nampak terpisah dengan baik dan berada pada kisaran ukuran yang berbeda tetapi terdapat perbedaan sinyal fluorescence yang berbeda. Warna biru dan hijau menunjukkan sinyal fluorescence yang lebih besar dibandingkan warna hitam. Sedangkan warna merah itu menunjukkan ukuran standarnya. Gambar di bawah menunjukkan bahwa analisis padi dengan menggunakan mikrosatelit bisa dilakukan. Setiap marka genetik yang digunakan biasanya membawa salah satu sifat padi yang mungkin bisa dipertahankan ataupun dibuang.Â
Varietas padi tahan wereng dengan berbagai sumber gen ketahanan dapat menjadi alternatif solusi untuk meredam serangan dari hama tersebut. Aplikasi teknologi molekuler menggunakan marker yang terkait dengan gen-gen ketahanan terhadap wereng coklat dapat mendeteksi secara spesifik gen ketahanan yang dimiliki oleh suatu varietas. Selanjutnya, berdasarkan informasi reaksi ketahanan setiap gen tersebut terhadap biotipe wereng yang ada, dapat direkomendasikan gen ketahanan untuk pengembangan dan penanaman varietas padi yang lebih unggul. Namun, penggunaan varietas yang sama secara berulang tidak disarankan karena dapat membuat tanaman resisten terhadap hama tertentu seperti wereng.